Diskusi LGBT, AILA: Komnas Perempuan Bela Perempuan yang Mana?
A
A
A
JAKARTA - Sikap Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) atas keberadaan lesbian gay biseksual dan transgender (LGBT) dipertanyakan. Pasalnya, sikap Komnas Perempuan terkesan tidak mendukung uji materi tentang upaya kriminalisasi terhadap LGBT ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Juru Bicara Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA), Euis Sunarti mengaku mengikuti 22 kali sidang uji materi di MK yang meminta perluasan pasal perzinahan di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Sebelumnya menyiapkan dokumen judicial review dengan konsultasi ke berbagai ahli, research yang mendalam," ujar Euis dalam diskusi Polemik MNC Trijaya Network Bertajuk LGBT, Hak Asasi dan Kita di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/12/2017).
Dia menjelaskan, AILA sebagai pemohon uji materi itu serius. "Karena tadi, ingin melindungi keluarga-keluarga, di dalamnya perempuan yang harus dibela oleh Komnas Perempuan," kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor ini.
Dia mengatakan, perempuan memang seperti tidak menjadi korban dalam keberadaan LGBT itu. "Jadi saya juga bertanya, Komnas Perempuan membela perempuan yang mana, kalau kami yang dominan ini tidak dikenali aspirasinya," ungkapnya.
Sebelum Euis melontarkan kekesalannya itu, Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni mengaku tidak sepakat dengan informasi yang diungkapkan Pakar Neuropsikolog Ikhsan Gumilar terkait LGBT. Terutama mengenai informasi bahwa LGBT merekrut anak-anak dari desa ke desa.
"Dimana mereka merekrut, itu tuh harus jelas ya, kalau saya secara pribadi, mereka-mereka ini memang termasuk policy maker, tidak berkenan memberikan pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi kepada semua warga negara, terutama kepada anak-anak," jelas Budi Wahyuni dalam kesempatan sama.
Sehingga, lanjut Budi, jika informasi itu diberikan secara menyeluruh, anak-anak bisa sadar apakah direkrut atau tidak. "Terlepas saya tidak setuju dengan istilah rekrut ya, emangnya rekrut TKW TKI misalnya," tambah Budi.
Dia pun tidak sepakat dengan pendapat Pakar Neuropsikolog Ikhsan Gumilar bahwa orientasi seks harus diekspresikan. "Ekspresi itu seperti apa? Ini menyangkut dorongan seks yang berbeda. Dorongan seks itu tidak harus diekspresikan, bisa onani, masturbasi kok," ungkap Budi.
Kendati demikian, Budi mengakui bahwa pendidikan seksualitas itu penting. "Sehingga tidak sepotong-sepotong cara melihatnya dan kemudian cenderung menyalahkan orang lain," katanya.
Juru Bicara Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA), Euis Sunarti mengaku mengikuti 22 kali sidang uji materi di MK yang meminta perluasan pasal perzinahan di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Sebelumnya menyiapkan dokumen judicial review dengan konsultasi ke berbagai ahli, research yang mendalam," ujar Euis dalam diskusi Polemik MNC Trijaya Network Bertajuk LGBT, Hak Asasi dan Kita di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/12/2017).
Dia menjelaskan, AILA sebagai pemohon uji materi itu serius. "Karena tadi, ingin melindungi keluarga-keluarga, di dalamnya perempuan yang harus dibela oleh Komnas Perempuan," kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor ini.
Dia mengatakan, perempuan memang seperti tidak menjadi korban dalam keberadaan LGBT itu. "Jadi saya juga bertanya, Komnas Perempuan membela perempuan yang mana, kalau kami yang dominan ini tidak dikenali aspirasinya," ungkapnya.
Sebelum Euis melontarkan kekesalannya itu, Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni mengaku tidak sepakat dengan informasi yang diungkapkan Pakar Neuropsikolog Ikhsan Gumilar terkait LGBT. Terutama mengenai informasi bahwa LGBT merekrut anak-anak dari desa ke desa.
"Dimana mereka merekrut, itu tuh harus jelas ya, kalau saya secara pribadi, mereka-mereka ini memang termasuk policy maker, tidak berkenan memberikan pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi kepada semua warga negara, terutama kepada anak-anak," jelas Budi Wahyuni dalam kesempatan sama.
Sehingga, lanjut Budi, jika informasi itu diberikan secara menyeluruh, anak-anak bisa sadar apakah direkrut atau tidak. "Terlepas saya tidak setuju dengan istilah rekrut ya, emangnya rekrut TKW TKI misalnya," tambah Budi.
Dia pun tidak sepakat dengan pendapat Pakar Neuropsikolog Ikhsan Gumilar bahwa orientasi seks harus diekspresikan. "Ekspresi itu seperti apa? Ini menyangkut dorongan seks yang berbeda. Dorongan seks itu tidak harus diekspresikan, bisa onani, masturbasi kok," ungkap Budi.
Kendati demikian, Budi mengakui bahwa pendidikan seksualitas itu penting. "Sehingga tidak sepotong-sepotong cara melihatnya dan kemudian cenderung menyalahkan orang lain," katanya.
(kri)