Kemenag Lobi Pemerintah Saudi Terkait Aturan Pembayaran Dam
A
A
A
JEDDAH - Masalah dam menjadi perhatian khusus Kementerian Agama. Hal ini mengemuka, saat Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin dan tim Pengawas Haji DPR bertemu di Kantor Daker Jeddah, Selasa (22/8/2017).
Menteri Agama pun berencana membahas dam dalam forum halaqah tersendiri. Sebab, dia menilai masalah dam ini cukup kompleks.
“Dam akan dibahas, tidak hanya tentang hukum syar’i-nya, tapi juga tentang bagaimana mekanisme implementasinya di lapangan. Perlu ada halaqah tersendiri, karena masalahnya cukup kompleks,” kata Menag.
Ada beberapa hal yang dibahas antara Amirulhaj dengan tim Pengawas DPR. Selain soal maraknya percaloan dengan harga variatif, juga terkait adanya aturan baru yang dikeluarkan Pemerintah Arab Saudi.
Pemerintah Saudi telah mengeluarkan aturan baru yang memperketat mekanisme pembayaran dam. Aturan itu melarang pembayaran dam kecuali di tempat resmi (Majazir Al-Masyru’) yang telah ditentukan Pemerintah Saudi. Ketentuan baru itu juga menyebut soal sanksi bagi jemaah yang tidak mematuhi.
Sebagai antisipasi, Lukman Hakim Saifuddin mengaku akan meminta Pemerintah Saudi melalui Muassasah Asia Tenggara untuk memperbanyak counter atau tempat pembayaran Dam. Selain itu, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar Ali juga sudah berkoordinasi dengan Muassasah Asia Tenggara untuk meminta dispensasi karena aturan itu dikeluarkan mendadak.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Sodik Mujahid mendukung jika pemerintah berencana mengorganisir pembayaran dam melalui bank yang ditunjuk Pemerintah Arab Saudi. Menurutnya, jika diorganisir, akan lebih baik bagi kepentingan bangsa. Apalagi selama ini dam dibayar oleh kelompok tertentu dan sebagian di antaranya bisa dikatakan tertipu. Sebab, dam dibelikan kambing yang tidak sesuai standard dan bahkan tidak ada.
“Kami akan dukung dam dipusatkan di Ar-Rajhi. Hanya Kemenag, agar dengan pola pendaman seperti itu, melobi Saudi agar kambing yang dagingnya sudah dipotong, kalau bisa semuanya kembali ke Indonesia,” tuturnya.
“Banyak masyarakat Indonesia yang belum menikmati daging kecuali di musim haji,” sambungnya.
Secara lebih teknis, Naib Amirul Hajj Abdul Mu’thi mengusulkan agar Dam dimasukkan dalam komponen biaya haji. Menurutnya, hal itu bisa mengurangi munculnya praktik percaloan yang selama ini terjadi.
“Ini bisa mengurangi munculnya calo, baik di dalam negeri maupun Saudi, sehingga pembayaran terstandar dan akuntable,” tegasnya.
Temuan di lapangan, tidak sedikit jemaah haji Indonesia yang sudah membayar dam sejak di Tanah Air kepada orang-orang tertentu dengan harga yang variatif, mulai dari SAR400-750 per orang. Sementara Pemerintah Saudi menetapkan biaya dam senilai SAR450.
Menteri Agama pun berencana membahas dam dalam forum halaqah tersendiri. Sebab, dia menilai masalah dam ini cukup kompleks.
“Dam akan dibahas, tidak hanya tentang hukum syar’i-nya, tapi juga tentang bagaimana mekanisme implementasinya di lapangan. Perlu ada halaqah tersendiri, karena masalahnya cukup kompleks,” kata Menag.
Ada beberapa hal yang dibahas antara Amirulhaj dengan tim Pengawas DPR. Selain soal maraknya percaloan dengan harga variatif, juga terkait adanya aturan baru yang dikeluarkan Pemerintah Arab Saudi.
Pemerintah Saudi telah mengeluarkan aturan baru yang memperketat mekanisme pembayaran dam. Aturan itu melarang pembayaran dam kecuali di tempat resmi (Majazir Al-Masyru’) yang telah ditentukan Pemerintah Saudi. Ketentuan baru itu juga menyebut soal sanksi bagi jemaah yang tidak mematuhi.
Sebagai antisipasi, Lukman Hakim Saifuddin mengaku akan meminta Pemerintah Saudi melalui Muassasah Asia Tenggara untuk memperbanyak counter atau tempat pembayaran Dam. Selain itu, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar Ali juga sudah berkoordinasi dengan Muassasah Asia Tenggara untuk meminta dispensasi karena aturan itu dikeluarkan mendadak.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Sodik Mujahid mendukung jika pemerintah berencana mengorganisir pembayaran dam melalui bank yang ditunjuk Pemerintah Arab Saudi. Menurutnya, jika diorganisir, akan lebih baik bagi kepentingan bangsa. Apalagi selama ini dam dibayar oleh kelompok tertentu dan sebagian di antaranya bisa dikatakan tertipu. Sebab, dam dibelikan kambing yang tidak sesuai standard dan bahkan tidak ada.
“Kami akan dukung dam dipusatkan di Ar-Rajhi. Hanya Kemenag, agar dengan pola pendaman seperti itu, melobi Saudi agar kambing yang dagingnya sudah dipotong, kalau bisa semuanya kembali ke Indonesia,” tuturnya.
“Banyak masyarakat Indonesia yang belum menikmati daging kecuali di musim haji,” sambungnya.
Secara lebih teknis, Naib Amirul Hajj Abdul Mu’thi mengusulkan agar Dam dimasukkan dalam komponen biaya haji. Menurutnya, hal itu bisa mengurangi munculnya praktik percaloan yang selama ini terjadi.
“Ini bisa mengurangi munculnya calo, baik di dalam negeri maupun Saudi, sehingga pembayaran terstandar dan akuntable,” tegasnya.
Temuan di lapangan, tidak sedikit jemaah haji Indonesia yang sudah membayar dam sejak di Tanah Air kepada orang-orang tertentu dengan harga yang variatif, mulai dari SAR400-750 per orang. Sementara Pemerintah Saudi menetapkan biaya dam senilai SAR450.
(pur)