BPK Diminta Audit BUMN
A
A
A
ENAM badan usaha milik negara (BUMN) penerima penyertaan modal negara (PMN) mencatat kerugian tahun lalu. Rapor merah kinerja perusahaan negara tersebut ditanggapi serius pihak DPR RI. Dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dua hari lalu disepakati untuk meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit enam perusahaan pelat merah yang merugi itu.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah terlebih dahulu menyurati BPK untuk mengaudit penyebab kerugian enam BUMN yang telah mendapat suntikan dana dari anggaran negara. Langkah Kemenkeu meminta BPK mengaudit BUMN penerima PMN sebagai bagian dari evaluasi agar dana besar yang disuntikkan tidak sia-sia.
Salah satu tujuan utama penyuntikan dana segar melalui PMN kepada sejumlah BUMN untuk mendongkrak kinerja perusahaan. Karena itu, ketika enam BUMN yakni PT Dok Perkapalan Surabaya (persero), PT Dirgantara Indonesia (persero), PT Perkebunan Nusantara (PTPN persero) III, VII, IX, dan X mengantongi kerugian tentu mengundang pertanyaan, ada masalah apa dengan perusahaan negara tersebut.
Menyoroti kinerja BUMN memang selalu menarik perhatian, apalagi perusahaan negara yang menerima penyertaan modal negara (PMN). Pemerintah berharap perusahaan negara yang mendapat suntikan dana bakal meningkatkan kinerja, yang pada ujungnya bisa memberi kontribusi secara signifikan terhadap negara dalam bentuk dividen.
Belum lama ini, Komisi VI DPR RI telah mengumpulkan sejumlah BUMN untuk mendengar kesanggupan menyisihkan keuntungan atau laba 2017 buat anggaran negara. Sejumlah BUMN sudah memberikan komitmen untuk menyumbangkan dividen, di antaranya 10 dari 26 perusahaan negara yang tergabung dalam usaha pertambangan, industri strategis dan media mengusulkan setoran dividen sebesar Rp8,274 triliun tahun depan atau terjadi kenaikan dibandingkan 2017 yang tercatat sebesar Rp7,815 triliun.
Mengapa 16 perusahaan lainnya tidak membagikan dividen? Kabarnya, selain masih ada perusahaan yang sedang melakukan restrukturisasi, juga ada yang tercatat merugi. Sementara itu, empat perbankan milik negara yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara Tbk menyepakati menyetor dividen ke negara sebesar Rp12,6 triliun dari total target penerimaan dividen dari BUMN sebesar Rp43,6 triliun tahun depan.
Selanjutnya, perusahaan negara di sektor konstruksi, sarana dan prasarana perhubungan menyanggupi bagi dividen untuk kas negara sebesar Rp3,412 triliun pada 2018. BUMN yang tergabung dalam sektor KSPP sebanyak 29, tetapi hanya 17 yang diwajibkan menyetor dividen, selebihnya sedang dalam restrukturisasi hingga yang masih mengalami kerugian. Idealnya BUMN yang mendapatkan PMN bisa berkinerja lebih baik sebelum disuntik modal dari negara sehingga bisa menyumbangkan dividen lebih besar, bukan sebaliknya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah terlebih dahulu menyurati BPK untuk mengaudit penyebab kerugian enam BUMN yang telah mendapat suntikan dana dari anggaran negara. Langkah Kemenkeu meminta BPK mengaudit BUMN penerima PMN sebagai bagian dari evaluasi agar dana besar yang disuntikkan tidak sia-sia.
Salah satu tujuan utama penyuntikan dana segar melalui PMN kepada sejumlah BUMN untuk mendongkrak kinerja perusahaan. Karena itu, ketika enam BUMN yakni PT Dok Perkapalan Surabaya (persero), PT Dirgantara Indonesia (persero), PT Perkebunan Nusantara (PTPN persero) III, VII, IX, dan X mengantongi kerugian tentu mengundang pertanyaan, ada masalah apa dengan perusahaan negara tersebut.
Menyoroti kinerja BUMN memang selalu menarik perhatian, apalagi perusahaan negara yang menerima penyertaan modal negara (PMN). Pemerintah berharap perusahaan negara yang mendapat suntikan dana bakal meningkatkan kinerja, yang pada ujungnya bisa memberi kontribusi secara signifikan terhadap negara dalam bentuk dividen.
Belum lama ini, Komisi VI DPR RI telah mengumpulkan sejumlah BUMN untuk mendengar kesanggupan menyisihkan keuntungan atau laba 2017 buat anggaran negara. Sejumlah BUMN sudah memberikan komitmen untuk menyumbangkan dividen, di antaranya 10 dari 26 perusahaan negara yang tergabung dalam usaha pertambangan, industri strategis dan media mengusulkan setoran dividen sebesar Rp8,274 triliun tahun depan atau terjadi kenaikan dibandingkan 2017 yang tercatat sebesar Rp7,815 triliun.
Mengapa 16 perusahaan lainnya tidak membagikan dividen? Kabarnya, selain masih ada perusahaan yang sedang melakukan restrukturisasi, juga ada yang tercatat merugi. Sementara itu, empat perbankan milik negara yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara Tbk menyepakati menyetor dividen ke negara sebesar Rp12,6 triliun dari total target penerimaan dividen dari BUMN sebesar Rp43,6 triliun tahun depan.
Selanjutnya, perusahaan negara di sektor konstruksi, sarana dan prasarana perhubungan menyanggupi bagi dividen untuk kas negara sebesar Rp3,412 triliun pada 2018. BUMN yang tergabung dalam sektor KSPP sebanyak 29, tetapi hanya 17 yang diwajibkan menyetor dividen, selebihnya sedang dalam restrukturisasi hingga yang masih mengalami kerugian. Idealnya BUMN yang mendapatkan PMN bisa berkinerja lebih baik sebelum disuntik modal dari negara sehingga bisa menyumbangkan dividen lebih besar, bukan sebaliknya.
(thm)