KPK Jebloskan Patrialis Akbar ke Lapas Sukamiskin
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dan koleganya, Kamaludin ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Senin (18/9/2017).
Keduanya dieksekusi karena perkara keduanya dinyatakan sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
"Mereka sedang dalam perjalanan ke Sukamiskin. Semoga tidak ada halangan," ujar Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) perkara suap Patrialis, Lie Putra Setiawan kepada Koran SINDO, Senin (18/9/2017) siang.
Dia mengungkapkan, perkara keduanya dinyatakan inkracht setelah keduanya dan tim penasihat hukum serta JPU menyatakan menerima putusan hakim.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Patrialis.
Pada perkara yang sama Kamaludin divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider pidana kurungan 2 bulan.
Hakim menyatakan Patrialis dalam kapasitas sebagai hakim MK dan Kamaludin sebagai teman karib Patrialis telah terbukti korupsi dengan menerima suap sebesar USD50.000 dan Rp4,043 juta.
Penerimaan tersebut terbagi dua bagian. Patrialis menerima dan menikmati secara sendiri USD10.000 (setara Rp133,53 juta) dan lebih dari Rp4,043 juta. (Baca juga: Ditangkap dan Ditahan KPK, Patrialis Akbar: Saya Dizalimi )
Sementara Kamaludin menerima yang kemudian menikmati sendiri uang USD40.000 (setara Rp534,12 juta).
Suap diterima Patrialis dan Kamaludin dari dua pemberi, yakni Beneficial Owner PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama, CV Sumber Laut Perkasa, dan PT Spekta Selaras Bumi, Basuki Hariman, dan General Manajer PR Impexindo Pratama Ng Fenny.
Suap tersebut untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada Patrialis untuk diadili di MK. Secara spesifik terkait dengan Putusan Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi atau judicial review (JR) atas Undang-Undang Nomor 41/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Uji materi perkara tersebut permohonannya dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi pada 29 Oktober 2015. Hakim memastikan, meski Basuki maupun Fenny tidak tercatat sebagai pemohon dalam uji materi tersebut, tapi penyuapan dilakukan demi kepentingan dan kelangsungan bisnis impor sapi perusahaan Basuki.
Keduanya dieksekusi karena perkara keduanya dinyatakan sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
"Mereka sedang dalam perjalanan ke Sukamiskin. Semoga tidak ada halangan," ujar Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) perkara suap Patrialis, Lie Putra Setiawan kepada Koran SINDO, Senin (18/9/2017) siang.
Dia mengungkapkan, perkara keduanya dinyatakan inkracht setelah keduanya dan tim penasihat hukum serta JPU menyatakan menerima putusan hakim.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Patrialis.
Pada perkara yang sama Kamaludin divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider pidana kurungan 2 bulan.
Hakim menyatakan Patrialis dalam kapasitas sebagai hakim MK dan Kamaludin sebagai teman karib Patrialis telah terbukti korupsi dengan menerima suap sebesar USD50.000 dan Rp4,043 juta.
Penerimaan tersebut terbagi dua bagian. Patrialis menerima dan menikmati secara sendiri USD10.000 (setara Rp133,53 juta) dan lebih dari Rp4,043 juta. (Baca juga: Ditangkap dan Ditahan KPK, Patrialis Akbar: Saya Dizalimi )
Sementara Kamaludin menerima yang kemudian menikmati sendiri uang USD40.000 (setara Rp534,12 juta).
Suap diterima Patrialis dan Kamaludin dari dua pemberi, yakni Beneficial Owner PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama, CV Sumber Laut Perkasa, dan PT Spekta Selaras Bumi, Basuki Hariman, dan General Manajer PR Impexindo Pratama Ng Fenny.
Suap tersebut untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada Patrialis untuk diadili di MK. Secara spesifik terkait dengan Putusan Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi atau judicial review (JR) atas Undang-Undang Nomor 41/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Uji materi perkara tersebut permohonannya dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi pada 29 Oktober 2015. Hakim memastikan, meski Basuki maupun Fenny tidak tercatat sebagai pemohon dalam uji materi tersebut, tapi penyuapan dilakukan demi kepentingan dan kelangsungan bisnis impor sapi perusahaan Basuki.
(dam)