Pelajaran dari Kasus Penolakan Klaim Flexi Care

Selasa, 21 November 2017 - 09:05 WIB
Pelajaran dari Kasus...
Pelajaran dari Kasus Penolakan Klaim Flexi Care
A A A
Hotbonar Sinaga
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko & Asuransi (STIMRA)

RABU 18 Oktober 2017 STIMRA bekerja sama de­ngan Lembaga Pen­di­dik­an Asuransi Indonesia (LPAI) menyelenggarakan se­mi­nar untuk membedah kasus pe­n­olakan klaim asuransi ke­se­hat­an Hospital Cash Plan. Se­mi­nar yang diselenggarakan dunia kam­pus ini bertujuan untuk mem­peroleh solusi dari kasus ter­sebut dengan meminta Dr Kor­nelius Simanjuntak, se­orang doktor ilmu hukum, s­e­ba­gai pembicara utama. P­e­nyam­pai­an makalahnya ditanggapi ti­ga orang panelis, yaitu Ketua Peng­urus Harian Yayasan Lem­baga Konsumen Tulus Abadi SH dan dua praktisi hukum as­u­ran­si Dr Ketut Sendra serta Hendro Sar­yanto SH MH.

Selama ini rujukan Per­jan­ji­an Asuransi (”Polis”) masih meng­acu pada KUHD yang te­lah ber­umur 170 tahun. Kita ju­ga sudah me­miliki UU Per­asu­ran­sian No 40 Tahun 2014 ten­tang Per­asu­ran­sian. UU ter­se­but su­b­s­tan­si­nya tentang ba­gai­mana menjalan­kan usaha per­a­suransian dan ti­dak mem­ba­has secara khusus me­ngenai Per­janjian Asuransi. Kon­sep UU tentang Perjanjian Asur­ansi per­nah disusun tahun 1990-an, na­mun belum ada ber­i­ta kel­anjutannya.

Pembicara utama yang sa­ngat menguasai ilmu hukum asu­ransi dan berpengalaman se­bagai praktisi asuransi lebih dari 40 tahun itu menyam­pai­kan bahwa perjanjian atau kon­trak asuransi pada dasarnya ada­lah kontrak indemnitas (con­tract of indemnity). Kontrak ini membatasi besarnya ganti ke­rugian yang harus dibayar per­usahaan asuransi sebagai pe­n­anggung dalam hal ter­ja­di­nya kerugian tertanggung (klaim), maksimum sebesar ke­ru­gi­an yang diderita oleh ter­tang­gung. Posisi atau kondisi ke­uangan tertanggung sesudah dan sebelum terjadinya klaim ti­dak boleh diuntungkan. Ini yang disebut ganti rugi yang ber­imbang. Pengecualian ada­lah dalam polis asuransi jiwa yang berkaitan dengan mati-hi­dup­nya seseorang bukanlah kon­trak indemnitas, mel­ai­n­kan kontrak manfaat (contract of benefit).

Selain Jaminan Kesehatan Na­­­­sional (JKN) yang di­se­leng­ga­­ra­kan badan hukum publik BPJS Ke­sehatan, kita kenal ju­ga dua je­nis asuransi ke­se­hat­an yang di­jual badan usa­ha asuransi. Pertama ada­­­­­lah asu­ran­si ke­­­­­se­hatan se­ba­­gai top-up prog­­­ram JKN yang mem­­­­be­­ri­kan tam­­­bahan eks­tra manfaat non­­­medis. Ka­tegori per­ta­ma ini me­mer­lukan koordinasi man­­faat (coor­dination of be­ne­fit atau COB) dengan penye­leng­­­ga­ra JKN.Asuransi kesehatan je­nis ini menerapkan prinsip in­dem­­ni­tas yang berarti pihak asu­­ransi akan memberikan gan­­ti rugi (to in­demnify) ke­pa­da ter­tang­gung­nya (”claim­ant”) se­batas ke­rugian atau bia­ya ”real” yang di­ba­yar­kan­nya ke­pad­a peny­e­dia pe­la­yan­an kesehatan.

Jenis kedua adalah asuransi ber­­­­nama generik Hospital Cash Plan dengan berbagai nama ”da­­gang” lainnya seperti Flexi Care, Dail­y Hospital Benefit, Hos­­pi­ta­li­za­tion Income In­su­rance dsb. Un­tuk je­nis yang ke­dua ini, prinsip in­­demnitas ti­dak diberlakukan se­­hingga se­se­orang dapat mem­­beli polis da­ri beberapa per­­usahaan asuransi. Inilah yang menjadi biang ke­rok pe­r­ma­salahan yang ter­jadi baru-baru ini.

Me­nu­rut Dr Kornelius, hal ini berten­tangan dengan ha­ki­kat dan prinsip hukum asu­ran­­si, an­tara lain karena ter­­bu­ka kemungkinan ter­tan­g­gung meng­­ambil keun­tung­an dari klaim yang tim­bul sehingga mem­­­peroleh pem­bayaran gan­ti ru­gi melampaui biaya yang di­ke­luar­kannya. Konsul­tan hu­kum Hendro Sar­yan­to me­nye­but produk asu­ran­si kesehatan ini ”cacat hukum”. Produk jenis kedua ini cu­­kup ba­nyak pe­mi­nat­nya. Dr Ketut Se­n­dra me­­nyebut jenis asu­ran­­si ini mu­dah di­­jual ka­re­na sim­­­p­el ser­ta me­­­mang d­ib­u­tuh­­kan un­tuk me­nutup bia­ya tam­bahan se­­l­ama di­ra­wat di rumah sa­kit se­hingga wajar bila pro­se­dur pen­g­ajuan dan pe­nye­le­sai­an klaim­nya seharusnya jug­­a m­u­dah.

Kelemahan produk ini se­ca­­ra mendasar menciptakan pe­­­luang besar untuk meng­akali per­usahaan asuransi. Kon­­­sul­tan hukum dan in­ves­ti­ga­­tor Hen­dro Saryanto me­nyam­pa­i­kan memang ada ”sin­di­kat” yang mengorganisasi be­­be­rapa orang bahkan melalui per­usa­ha­an sebagai ter­tang­­gung ke­lom­pok untuk mem­­bobol per­us­a­haan asu­ran­­si. Nilai klaim yang di­aju­kan memang secara re­latif kecil-kecil karena man­faat yang diberikan dibatasi jum­lah hari maupun nilai ru­piah peng­gantiannya per hari. Akan tetapi, akumulasi jum­lah klaim yang diajukan ke­­pada be­be­rapa perusahaan asuransi yang berbeda mencapai mi­liar­an rupiah.

Terlepas dari masalah tek­nis pro­duk asuransi ke­se­hat­an ter­­­se­but, pihak ter­tang­gung me­­­la­lui pengacaranya meng­­gu­­na­­kan UU Perl­in­dung­an Kon­­su­m­en (UU No 8 Ta­hun 1999) un­­tuk memida­na­kan per­usa­ha­an asu­ransi. La­z­im­nya yang di­­ja­di­kan r­u­juk­an ada­lah UU Per­­asu­ran­sian se­hing­ga men­ja­di kasus per­data. Da­lam UU ini ke­ten­tu­an pi­da­­na disebutkan da­lam pa­sal 73 s/d 82 dan tidak ter­kait sa­ma se­­­k­ali de­ngan p­e­no­lak­an klaim. Un­­tuk klaim per­orang­­an, da­lam ca­tat­an polis di­je­las­­kan se­an­­dainya terjadi seng­­­ke­ta, Ter­tang­­gung dapat meng­­aju­kan­nya ke­pa­da Badan Me­dia­si dan Ar­­bitrase Asuransi In­do­­nesia atau BMAI yang se­­nga­ja di­be­n­tuk guna men­ca­r­i solusi ”win-win” un­tuk ka­sus klaim per­orang­­an ti­dak melebihi nilai Rp500 juta per kasus.

Pembicara Utama me­nyam­­pai­kan bahwa UU Per­lindungan Kon­sumen pada awal­nya hanya di­khususkan un­tuk konsumen barang dan kata ”jasa” di­tam­bah­kan s­e­te­lah kata ”ba­rang” de­ngan di­tam­bah garis m­i­ring. Hal ini diamini oleh Tu­lus Abadi dari YLKI. K­e­tua Peng­urus Ha­ri­an YLKI ter­se­but me­nya­takan bah­wa kons­truksi h­u­kum UU Per­lindungan Kon­su­men m­­e­mang bukan untuk jasa.

Penulis yang menjadi mo­de­ra­tor dalam seminar tersebut me­nyampaikan beberapa ke­sim­pulan seminar, yaitu: Per­ta­ma, perusahaan asuransi dii­m­bau untuk ekstrahati-hati da­lam menjual produk asuransi Hos­pital Cash Plan dengan pem­ba­t­asan yang lebih ketat dan me­nerapkan prinsip know your cus­tomer (KYC). Kedua, untuk menghindari ke­cu­rangan, perusahaan asu­ran­si yang saat ini sudah men­jual produk Hospital Cash Plan per­lu mempertimbangkan un­tuk menghentikan pen­jual­an­nya atau paling tidak mem­per­ketat persyaratan seperti di­se­but­kan pada butir 1.

Ketiga, perlu dila­ku­kan upa­ya untuk se­ge­ra meng­aman­de­men UU Perlindungan Kon­­su­men yang kons­truksi hu­kum­­nya bukan un­tuk jasa. Keempat, UU Per­janjian Asu­ran­si yang masih be­rupa draf dan saat ini ada di ta­ngan BPHN Ke­men­kumham, segera di­desak oleh De­­wan Asuransi In­do­nesia dengan du­kung­an OJK bidang IKNB untuk segera ma­suk Prolegnas di DPR. Kelima, untuk mencari so­lu­si atas beberapa kasus yang te­ngah ber­jalan, diharap­kan pe­ran OJK, khususnya bi­dang In­dus­tri Keuangan Non-Bank (IKNB) mau­pun Edukasi & Per­­li­n­dun­g­a­n Konsumen (EPK), mem­b­e­ri­kan pe­ma­ham­an ke­pa­da pihak kepolisian tan­pa ber­maksud me­la­kukan in­ter­ven­­si.

Hal ini sa­ngat diperlukan ba­­gi per­usa­ha­an asuransi un­tuk me­n­cegah efek domino ka­sus pe­­midanaan per­usahaan asu­ran­si akibat pe­no­lakan klaim. Keenam, perlu dilaksanakan se­­­m­inar lanjutan sehubungan de­­­ngan perkembangan ter­akhir, yak­ni pencabutan la­por­an oleh ter­tanggung dan peng­alih­an hak ta­gih klaim kepada pi­hak ket­iga. Pro­ses penyidikan pun dengan sen­dirinya dihentikan.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7239 seconds (0.1#10.140)