Respons Doli Kurnia Soal Praperadilan Setya Novanto

Jum'at, 08 September 2017 - 19:08 WIB
Respons Doli Kurnia...
Respons Doli Kurnia Soal Praperadilan Setya Novanto
A A A
JAKARTA - Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) mencium aroma konspirasi politik dan ekonomi di balik praperadilan yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Terlebih, praperadilan itu diajukan setelah hampir dua bulan Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

"Saya menengarai ada aroma jalannya skenario konspirasi politik dan ekonomi di balik praperadilan ini," kata Koordinator GMPG Ahmad Doli Kurnia di Kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (8/9/2017).

Adapun KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka pada 17 Juli 2017. Sementara praperadilan itu diajukan pihak Setya Novanto ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 4 September 2017.

"1 setengah bulan lebih. Dan diantara dua bulan itu, kita bisa mengikuti peristiwa-peristiwa yang patut kita curigai bagian dari skenario itu," katanya.

Pertama, terbentuknya panitia khusus (Pansus) hak angket DPR terhadap KPK. Kata Doli, tujuan Pansus angket DPR terhadap KPK semakin terlihat.

"Didirikan Pansus itu untuk apa, mengaburkan korupsi E-KTP, yang kedua itu mau membubarkan KPK. Sudah ada suara-suara yang dikemukakan, paling tidak melemahkan posisinya, mau ditempatkan supervisor aja," paparnya.

Kedua, lanjut dia, kabar dugaan pertemuan Setya Novanto dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali di Surabaya beberapa waktu lalu. Doli mengatakan, pihaknya telah meminta klarifikasi kepada MA mengenai kabar pertemuan Setya Novanto dengan Hatta Ali itu.

"Dan ada informasi tambahan soal ini, pertama, kita harus paham betul bahwa Setya Novanto masih sebagai Ketua DPR. Sebagai Ketua DPR, dia (Setya Novanto, red) masih bisa menggunakan pengaruhnya kepada setiap apa aja yang berhubungan dengan DPR," ungkapnya.

Menurut dia, saat ini MA memiliki kepentingan dengan DPR, yakni mengenai rancangan undang-undang tentang Jabatan Hakim dan revisi undang-undang tentang MA.

"Bagaimana tidak terjadi conflict of interest Ketua DPR yang sudah tersangka, yang pasti berhubungan dengan hakim, dengan peradilan, sementara hakimnya punya kepentingan untuk menentukan nasibnya di DPR melalui undang-undang," bebernya.

Mengenai revisi undang-undang tentang MA, Doli mengatakan bahwa Hatta Ali dua kali terpilih sebagai Ketua MA. "Dan kemarin itu konon katanya akan ada revisi lagi terkait batas umur, kalaau umur itu ditarik jadi 67 tahun, hari itu juga Hatta Ali berhenti jadi Ketua MA," imbuhnya.

Namun, lanjut dia, jika batas umur itu tidak direvisi, Hatta Ali tetap sebagai Ketua MA hingga tahun 2020. "Artinya ada interest yang bisa dikelola Ketua DPR. Kita sulit kemudian mengatakan bahwa peradilan, hakim, itu akan bisa tidak terganggu, karena masing-masing punya kepentingan," tuturnya.

Ketiga, mengenai kehadiran Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Polisi Aris Budiman dalam rapat dengar pendapat Pansus hak angket DPR pada beberapa hari lalu.

"Ada Direktur Penyidikan tiba-tiba nyelonong datang ke Pansus, berjabatan tangan dan menjelek-jelekan lembaganya sendiri. Ini semua menurut saya by design. Setelah semua kejadian segala macem itu, baru lah disimpulkan kita maju praperadilan," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0751 seconds (0.1#10.140)