BKKBN Ajak Akademisi Teliti Keluarga dan Kependudukan
A
A
A
MALANG - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bekerja sama dengan lembaga Dana Kependudukan PBB (United Nations Population Fund/UNFPA) meluncurkan Laporan Situasi Kependudukan Dunia (State of World Population Report) 2017 di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Selasa (17/10/2017). Peluncuran laporan Situasi Kependudukan Dunia 2017 mengusung tema “Dunia Terbelah: Kesehatan dan Hak Reproduksi di Era Ketidaksetaraan (World Apart: Reproductive Health and Rights in Age of Inequality).
Peluncuran Laporan Situasi Kependudukan Dunia 2017 juga dirayakan dengan diskusi panel kesetaraan dan kependudukan, serta pemutaran video SWOR Report 2017. Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty mengatakan, pihaknya sengaja mengambil tempat di perguruan tinggi guna melibatkan akademisi untuk penelitian dan pengabdian masyarakat serta para mahasiswa untuk melakukan kuliah kerja nyata tematik di daerah. “Temanya selalu ditekankan pada kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga,” katanya dalam rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (17/10/2017).
Tema ketidaksetaraan diambil karena kesehatan reproduksi berhubungan dengan ketimpangan ekonomi yang berkorelasi dengan ketidaksetaraan dalam kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi. “Ketidaksetaraan kesehatan reproduksi sangat dipengaruhi oleh kualitas dan jangkauan sistem kesehatan serta oleh situasi ketidaksetaraan gender,” ujarnya.
Ketidaksetaraan terlihat dari belum meratanya pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi terutama pada perempuan kelompok penduduk termiskin. Sementara perempuan di kelompok dengan kekayaan tertinggi umumnya memiliki akses jangkauan layanan yang lebih lengkap dengan kualitas tinggi.
Isu gender dalam kesehatan reproduksi antara lain terlihat pada kesehatan ibu dan bayi serta angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi. Kemudian ketidakberdayaan perempuan dalam mengambil keputusan (untuk kapan hamil dan di mana akan melahirkan), sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan laki-laki dan permasalahan keluarga berencana seperti tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB .
Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) menjadi salah satu langkah tepat untuk meningkatan kesetaraan, khususnya kesetaraan gender dalam kesehatan reproduksi, meningkatkan kesehatan ibu, serta memerangi HIV/AIDS, serta penyakit menular seksual melalui Program KB dan Kesehatan Reproduksi serta peningkatan partisipasi pria dalam ber-KB dan kesehatan reproduksi.
Surya berharap, peluncuran Laporan Situasi Kependudukan Dunia 2017 dapat memberikan sumbangsih kepada negara dan meningkatkan komitmen dalam melakukan upaya mengurangi ketidaksetaraan kesehatan dan hak reproduksi termasuk keluarga berencana.
Ramah Perempuan
Wakil Rektor 4 Universitas Brawijaya bidang Kerja Sama, Sasmito Djati MS mengatakan, program BKKBN akan berdampak pada perguruan tinggi sekitar 15-20 tahun ke depan. Menurutnya, perguruan tinggi yang akan menerima dampaknya, baik atau buruk.
“Karena perguruan tinggi harus ikut membantu program Keluarga Berencana supaya anak menjadi berkualitas karena menjadi generasi penerus ke depan,” ujarnya.
Menyinggung ketidaksetaraan gender yang disoroti dalam laporan tahunan situasi kependudukan dunia tersebut, Sasmito mengatakan wujud kesetaraan gender mestinya dengan membuat progam ramah perempuan. Dia mencontohkan Univeritas Brawijaya sudah mengonsep bangunan smart gender.
“Bangunan smart gender itu antara lain memiliki lactation room yang nyaman bagi perempuan menyusui. Ternyata sampai sekarang belum terwujud, karena masih sulit. Padahal ini penting,” ujarnya.
Peluncuran Laporan Situasi Kependudukan Dunia 2017 juga dirayakan dengan diskusi panel kesetaraan dan kependudukan, serta pemutaran video SWOR Report 2017. Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty mengatakan, pihaknya sengaja mengambil tempat di perguruan tinggi guna melibatkan akademisi untuk penelitian dan pengabdian masyarakat serta para mahasiswa untuk melakukan kuliah kerja nyata tematik di daerah. “Temanya selalu ditekankan pada kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga,” katanya dalam rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (17/10/2017).
Tema ketidaksetaraan diambil karena kesehatan reproduksi berhubungan dengan ketimpangan ekonomi yang berkorelasi dengan ketidaksetaraan dalam kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi. “Ketidaksetaraan kesehatan reproduksi sangat dipengaruhi oleh kualitas dan jangkauan sistem kesehatan serta oleh situasi ketidaksetaraan gender,” ujarnya.
Ketidaksetaraan terlihat dari belum meratanya pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi terutama pada perempuan kelompok penduduk termiskin. Sementara perempuan di kelompok dengan kekayaan tertinggi umumnya memiliki akses jangkauan layanan yang lebih lengkap dengan kualitas tinggi.
Isu gender dalam kesehatan reproduksi antara lain terlihat pada kesehatan ibu dan bayi serta angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi. Kemudian ketidakberdayaan perempuan dalam mengambil keputusan (untuk kapan hamil dan di mana akan melahirkan), sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan laki-laki dan permasalahan keluarga berencana seperti tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB .
Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) menjadi salah satu langkah tepat untuk meningkatan kesetaraan, khususnya kesetaraan gender dalam kesehatan reproduksi, meningkatkan kesehatan ibu, serta memerangi HIV/AIDS, serta penyakit menular seksual melalui Program KB dan Kesehatan Reproduksi serta peningkatan partisipasi pria dalam ber-KB dan kesehatan reproduksi.
Surya berharap, peluncuran Laporan Situasi Kependudukan Dunia 2017 dapat memberikan sumbangsih kepada negara dan meningkatkan komitmen dalam melakukan upaya mengurangi ketidaksetaraan kesehatan dan hak reproduksi termasuk keluarga berencana.
Ramah Perempuan
Wakil Rektor 4 Universitas Brawijaya bidang Kerja Sama, Sasmito Djati MS mengatakan, program BKKBN akan berdampak pada perguruan tinggi sekitar 15-20 tahun ke depan. Menurutnya, perguruan tinggi yang akan menerima dampaknya, baik atau buruk.
“Karena perguruan tinggi harus ikut membantu program Keluarga Berencana supaya anak menjadi berkualitas karena menjadi generasi penerus ke depan,” ujarnya.
Menyinggung ketidaksetaraan gender yang disoroti dalam laporan tahunan situasi kependudukan dunia tersebut, Sasmito mengatakan wujud kesetaraan gender mestinya dengan membuat progam ramah perempuan. Dia mencontohkan Univeritas Brawijaya sudah mengonsep bangunan smart gender.
“Bangunan smart gender itu antara lain memiliki lactation room yang nyaman bagi perempuan menyusui. Ternyata sampai sekarang belum terwujud, karena masih sulit. Padahal ini penting,” ujarnya.
(poe)