Bertemu Pemimpin Negara Asia Pasifik, Wiranto Jelaskan Soal Papua
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto melakukan kunjungan kerja ke Republik Nauru, Selasa (30/1/2018).
Dalam kunjungannya, Wiranto melakukan pertemuan bilateral dengan dengan sejumlah pimpinan negara di kawasan Pasifik. Hari pertama tiba di Nauru, Menko Polhukam langsung melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Vanuatu, Tallis Obed Moses.
Dalam pertemuan tersebut, keduanya membahas hubungan baik yang telah terjalin antara Indonesia dan Vanuatu terus ditingkatkan. "Sebelum berangkat saya mendapat pesan dari Presiden untuk meningkatkan kerja sama yang selama ini sudah dibangun, khususnya di bidang ekonomi dan capacity building," ujar Menko Polhukam Wiranto usai melaksanakan pertemuan bilateral dengan Presiden Vanuatu di Nauru, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews.
Wiranto juga menjelaskan sejarah Indonesia yang cukup lama dijajah oleh Belanda dan Jepang. Oleh karena itu, kata Wiranto, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, menegaskan bahwa Indonesia mengakui kemerdekaan ialah hak segala bangsa, oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
"Dengan dasar itu Indonesia selalu ingin menjalin kerja sama agar negara berkembang seperti Indonesia dan Vanuatu terlepas dari penjajahan model baru. Indonesia selalu ingin kerja sama, bukan saling menekan tapi saling membutuhkan," kata Wiranto.
Hal serupa juga diungkapkan Wiranto ketika melaksanakan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Tuvalu, Enele Sopoaga. Menurut Wiranto, Indonesia mempunyai pengalaman panjang sebagai negara terjajah.
"Karena itu, maka konsep filosofis Indonesia mengatakan kemerdekaan adalah hak segala bangsa, segala bentuk penjajahan harus dihapuskan. Maka tidak mungkin Indonesia menindas teman-teman di Papua," katanya.
Sebaliknya, lanjut Wiranto, pemerintah terus berupaya untuk mengembangkan Papua agar sejajar dengan provinsi lainnya. "Saya sudah memberikan gambaran utuh mengenai proses pembangunan yang terbaru di Papua dan Papua Barat yang tengah digencarkan pemerintahan Jokowi untuk meningkatkan kesejahteraan Warganya, Kami juga mengundang para pimpinan itu untuk dapat melihat langsung keadaan Papua dan Papua Barat, maka dengan melihat langsung saya kira sudah bisa mengubah persepsi yang dibangun oleh pihak-pihak lain kalau kita menelantarkan Papua dan Papua Barat," tutur Wiranto.
Sementara itu, Presiden Vanuatu mengapresiasi berbagai bentuk program kerja sama, termasuk dalam bidang capacity building dari Indonesia kepada Vanuatu.
Dia pun berharap agar kerja sama tersebut terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Hadir dalam pertemuan tersebut delegasi dari Negara Tuvalu dan Negara Vanuatu, Wakil Gubernur Papua M. Lakotani, Deputi Bidang Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam Andrie Soetarno TU, Deputi Politik Luar Negeri Kemenko Polhukam Lutfi Rauf, Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu Desra Percaya, dan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Rosita Kominfo Niken Widastuti.
Dalam kunjungannya, Wiranto melakukan pertemuan bilateral dengan dengan sejumlah pimpinan negara di kawasan Pasifik. Hari pertama tiba di Nauru, Menko Polhukam langsung melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Vanuatu, Tallis Obed Moses.
Dalam pertemuan tersebut, keduanya membahas hubungan baik yang telah terjalin antara Indonesia dan Vanuatu terus ditingkatkan. "Sebelum berangkat saya mendapat pesan dari Presiden untuk meningkatkan kerja sama yang selama ini sudah dibangun, khususnya di bidang ekonomi dan capacity building," ujar Menko Polhukam Wiranto usai melaksanakan pertemuan bilateral dengan Presiden Vanuatu di Nauru, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews.
Wiranto juga menjelaskan sejarah Indonesia yang cukup lama dijajah oleh Belanda dan Jepang. Oleh karena itu, kata Wiranto, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, menegaskan bahwa Indonesia mengakui kemerdekaan ialah hak segala bangsa, oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
"Dengan dasar itu Indonesia selalu ingin menjalin kerja sama agar negara berkembang seperti Indonesia dan Vanuatu terlepas dari penjajahan model baru. Indonesia selalu ingin kerja sama, bukan saling menekan tapi saling membutuhkan," kata Wiranto.
Hal serupa juga diungkapkan Wiranto ketika melaksanakan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Tuvalu, Enele Sopoaga. Menurut Wiranto, Indonesia mempunyai pengalaman panjang sebagai negara terjajah.
"Karena itu, maka konsep filosofis Indonesia mengatakan kemerdekaan adalah hak segala bangsa, segala bentuk penjajahan harus dihapuskan. Maka tidak mungkin Indonesia menindas teman-teman di Papua," katanya.
Sebaliknya, lanjut Wiranto, pemerintah terus berupaya untuk mengembangkan Papua agar sejajar dengan provinsi lainnya. "Saya sudah memberikan gambaran utuh mengenai proses pembangunan yang terbaru di Papua dan Papua Barat yang tengah digencarkan pemerintahan Jokowi untuk meningkatkan kesejahteraan Warganya, Kami juga mengundang para pimpinan itu untuk dapat melihat langsung keadaan Papua dan Papua Barat, maka dengan melihat langsung saya kira sudah bisa mengubah persepsi yang dibangun oleh pihak-pihak lain kalau kita menelantarkan Papua dan Papua Barat," tutur Wiranto.
Sementara itu, Presiden Vanuatu mengapresiasi berbagai bentuk program kerja sama, termasuk dalam bidang capacity building dari Indonesia kepada Vanuatu.
Dia pun berharap agar kerja sama tersebut terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Hadir dalam pertemuan tersebut delegasi dari Negara Tuvalu dan Negara Vanuatu, Wakil Gubernur Papua M. Lakotani, Deputi Bidang Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam Andrie Soetarno TU, Deputi Politik Luar Negeri Kemenko Polhukam Lutfi Rauf, Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu Desra Percaya, dan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Rosita Kominfo Niken Widastuti.
(dam)