Rekor-Rekor Korupsi

Sabtu, 26 Agustus 2017 - 07:08 WIB
Rekor-Rekor Korupsi
Rekor-Rekor Korupsi
A A A
PARA koruptor tampaknya tak juga jera, padahal sudah tak terhitung koruptor yang dijebloskan ke hotel prodeo baik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, kejaksaan maupun Tim Satgas Saber Pungli. Wajah para koruptor ini sudah dipampang ke muka publik agar seluruh khalayak tahu betapa mereka sudah melakukan tindakan yang tak terpuji mencuri uang rakyat.

Beberapa memang malu, tetapi banyak yang masih sanggup tersenyum. Sungguh mengerikan. Bahkan rekor baru terus tercipta. Jika tahun lalu ada rekor 17 operasi tangkap tangan (OTT) dalam setahun oleh KPK, tahun ini rekor jumlah OTT terbesar, yaitu Rp20,07 miliar, tercipta.

Lebih mengerikan lagi, banyak koruptor yang belum tertangkap bukannya bertobat ketika melihat para koleganya diciduk, tetapi justru mereka jadi lebih waspada. Para koruptor yang belum tertangkap itu menganggap koleganya yang tertangkap sedang apes. Solusi mereka agar tidak tertangkap bukanlah berhenti korupsi, tetapi menemukan cara lebih canggih untuk mengelabui para penegak hukum.

Inovasi para koruptor ini memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Lihat saja yang paling mutakhir dalam kasus OTT Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono. Uang suap diberikan dalam bentuk kartu anjungan tunai mandiri (ATM) yang telah diisi uang Rp1,17 miliar selain uang tunai senilai Rp18,9 miliar. Penggunaan kartu ATM tentunya untuk meminimalisasi risiko pengungkapan dan penangkapan bila dibandingkan dengan membawa-bawa uang tunai dalam tas.

Inovasi dalam bahasa sandi pun dilakukan tak kalah canggih. Wartawan KORAN SINDO Sabir Laluhu dalam bukunya Metamorfosa Sandi Komunikasi Korupsi (2017) menjabarkan bahwa dari hari ke hari para koruptor menggunakan sandi dalam berkomunikasi. Tujuannya agar pembicaraannya tak langsung dikenali sebagai permintaan uang korupsi andaikata komunikasinya disadap oleh penegak hukum. Misalnya sempat dipakai istilah apel malang dan apel washington yang masing-masing sebagai substitusi uang rupiah dan uang dolar Amerika Serikat.

Para penegak hukum tentu harus berpacu memperkuat diri dalam menghadapi inovasi para koruptor ini. Penindakan tak akan bisa berjalan baik jika para penegak hukum tertinggal di belakang inovasi para koruptor. Bicara penindakan, tentu penegak hukum juga harus memberikan perhatian khusus dalam hal pencegahan yang selama ini tertinggal bila dibandingkan dengan penindakan.

Pencegahan ini selain dalam bentuk penyadaran, juga sangat penting untuk mempersempit ruang gerak para koruptor. Sangat banyak hal yang harus dilakukan, tapi setidaknya beberapa poin berikut ini bisa didorong serius.

Pertama, analisis secara mendalam sistem birokrasi kita dan lakukan pemangkasan potensi pertemuan antara birokrat dengan pihak-pihak yang punya urusan. Pertemuan itulah yang membuka ruang terjadinya korupsi. Presiden Joko Widodo selama ini terlihat sangat peduli dengan e-government, maka sudah saatnya untuk menyeriusi pelaksanaannya.

Kedua, selama ini laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) relatif hanya dijadikan syarat formil bagi para pejabat penyelenggara negara. Laporan ini masih lebih ke sisi deklarasi harta dari pihak penyelenggara negara, tidak ada pendalaman khusus atau audit terhadapnya. Padahal laporan ini sangatlah penting untuk menjaga dan mempersempit ruang terjadinya korupsi. Pertambahan harta yang tidak wajar tentu bisa menjadi salah satu indikator awal dugaan terjadinya korupsi.

Ketiga, perhatikan gaya hidup para pejabat dan penyelenggara negara. Belakangan ini Dirjen Pajak sudah mengumumkan akan memantau aktivitas rakyat Indonesia sebagai wajib pajak bahkan hingga ke media sosialnya untuk mencocokkan apakah pajaknya cocok dengan gaya hidup yang dijalankan.

Bukan tidak mungkin pola tersebut juga dilakukan terhadap para pejabat dan penyelenggara. Bahkan bukan hanya mungkin, melainkan sudah seharusnya hal tersebut dilakukan. Untuk menambah pemasukan yang artinya mengambil uang rakyat dari kantongnya untuk kepentingan bersama saja langkah itu bisa dibenarkan, maka untuk berjaga-jaga agar uang negara tidak dikantongi para koruptor, langkah ini penting dilakukan.

Kita harus membatasi ruang gerak para koruptor, kalau tidak rekor-rekor baru akan terus tercipta.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0800 seconds (0.1#10.140)