Jokowi Minta Masukan Empat Pakar Hukum Terkait UU MD3
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang empat pakar hukum ke Istana Presiden untuk dimintai pandangan mengenai Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang baru disahkan DPR dan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Empat pakar hukum itu yakni, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Luhut Marihot Parulian Pangaribuan, Maruarar Siahaan, dan Edward Omar Sharif Hiariej. (Baca juga: Jokowi: UU MD3 Sudah di Meja Saya, tapi Belum Saya Tanda Tangan )
Ditemui usai pertemuan, Mahfud MD mengatakan, Presiden telah mendengarkan berbagai pandangan dari pakar hukum terkait revisi UU MD3 dan revisi KUHP.
Pandangan-pandangan dan masukan tersebut, kata dia, selanjutnya bisa menjadi alternatif bagi Presiden dalam menentukan sikap.
"Kita memberi pandangan-pandangan yang bisa menjadi alternatif saja kepada Presiden. Kita tahu persis Presiden harus mengambil keputusan dan beliau punya kewenangan untuk mengambil putusan apapun," kata Mahfud di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Dalam pertemuan itu, lanjut Mahfud, Presiden bersama empat pakar hukum secara khusus membahas seputar UU MD3 dan revisi KUHP.
Mahfud mengatakan, Pasal 73, 122, dan 245 UU MD3 mendapatkan sorotan khusus dalam pertemuan itu. Sementara terkait revisi KUHP, Pasal zina dan LGBT juga dibahas.
"Kita mengatakan, Presiden punya hak konstitusional, wewenang konstitusional untuk segera mengambil keputusan apa pun. Itu konsekuensi jabatan Presiden. Sehingga kita harus ikuti apa yang ditetapkan presiden," ucap Mahfud.
Empat pakar hukum itu yakni, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Luhut Marihot Parulian Pangaribuan, Maruarar Siahaan, dan Edward Omar Sharif Hiariej. (Baca juga: Jokowi: UU MD3 Sudah di Meja Saya, tapi Belum Saya Tanda Tangan )
Ditemui usai pertemuan, Mahfud MD mengatakan, Presiden telah mendengarkan berbagai pandangan dari pakar hukum terkait revisi UU MD3 dan revisi KUHP.
Pandangan-pandangan dan masukan tersebut, kata dia, selanjutnya bisa menjadi alternatif bagi Presiden dalam menentukan sikap.
"Kita memberi pandangan-pandangan yang bisa menjadi alternatif saja kepada Presiden. Kita tahu persis Presiden harus mengambil keputusan dan beliau punya kewenangan untuk mengambil putusan apapun," kata Mahfud di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Dalam pertemuan itu, lanjut Mahfud, Presiden bersama empat pakar hukum secara khusus membahas seputar UU MD3 dan revisi KUHP.
Mahfud mengatakan, Pasal 73, 122, dan 245 UU MD3 mendapatkan sorotan khusus dalam pertemuan itu. Sementara terkait revisi KUHP, Pasal zina dan LGBT juga dibahas.
"Kita mengatakan, Presiden punya hak konstitusional, wewenang konstitusional untuk segera mengambil keputusan apa pun. Itu konsekuensi jabatan Presiden. Sehingga kita harus ikuti apa yang ditetapkan presiden," ucap Mahfud.
(dam)