Pasal Penghinaan Presiden Timbulkan Ketidakpastian Hukum
A
A
A
JAKARTA - Wacana pemerintah dan DPR menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinilai akan melampaui dua hal.
Pertama, pasal penghinaan presiden sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan pembatalan pasal penghinaan presiden oleh MK itu dilakukan pada tataran norma bukan redaksi.
"Bagaimanapun norma itu tak mungkin dihidupkan kembali. Kecuali hanya redaksi yang diubah. Tentu (pasal penghinaan presiden) sangat bertentangan dengan demokrasi," ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti kepada SINDOnews, Jumat (9/2/2018).
Kedua, menghidupkan pasal penghinaan presiden akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Mantan aktivis 98 ini berpandangan, pasal yang bersifat mengekang demokrasi ini rawan digugat ke MK.
"Kalau putusan MK final dan mengikat, kemudian dimasukkan kembali ke dalam revisi undang-undang, nanti diuji lagi, dibatalkan lagi, maka tidak akan ada finalnya," kata Ray.
"Makanya saat normanya dibatalkan oleh MK sejatinya pemerintah dan DPR tidak boleh memasukkan pasal itu oleh karena alasan apapun ke dalam undang-undang," sambung Ray.
Pertama, pasal penghinaan presiden sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan pembatalan pasal penghinaan presiden oleh MK itu dilakukan pada tataran norma bukan redaksi.
"Bagaimanapun norma itu tak mungkin dihidupkan kembali. Kecuali hanya redaksi yang diubah. Tentu (pasal penghinaan presiden) sangat bertentangan dengan demokrasi," ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti kepada SINDOnews, Jumat (9/2/2018).
Kedua, menghidupkan pasal penghinaan presiden akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Mantan aktivis 98 ini berpandangan, pasal yang bersifat mengekang demokrasi ini rawan digugat ke MK.
"Kalau putusan MK final dan mengikat, kemudian dimasukkan kembali ke dalam revisi undang-undang, nanti diuji lagi, dibatalkan lagi, maka tidak akan ada finalnya," kata Ray.
"Makanya saat normanya dibatalkan oleh MK sejatinya pemerintah dan DPR tidak boleh memasukkan pasal itu oleh karena alasan apapun ke dalam undang-undang," sambung Ray.
(kri)