Dinilai Janggal, KY Diminta Periksa Hakim Praperadilan Setya Novanto
A
A
A
JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) diminta memeriksa Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) Cepi Iskandar yang mengabulkan gugatan praperadilan Ketua DPR Setya Novanto. Putusan praperadilan Setya Novanto itu dinilai janggal.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai Hakim Cepi Iskandar secara nyata mengesampingkan fakta bahwa bukti-bukti yang dijadikan dasar untuk menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka masih dalam penyitaan perkara yang lain. Apalagi, kata dia perkara Setya Novanto dengan perkara terdakwa kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Irman dan Sugiharto adalah perkara yang berkaitan.
"Komisi Yudisial harus turun tangan memeriksa hakim untuk meneliti apakah pendapat hakim. Apakah hanya sekadar tindakan unprofesional ataukah dugaan hakim menerima sesuatu dalam memutuskan perkara tersebut," ujar Fickar dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Sabtu (30/9/2017).
Dia menambahkan, Hakim Cepi Iskandar dinilai telah mengingkari ketentuan Pasal 44 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia menuturkan, Hakim Cepi Iskandar mengesampingkan kenyataan bahwa perkara Setya Novanto merupakan satu kesatuan dengan perkara dua terdakwa e-KTP sebelumnya. (Baca: ICW Ungkap 6 Kejanggalan Putusan Praperadilan Setya Novanto)
Dia menerangkan, mengacu ketentuan Pasal 44 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan jika penyelidik telah mendapatkan dua alat bukti cukup, maka penyelidik menyerahkan kepada KPK dan lembaga antikorupsi itu melaksanakan penyidikan. Atas dasar itu, menurutnya KPK dapat menetapkan kembali Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP berdasarkan alat bukti yang telah didapatkan dalam penyidikan.
"Yaitu keterangan saksi, ahli, surat setelah meningkatkan penyidikan dan Sprindik baru," katanya.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai Hakim Cepi Iskandar secara nyata mengesampingkan fakta bahwa bukti-bukti yang dijadikan dasar untuk menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka masih dalam penyitaan perkara yang lain. Apalagi, kata dia perkara Setya Novanto dengan perkara terdakwa kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Irman dan Sugiharto adalah perkara yang berkaitan.
"Komisi Yudisial harus turun tangan memeriksa hakim untuk meneliti apakah pendapat hakim. Apakah hanya sekadar tindakan unprofesional ataukah dugaan hakim menerima sesuatu dalam memutuskan perkara tersebut," ujar Fickar dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Sabtu (30/9/2017).
Dia menambahkan, Hakim Cepi Iskandar dinilai telah mengingkari ketentuan Pasal 44 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia menuturkan, Hakim Cepi Iskandar mengesampingkan kenyataan bahwa perkara Setya Novanto merupakan satu kesatuan dengan perkara dua terdakwa e-KTP sebelumnya. (Baca: ICW Ungkap 6 Kejanggalan Putusan Praperadilan Setya Novanto)
Dia menerangkan, mengacu ketentuan Pasal 44 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan jika penyelidik telah mendapatkan dua alat bukti cukup, maka penyelidik menyerahkan kepada KPK dan lembaga antikorupsi itu melaksanakan penyidikan. Atas dasar itu, menurutnya KPK dapat menetapkan kembali Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP berdasarkan alat bukti yang telah didapatkan dalam penyidikan.
"Yaitu keterangan saksi, ahli, surat setelah meningkatkan penyidikan dan Sprindik baru," katanya.
(kur)