Generasi Milenial Kebanggaan Nusantara

Kamis, 02 November 2017 - 08:03 WIB
Generasi Milenial Kebanggaan...
Generasi Milenial Kebanggaan Nusantara
A A A
Muchamad Nabil Haroen
Ketua Umum PP Pagar Nusa

Pada 2020, Indonesia akan mendapatkan berkah berupa bonus demografi. Dalam proyeksi masa depan Indonesia, bonus demografi harus dicermati sebagai tantangan sumber daya.

Sekitar tiga tahun mendatang, jumlah angkatan kerja usia 15-64 tahun mencapai proporsi 70%. Ada pun usia tidak produktif hanya 30% yang dihitung pada usia di bawah 14 tahun dan di atas 65 tahun.

Dengan demikian, merujuk pada data BPS, Indonesia akan memiliki 180 juta orang berusia produktif. Adapun mereka yang dianggap tidak produktif sekitar 60 juta jiwa.

Pada proporsi ini, 10 orang usia produktif hanya menanggung 3-4 orang usia tidak produktif sehingga berdampak positif bagi pe­ning­katan tabungan masyarakat dan tabungan nasional.

Bonus demografi menjadi berkah dan ancaman sekaligus bagi negeri ini. Menjadi berkah yang luar biasa jika negeri ini mampu mengelola potensi anak muda dan pekerja usia produktif sebagai energi sumber daya yang bermanfaat dan efisien.

Akan tetapi potensi ini akan menjadi petaka jika tidak dibarengi dengan manajemen sumber daya dan kebijakan politik yang bertumpu pada pembangunan berkelanjutan.

Dalam analisis sosial, bonus demografi merupakan feno­mena ketika struktur pen­duduk sangat menguntungkan pada sisi pembangunan. Jika dibarengi dengan kesiapan pemerintah membangun sistem dan kebijakan yang memberi ruang bagi anak muda berkarya, tentu akan menjadi modal besar bagi negeri ini.

Tantangan Lintas Generasi

Dari tantangan bonus demografi itu, harus ada strategi komprehensif untuk memadukan segenap potensi terbaik negeri ini. Dari jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa, tentu saja ada beragam potensi sumber daya yang memiliki kecakapan, karya, dan dedikasi untuk bangsa.

Potensi terbaik dari mereka yang ahli di bidang kesehatan, pendidikan, sains, sastra hingga teknologi digital harus dipadukan dengan pro­yeksi serta kebijakan politik dan kesejahteraan nasional.

Tantangan bonus demografi dengan melimpahnya sumber daya anak muda dan tenaga produktif selaras dengan tantangan dunia global, yakni perkembangan teknologi informasi dan era siber.

Di era big data dan pertumbuhan teknologi digital yang masif, Indonesia harus mengambil peran penting mengingat adanya potensi penduduk yang demikian besar (se­bagai aktor dan pasar), sumber daya manusia, potensi ide kreatif hingga kebijakan pemerintah yang memberi ruang bagi pengembangan potensi digital.

Bahkan Presiden Joko Widodo menargetkan Indonesia sebagai pasar digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020. Ide Jokowi ini menjadi dasar kebijakan politik setelah kunjungan Presiden ke Amerika Serikat untuk bertemu dengan beberapa technopreneur di bidang teknologi digital.

Presiden Jokowi juga men­dorong para leader di BUMN untuk mendorong transformasi digital, baik dalam sistem kebijakan maupun dalam produk kreatif dari unit-unit usaha BUMN.

Namun yang harus diingat adalah bagaimana menjadikan Indonesia tidak sekadar pasar, tidak sekadar medan kontestasi antar raksasa perusahaan digital untuk memasarkan produknya.

Dengan segenap potensinya, Indonesia harusnya menjadi aktor dalam industri digital di Asia Tenggara. Kreativitas sumber daya dan kekuatan modal dari pengusaha-pengusaha, menjadikan negeri ini punya masa depan dalam peta kom­petisi bisnis digital.


Potensi Generasi Milenial

Di tengah perkembangan teknologi digital ini, lapisan baru berupa generasi milenial menjadi potensi besar. Milenial yang dikenal sebagai generasi Y merupakan kelompok demografi setelah generasi X.

Barisan peneliti sosial mengidentifikasi kelompok ini sebagai generasi yang lahir antara tahun 1980 hingga 2000. Dengan demikian, generasi ini saat ini berusia 17 hingga 37 tahun. Data riset menunjukkan, di negeri ini generasi milenial mencapai 34,4 % (Alvara Strategic, 2017).

Generasi milenial, dengan segenap karakternya, dapat mencipta terobosan dengan gagasan kreatif, keberanian, dan keunggulan sumber daya yang ditopang komunitas anak-anak muda. Ide-ide kreatif di bidang teknologi digital sering kali muncul dari keberanian generasi milenial mendobrak kemapanan.

Namun generasi milenial Indonesia haruslah men­jadi generasi yang tidak ke­hilangan identitasnya. Jangan sampai generasi ini menjadi lapisan generasi yang rapuh karena lemahnya karakter dan kering­nya spiritualitas.

Jika lapisan generasi milenial terkoneksi dengan pertemanan global dengan topangan teknologi internet, perlu ada penguatan karakter dan identitas kultural agar generasi ini tidak tercerabut dari akar budayanya.

Untuk menguatkan akar kultural generasi ini, perlu ada strategi bersama, baik dari pemerintah, ormas, partai politik maupun korporasi untuk mendorong ruang kreatif bagi anak muda yang berfondasi nilai-nilai dan identitas keindonesiaan.

Nahdlatul Ulama peduli dengan isu ini agar anak muda Indonesia tidak terjebak pada kampanye kelompok radikal, melainkan menjadi generasi muda yang kreatif, produktif, bermoral, dan peduli kepada bangsa.

Pagar Nusa memberi ruang bagi anak-anak muda untuk menguatkan akar budayanya dengan menyiapkan diri dalam pelatihan fisik, mental, dan spiritual.

Pelatihan bela diri pencak silat merupakan karakter khas Nusantara yang dapat menjadi modal berharga bagi lapisan generasi milenial, bagi penguatan karakter lapisan anak muda negeri ini.

Hal ini juga dilakukan Jack Ma di China ketika mengembangkan Ali Baba sebagai raksasa bisnis dan memberi ruang bagi technopreneur progresif dari seluruh dunia. Ia mengembangkan tai chi sebagai pelatihan bersama dengan olah tubuh, filosofi, dan penguatan iden­titas.

Kita tidak terlambat untuk penguatan karakter bagi anak muda asal ada good will dari pelbagai elemen untuk menjadikan generasi milenial, generasi muda kita, sebagai kebanggaan Nusantara.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1026 seconds (0.1#10.140)