Kewajiban Pengguna Ponsel Daftar NIK Bisa Tekan Kejahatan ITE
A
A
A
JAKARTA - Komisi Telekomunikasi DPR mendukung penuh upaya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang mewajibkan seluruh pengguna ponsel untuk mendaftarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera di e-KTP dan Kartu Keluarga (KK).
Kebijakan ini diyakini akan sangat efektif dalam menekan kejahatan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena semua pengguna kartu telepon terdaftar dan bisa terlacak.
"Bagus dong, ini kan sebetulnya kebijakan lama yang tidak dijalankan operator sehingga banyak yang tidak masukan NIK tetap dapat menggunakan kartu pra bayar," kata Wakil Ketua Komisi I DPR kepada Koran SINDO di Jakarta, Kamis (12/10/2017).
Meutya melihat, kebijakan ini merupakan kontrol terhadap pengguna kartu telepon agar jelas identitasnya. Selama ini, semua orang dengan bebasnya bisa membeli kartu telepon dimana saja untuk tujuan negatif bahkan menipu, ketika dilaporkan ke polisi nomor itu tidak bisa dilacak.
"Jadi untuk faktor keamanan para pengguna kartu telepon juga," ujar politikus Partai Golkar itu.
Karena itu, Meutya sangat meyakini bahwa kebijakan ini bisa menekan angka kejahatan ITE karena, semua orang yang menggunakan kartu telepon bisa dimintakan pertanggungjawabnya atas apa yang mereka lakukan di dunia maya.
"Jadi tidak ada bedanya dengan dunia nyata," imbuhnya.
Namun demikian, Meutya menambahkan, untuk menjamin keberhasilan kebijakan Kemenkominfo ini, perlu ada kerja sama dengan operator. Operator telepon harus diberikan sanksi jika tidak mendukung kebijakan ini karena kalau tidak akan sama saja dengan sebelumnya.
"Saya belum tahu berhasil atau tidak, tapi harus berhasil. Operator harus kena sanksi jika tidak comply. Sebelum-sebelumnya belum berhasil," tandasnya.
Dukungan serupa disampaikan oleh Anggota Komisi I DPR Evita Nursanty mendukung 1000 persen kebijakan Kominfo tersebut. Menurutnya, sudah saatnya Indonesia menerapkan kebijakan mengenai data pengguna kartu telepon sebagaimana yang sudah diterapkan negara-negara lain sejak lama.
"Saya rasa sudah saatnya kita menerapkan aturan tersebut sebagaimana yang sudah diterapkan oleh negara-negara lain. Di Indonesia saat ini begitu mudahnya mendapatkan kartu (pra bayar)," kata Evita saat dihubungi Koran SINDO di Jakarta.
Evita menilai, kebijakan sinkronisasi data dukcapil dengan kartu telepon bisa sangat membantu menekan angka kejahatan di sektor ITE yang sangat marak saat ini. Seperti misalnya, mendistribusikan informasi hoax lewat berbagai layanan pesan, hal yang berbau SARA, penipuan lewat telepon dan lain-lainnya.
"Adu domba, fitnah dan lain-lainnya, itu semua sulit untuk ditrace (dilacak) oleh penegak hukum," ujar Politikus PDI Perjuangan itu.
Untuk itu, Evita berharap, dengan kebijakan baru ini bisa menurunkan tingkat kejahatan ITE seminimal mungkin. Karena kebijakan ini bisa mempermudah informasi kependudukan dari si pengguna kartu telepon.
"Baik si pembuat dan si pengirim bisa dengan mudah ditrace," pungkasnya.
Kebijakan ini diyakini akan sangat efektif dalam menekan kejahatan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena semua pengguna kartu telepon terdaftar dan bisa terlacak.
"Bagus dong, ini kan sebetulnya kebijakan lama yang tidak dijalankan operator sehingga banyak yang tidak masukan NIK tetap dapat menggunakan kartu pra bayar," kata Wakil Ketua Komisi I DPR kepada Koran SINDO di Jakarta, Kamis (12/10/2017).
Meutya melihat, kebijakan ini merupakan kontrol terhadap pengguna kartu telepon agar jelas identitasnya. Selama ini, semua orang dengan bebasnya bisa membeli kartu telepon dimana saja untuk tujuan negatif bahkan menipu, ketika dilaporkan ke polisi nomor itu tidak bisa dilacak.
"Jadi untuk faktor keamanan para pengguna kartu telepon juga," ujar politikus Partai Golkar itu.
Karena itu, Meutya sangat meyakini bahwa kebijakan ini bisa menekan angka kejahatan ITE karena, semua orang yang menggunakan kartu telepon bisa dimintakan pertanggungjawabnya atas apa yang mereka lakukan di dunia maya.
"Jadi tidak ada bedanya dengan dunia nyata," imbuhnya.
Namun demikian, Meutya menambahkan, untuk menjamin keberhasilan kebijakan Kemenkominfo ini, perlu ada kerja sama dengan operator. Operator telepon harus diberikan sanksi jika tidak mendukung kebijakan ini karena kalau tidak akan sama saja dengan sebelumnya.
"Saya belum tahu berhasil atau tidak, tapi harus berhasil. Operator harus kena sanksi jika tidak comply. Sebelum-sebelumnya belum berhasil," tandasnya.
Dukungan serupa disampaikan oleh Anggota Komisi I DPR Evita Nursanty mendukung 1000 persen kebijakan Kominfo tersebut. Menurutnya, sudah saatnya Indonesia menerapkan kebijakan mengenai data pengguna kartu telepon sebagaimana yang sudah diterapkan negara-negara lain sejak lama.
"Saya rasa sudah saatnya kita menerapkan aturan tersebut sebagaimana yang sudah diterapkan oleh negara-negara lain. Di Indonesia saat ini begitu mudahnya mendapatkan kartu (pra bayar)," kata Evita saat dihubungi Koran SINDO di Jakarta.
Evita menilai, kebijakan sinkronisasi data dukcapil dengan kartu telepon bisa sangat membantu menekan angka kejahatan di sektor ITE yang sangat marak saat ini. Seperti misalnya, mendistribusikan informasi hoax lewat berbagai layanan pesan, hal yang berbau SARA, penipuan lewat telepon dan lain-lainnya.
"Adu domba, fitnah dan lain-lainnya, itu semua sulit untuk ditrace (dilacak) oleh penegak hukum," ujar Politikus PDI Perjuangan itu.
Untuk itu, Evita berharap, dengan kebijakan baru ini bisa menurunkan tingkat kejahatan ITE seminimal mungkin. Karena kebijakan ini bisa mempermudah informasi kependudukan dari si pengguna kartu telepon.
"Baik si pembuat dan si pengirim bisa dengan mudah ditrace," pungkasnya.
(maf)