Ancam Kekhususan Aceh, UU Pemilu Kembali Digugat
A
A
A
JAKARTA - Keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu kembali digugat. Kali ini, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Muharuddin yang melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan, penggugat mempersoalkan Pasal 571 dan 557 UU Pemilu yang mencabut ketentuan dalam Pasal 57 dan 60 UU Khusus Aceh.
Dua Pasal tersebut mengatur keberadaan Komisi Independen Pemilihan (KIP) dan Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) di tingkat Provinsi Aceh hingga Kabupaten/Kota.
"Pasal (dalam UU Pemilu) tersebut akan menghapus keberadaan KIP dan Panwaslih Aceh sebagai bagian dari kekhususan Aceh," kata Burhanuddin, selaku kuasa hukum pemohon di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (19/9/2017).
Burhanuddin menilai, keberadaan KIP tidak memiliki ekses buruk bagi praktek pemerintahan dan birokrasi. Namun demikian, lanjut dia, ada pesan tersirat di balik keberadaan UU Penyelenggaraan Pemilu yang mendesak agar lembaga KIP ditiadakan.
"Pasal ini membuat Pemerintah Aceh tergusur. Ini tragedi konstitusi," ucap Burhanuddin.
Masih kata Burhanuddin, kelahiran UU baru seyogianya tidak menganulir ketentuan khusus yang diatur di UUlain, salah satunya seperti lembaga KIP dan kekhususan Aceh.
"Undang-undang yang sifatnya umum termasuk bisa mendegradasi pasal yang berlaku khusus," tegas Burhanuddin.
Dalam sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan, penggugat mempersoalkan Pasal 571 dan 557 UU Pemilu yang mencabut ketentuan dalam Pasal 57 dan 60 UU Khusus Aceh.
Dua Pasal tersebut mengatur keberadaan Komisi Independen Pemilihan (KIP) dan Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) di tingkat Provinsi Aceh hingga Kabupaten/Kota.
"Pasal (dalam UU Pemilu) tersebut akan menghapus keberadaan KIP dan Panwaslih Aceh sebagai bagian dari kekhususan Aceh," kata Burhanuddin, selaku kuasa hukum pemohon di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (19/9/2017).
Burhanuddin menilai, keberadaan KIP tidak memiliki ekses buruk bagi praktek pemerintahan dan birokrasi. Namun demikian, lanjut dia, ada pesan tersirat di balik keberadaan UU Penyelenggaraan Pemilu yang mendesak agar lembaga KIP ditiadakan.
"Pasal ini membuat Pemerintah Aceh tergusur. Ini tragedi konstitusi," ucap Burhanuddin.
Masih kata Burhanuddin, kelahiran UU baru seyogianya tidak menganulir ketentuan khusus yang diatur di UUlain, salah satunya seperti lembaga KIP dan kekhususan Aceh.
"Undang-undang yang sifatnya umum termasuk bisa mendegradasi pasal yang berlaku khusus," tegas Burhanuddin.
(maf)