Pemuda Membangun Wacana Youth Government

Selasa, 31 Oktober 2017 - 08:23 WIB
Pemuda Membangun Wacana...
Pemuda Membangun Wacana Youth Government
A A A
R Saddam Al-Jihad Mahasiswa Doktoral IPDN, Wasekjen PB HMI

SEJAK berdiri organisasi Budi Utomo pada 1908 para pemuda-pemudi Indo­nesia telah bersepakat untuk mendukung gerakan pendidik­an bagi kaum pribumi. Pada waktu itu Indonesia me­mang mengalami suatu tekan­an hebat yang di­laku­kan oleh kelompok asing karena ada marginalisasi kelas pendidikan bagi kaum yang pas-pasan.

Berkat soliditas, mili­tansi, dan semangat juang para pemuda membangun pen­didik­an, akhir­nya para penjajah mulai pelan-pelan meninggalkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam kon­teks ini, yang perlu dipahami adalah pergerakan Budi Utomo cenderung bersifat sosial, eko­nomi, dan kebudayaan, tidak bersifat politik.

Fase berikutnya terjadinya suatu pertemuan nasional pe­muda dari Sabang hingga Merauke melakukan deklarasi pada 28 Oktober 1928, yang dikenal dengan Hari Sumpah Pemuda. Jong Java, Jong Clebes, Jong Sumatera, Jong Ambon, dan lainnya ternyata memiliki tekad dalam bekerja sama, yaitu bekerja sama menjaga ke­indo­nesia­an.

Saat itu Sumpah Pemuda yang lahir dari Kongres Pemuda II pada dasarnya pun terdapat fase-fase di antaranya lahirnya organisasi kedaerahan, organisasi nasional, hingga ber­sifat keagamaan. Internalisasi keindonesiaan tumbuh berkem­bang. Diawali dengan organisasi Tri Koro Darmo misalnya yang diketuai Dr Satiman Wirjo­sandjoyo, sebagai perwakilan Jong Java. Setelahnya mengikut perwakilan Jong Sumatera, Jong Clebes, Jong Sumatera, dan lainnya.

Internalisasi ke­bang­saan diwujudkan dari se­ma­ngat kedaerahan yang mem­per­kuat sikap mental ke­indo­nesiaan. Sumpah Pemuda ada­lah sebuah kemufakatan ber­sama yang diinisiasi oleh para pemuda dengan visi menjaga keindonesiaan dan kebangsaan. Dengan begitu, gagasan Youth Civil Society hadir dengan di­wujudkan melalui kerja bersama pemuda demi memperkuat nilai kebangsaan.

Rasanya dalam konsepsi Trias Politika gaya baru yang lebih mengedepankan siner­gisasi antara state/government, civil society, dan private sector/ corporate akan menjadi bahasan menarik sebagai sudut pandang memperkuat pemuda. Sebelum­nya saat Kongres Pemuda dan ada organisasi kepemudaan de­ngan semangat menjaga ke­indonesiaan adalah wujud nyata kekuatan youth civil society pada masa itu.

Dengan begitu, bila ditinjau dari aspek sejarah dengan realitas kekini­an, masa depan bangsa ini se­sungguhnya ada di pundak pemuda. Hingga pada akhirnya kemerdekaan ha­dir karena ada dobrakan sejarah dari para pemuda yang berhasil menculik Soekarno untuk ke­mudian ga­gasan 1928 tidak ter­henti be­gitu saja.

Semangat ke­pemuda­an pun ditularkan para pemer­satu bangsa 1928, yaitu pemuda kepada para founding fathers. Semangat youth government lahir dalam teks pro­klamasi yang dibacakan Bung Karno. Inisiasi sebuah gagasan youth government sudah dilaku­kan oleh pemuda sejak memper­satu­kan makna kebangsaan dan keindonesiaan, 1928 dan 1945.

Kini hampir 89 tahun se­telah sumpah tersebut diikrar­kan, anak cucu bangsa ini tidak boleh lupa bahwa potensi pemuda dalam konteks pembangunan selalu hidup mewarnai sejarah panjang Indonesia. Dalam rangka menakar kekuatan pemuda, kita perlu memastikan keberlangsungan hidupnya dengan menanamkan cita-cita sosial, menguatkan cara ber­pikirnya, serta memproduksi gagasan-gagasan terbaik pem­bangunan yang multipers­pek­tif.

Untuk itu, gerakan pemuda membangun bukan lagi wacana baru dalam era milenial, namun ia akan terus hidup selama ke­senjangan ekonomi, kemis­kin­an, dan pengangguran masih berlanjut. Percaya atau tidak, pemuda adalah satu-satunya solusi jitu dalam mewujudkan harapan masyarakat Indonesia.

Muncullah hari ini dengan gaya modernisme, pemuda lahir dengan gaya baru yang diper­kuat dengan kekuatan digital dan disebut semangat generasi mile­nial. Generasi milenial perlu ber­adaptasi dengan seja­rah bahwa primordialisme dan tradisional­isme dapat memper­kuat entitas nasionalisme.

Adap­tasi sejarah adalah sebuah cara memahami Indonesia se­cara sederhana. Dahulu sudah dilakukan oleh para pemuda dengan inisiasi kelompok yang berkecende­rung­an pada ekono­mi, sosial, dan budaya, yaitu Budi Utomo. Setelahnya pe­muda bergerak dengan gebrak­an politik kene­garaan, yaitu proklamasi ke­merdekaan Indo­nesia.

Dengan gaya zaman now, pemuda me­reproduksi gagasan bahwa gerak­an politik dapat terkon­solidasi secara masif me­lalui entrepreneur, start-up business, dan social entrepreneurship. Wujud akhir dari gerakan politik zaman now adalah pemerin­tah­an pemuda (youth government).

Youth Government
Wacana pemerintahan pe­muda dalam dunia peme­rin­tahan bukanlah sesuatu yang baru. Jika diterjemahkan ulang, youth government me­miliki arti yang cukup luas, yakni pemuda desa, kecamatan, kabupaten, kota, hingga provinsi yang me­miliki kompetensi, integritas, dan kapabilitas yang tidak di­ragukan. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi pemuda sa­ngat dibutuhkan dalam men­dukung pembangunan nasio­nal yang dicita-citakan.

Gerakan youth government dimulai dari merebaknya start-up business dari kreativitas pe­muda, gerakan sosial secara di­gital yang masif, dan mem­bangun kesadaran politik dari pemilih pemula, relawan muda, hingga partai politik. Jangan juga dilupakan, para pemuda yang menjadi pendamping desa hari ini. Secara masif ketika gerakan sosial, ekonomi, dan kebudayaan lahir, kekuatan politik akan muncul dan pada akhirnya pemerintahan pe­muda pun kembali lahir.

Sumpah Pemuda 2017 ada­lah momentum bersama me­wujudkan kembali wacana pe­me­rintahan pemuda (youth government). Alasannya se­der­hana, pemuda harus mem­per­siapkan mental keilmuan, ke­mandirian, dan independensi dalam menghadapi bonus de­mografi 2020-2030.

Implikasi dari bonus demografi adalah youth government dan gagasan ini sebuah keniscayaan.
Membangun mental pe­muda untuk terlibat aktif dalam proses politik kenegaraan me­mang membutuhkan usaha yang ekstra. Satu di antara solusi yang patut dilakukan adalah menjunjung tinggi asas profesionalitas yang mumpuni dalam segala bidang.

Hal ini penting untuk direalisasikan karena dalam aspek tata kelola pemerintahan kunci utamanya adalah mewujudkan good governance pada konteks ke­profesian. Kedua ialah asas pro­porsionalitas, yang artinya menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban negara se­cara fungsional yang ter­distri­busi melalui suatu paket ke­bijak­an dan struktur kerja ber­keadilan.

Perlu diketahui, da­lam era modern ini, dunia pe­me­rintahan kerap dibayangi oleh ketidakprofesionalan. Penyebabnya adalah dominannya ke­lompok politik dan minimnya keprofesian. Era milenial ada­lah momentum mengem­bali­kan kejayaan pemuda melalui kreativitas dan intelek­tual­isme, dengan cara start-up business sebagai sarana konglo­merasi sosial demi menjaga kemandirian ekonomi pemuda agar tidak terintervensi oleh pragmatisme politik.

Adapun yang ketiga ialah pembangunan berkelanjutan. Artinya, setiap era kepemim­pin­an pemerintahan saat ini memiliki masa atau periodesasi baik secara struktural atau pro­gram kerja yang belum sempat terealisasi. Ini menjadi penting untuk pemuda meneruskan agenda-agenda pembangunan yang belum tuntas agar terus disempurnakan, demi terjadi keselarasan pembangunan.

Ihwal di atas sangat dibu­tuh­kan agar kehadiran pemuda-pemudi yang unggul ini bisa menjadi insan yang mencipta dan mengabdi. Adapun pe­muda dianggap belum memiliki pengalaman dan kecakapan dalam memimpin sebenarnya itu hanyalah mitos yang perlu diuji kebenarannya. Jika tidak, selamanya stigma itu akan membentuk paradigma yang salah dan mematikan karakter generasi milenial.

Youth government sesung­guh­nya tidak kalah hebat de­ngan kaum tua pasalnya pe­muda lebih energik, umurnya masih segar, semangatnya ma­sih mem­bara, dan tekad per­juangannya cukup kuat. Ter­akhir, semangat Sum­pah Pe­muda hari ini harus mem­per­jelas aktualisasi gerak­an pe­muda dalam paradigma peme­rin­tah­an baru, yaitu civil society, private sector, dan government. Dengan begitu, wujud dari aktual­isasi pemuda adalah lahir­nya youth government.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0853 seconds (0.1#10.140)