Bawaslu Putuskan Sipol Bukan Instrumen Pendaftaran Parpol
A
A
A
JAKARTA - Putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait laporan pelanggaran administrasi yang diajukan sejumlah partai politik (parpol) juga memperjelas posisi sistem informasi partai politik (Sipol) yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selama proses pendaftaran.
Sipol dianggap bukan instrumen yang dapat menentukan lolos tidaknya parpol, tetapi hanya sebagai pendukung dalam rangka penataan dokumen kepartaian. “Sifat sipol adalah pendukung (supporting inferior) sehingga sistem tersebut punya fungsi teknis semata dalam rangka penatausahaan parpol,” ujar Ketua Bawaslu Abhan saat membacakan putusan laporan pelanggaran administrasi yang diajukan Partai Kesatuan dan Persatuan (PKP) Indonesia, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (15/11/2017).
Sipol menurut Bawaslu juga tidak dapat dijadikan satu kewajiban sebab bukan didasari atau sesuai perintah undang-undang (UU). Kalaupun ada aturan Sipol yang mewajibkannya (terdapat dalam Pasal 13 Ayat 1 Peraturan KPU (PKPU) 11/2017), maka Bawaslu berpegang pada prinsip asas tingkatan hirarki bahwa peraturan di bawah harus mengikuti aturan di atas.
“Dengan demikian PKPU 11/2017 beserta materi muatannya harus bersumber dari UU Pemilu,” jelas Abhan.
Lebih lanjut, Bawaslu menilai telah terjadi kontradiksi di dalam PKPU 11/2017 ketika Pasal 1 Angka 30 menyebut Sipol sebagai seperangkat sistem untuk mendukung kerja parpol dan penyelenggara pemilu, namun di Pasal 13 Ayat 1 justru mewajibkan parpol untuk memasukkan datanya ke dalam sipol.
“Ini bertentangan dengan prinsip non contradiction principle. Intinya mensyaratkan norma dalam satu aturan tidak bertentangan dengan yang lain atau (harus ada) kesesuaian norma,” tambah Abhan.
Sipol dianggap bukan instrumen yang dapat menentukan lolos tidaknya parpol, tetapi hanya sebagai pendukung dalam rangka penataan dokumen kepartaian. “Sifat sipol adalah pendukung (supporting inferior) sehingga sistem tersebut punya fungsi teknis semata dalam rangka penatausahaan parpol,” ujar Ketua Bawaslu Abhan saat membacakan putusan laporan pelanggaran administrasi yang diajukan Partai Kesatuan dan Persatuan (PKP) Indonesia, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (15/11/2017).
Sipol menurut Bawaslu juga tidak dapat dijadikan satu kewajiban sebab bukan didasari atau sesuai perintah undang-undang (UU). Kalaupun ada aturan Sipol yang mewajibkannya (terdapat dalam Pasal 13 Ayat 1 Peraturan KPU (PKPU) 11/2017), maka Bawaslu berpegang pada prinsip asas tingkatan hirarki bahwa peraturan di bawah harus mengikuti aturan di atas.
“Dengan demikian PKPU 11/2017 beserta materi muatannya harus bersumber dari UU Pemilu,” jelas Abhan.
Lebih lanjut, Bawaslu menilai telah terjadi kontradiksi di dalam PKPU 11/2017 ketika Pasal 1 Angka 30 menyebut Sipol sebagai seperangkat sistem untuk mendukung kerja parpol dan penyelenggara pemilu, namun di Pasal 13 Ayat 1 justru mewajibkan parpol untuk memasukkan datanya ke dalam sipol.
“Ini bertentangan dengan prinsip non contradiction principle. Intinya mensyaratkan norma dalam satu aturan tidak bertentangan dengan yang lain atau (harus ada) kesesuaian norma,” tambah Abhan.
(kri)