BKKBN Juga Wajib Pikirkan Pendidikan Perempuan, Bukan Cuma Kontrasepsi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menciptakan keluarga yang sejahtera dan mandiri bukanlah pekerjaan mudah. Ada banyak indikator atau tolok ukur yang harus ditangani. Salah satunya mencakup pemerataan pendidikan.
Mantan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Haryono Suyono meminta agar BKKBN bukan sekadar memprioritaskan penanganan program Keluarga Berencana (KB). Lebih dari itu, dia mendorong agar lembaga tersebut juga ikut serta dalam menangani masalah kependudukan, di antaranya yaitu membantu pemerintah mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang maju dan unggul.
Haryono menilai BKKBN harus berperan menghasilkan generasi muda, khususnya anak perempuan menjadi cerdas dan maju. Misalnya, dengan melihat kondisi siswa perempuan di sekolah dasar hingga menengah yang berada di desa-desa.
“Kalau tidak separuh muridnya perempuan, berarti anak perempuan tidak sekolah. Kalau tidak sama dengan laki-laki, berarti anak perempuan desa itu tidak sampai ke tingkat SMA,” ujarnya dalam seminar daring memperingati HUT RI ke-75 dan 50 Tahun BKKBN, Selasa (18/8/2020).
(Baca: BKKBN Gandeng BIG Benahi Data Kependudukan Indonesia)
Langkah itu menurutnya mudah. Tidak perlu harus melakukan sensus, survei, tetapi cukup datang saja ke setiap SMP yang ada di setiap desa kecamatan. Upaya itu bisa melibatkan petugas di lapangan dan relawan BKKBN yang tersebar di berbagai daerah.
“Jadi, petugasnya kalau ke desa jangan cuma (sosialisasi) tentang penggunaan kontrasepsi, tapi juga datang ke sekolah. Kalau tidak sampai separuh anak perempuannya, ini berarti BKKBN ikut gagal dalam bidang kependudukannya,” terang dia.
Ketua Dewan Pakar Menteri Desa PDTT itu menilai salah satu kunci keberhasilan dari pembangunan manusia yaitu pendidikan. Bukan diukur dari kepintaran anak, tapi lamanya mereka ikut sekolah resmi, pemerataan pendidikan, kesetaraan dan kerjasama.
(Baca: BKKBN: Bonus Demografi Harus Bisa Menjadi Bonus Kesejahteraan)
Karena itu dirinya meminta agar BKKBN tidak takut untuk menegur bupati maupun camat bila masih banyak anak perempuan di desa yang belum bisa mengakses pendidikan wajib belajar. Termasuk juga, ikut berperan mendidik anak balita di masa sekarang yang akan menjadi generasi berikut pada 2045 nanti atau tepat 100 tahun kemerdekaan Indonesia.
“Kalau perlu sampai anak di keluarga miskin bisa mengikuti pendidikan di tingkat PAUD, SD, SMP, SMA. Karena (peran) BKKBN menjual sumber daya manusia, sumber daya keluarga, dan orang untuk dinaikkan indikatornya menjadi sangat positif,” tukasnya.
Mantan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Haryono Suyono meminta agar BKKBN bukan sekadar memprioritaskan penanganan program Keluarga Berencana (KB). Lebih dari itu, dia mendorong agar lembaga tersebut juga ikut serta dalam menangani masalah kependudukan, di antaranya yaitu membantu pemerintah mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang maju dan unggul.
Haryono menilai BKKBN harus berperan menghasilkan generasi muda, khususnya anak perempuan menjadi cerdas dan maju. Misalnya, dengan melihat kondisi siswa perempuan di sekolah dasar hingga menengah yang berada di desa-desa.
“Kalau tidak separuh muridnya perempuan, berarti anak perempuan tidak sekolah. Kalau tidak sama dengan laki-laki, berarti anak perempuan desa itu tidak sampai ke tingkat SMA,” ujarnya dalam seminar daring memperingati HUT RI ke-75 dan 50 Tahun BKKBN, Selasa (18/8/2020).
(Baca: BKKBN Gandeng BIG Benahi Data Kependudukan Indonesia)
Langkah itu menurutnya mudah. Tidak perlu harus melakukan sensus, survei, tetapi cukup datang saja ke setiap SMP yang ada di setiap desa kecamatan. Upaya itu bisa melibatkan petugas di lapangan dan relawan BKKBN yang tersebar di berbagai daerah.
“Jadi, petugasnya kalau ke desa jangan cuma (sosialisasi) tentang penggunaan kontrasepsi, tapi juga datang ke sekolah. Kalau tidak sampai separuh anak perempuannya, ini berarti BKKBN ikut gagal dalam bidang kependudukannya,” terang dia.
Ketua Dewan Pakar Menteri Desa PDTT itu menilai salah satu kunci keberhasilan dari pembangunan manusia yaitu pendidikan. Bukan diukur dari kepintaran anak, tapi lamanya mereka ikut sekolah resmi, pemerataan pendidikan, kesetaraan dan kerjasama.
(Baca: BKKBN: Bonus Demografi Harus Bisa Menjadi Bonus Kesejahteraan)
Karena itu dirinya meminta agar BKKBN tidak takut untuk menegur bupati maupun camat bila masih banyak anak perempuan di desa yang belum bisa mengakses pendidikan wajib belajar. Termasuk juga, ikut berperan mendidik anak balita di masa sekarang yang akan menjadi generasi berikut pada 2045 nanti atau tepat 100 tahun kemerdekaan Indonesia.
“Kalau perlu sampai anak di keluarga miskin bisa mengikuti pendidikan di tingkat PAUD, SD, SMP, SMA. Karena (peran) BKKBN menjual sumber daya manusia, sumber daya keluarga, dan orang untuk dinaikkan indikatornya menjadi sangat positif,” tukasnya.
(muh)