Mendagri Klaim Presidential Threshold Perkuat Sistem Presidensial
A
A
A
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menolak anggapan bahwa usulan pemerintah untuk menerapkan presidential threshold, strategi untuk mengarahkan agar calon presiden (capres) yang muncul adalah calon tunggal.
Tjahjo membantah hal itu karena selama dua kali pilpres penerapan presidential threshold 20 dan 25 persen, tidak menjadi persoalan. Menurutnya, pilpres pernah diikuti oleh lima pasang calon, bahkan pada 2014 diikuti 2 pasang calon.
"Karena undang-undang Dasar katakan parpol atau gabungan parpol yang punya kewenangan mencalonkan calon presiden dan cawapres," ujar Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/7/2017).
Menurutnya, jika ada kalangan elite parpol yang berpandangan bahwa presidential threshold adalah kepentingan pemerintah, hal itu sulit dibuktikan. Sebab, dalam undang-undang baru tidak disebutkan calon tunggal.
"Ini agar memperkuat sistem pemerintahan presidensiil (presidensial). Itu saja. Pilkada juga sama, 20 dan 25 enggak ada yang protes," katanya.
(Baca juga: Gerindra Konsisten Presidential Threshold 0%)
Menteri asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan pemilu serentak tidak secara implisit melarang penerapan presidential threshold.
Menurutnya, jika akhirnya Pemerintah memilih tidak melanjutkan pembahasan tersebut, maka pihaknya bisa mengklaim kembali atau menggunakan undang-undang pemilu yang lama.
"Soal teknisnya ada yang enggak setuju dan menggugat ke MK, silakan. Semua undang-undang pasti akan digugat ke MK. Itu hak warga negara," tandasnya.
Tjahjo membantah hal itu karena selama dua kali pilpres penerapan presidential threshold 20 dan 25 persen, tidak menjadi persoalan. Menurutnya, pilpres pernah diikuti oleh lima pasang calon, bahkan pada 2014 diikuti 2 pasang calon.
"Karena undang-undang Dasar katakan parpol atau gabungan parpol yang punya kewenangan mencalonkan calon presiden dan cawapres," ujar Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/7/2017).
Menurutnya, jika ada kalangan elite parpol yang berpandangan bahwa presidential threshold adalah kepentingan pemerintah, hal itu sulit dibuktikan. Sebab, dalam undang-undang baru tidak disebutkan calon tunggal.
"Ini agar memperkuat sistem pemerintahan presidensiil (presidensial). Itu saja. Pilkada juga sama, 20 dan 25 enggak ada yang protes," katanya.
(Baca juga: Gerindra Konsisten Presidential Threshold 0%)
Menteri asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan pemilu serentak tidak secara implisit melarang penerapan presidential threshold.
Menurutnya, jika akhirnya Pemerintah memilih tidak melanjutkan pembahasan tersebut, maka pihaknya bisa mengklaim kembali atau menggunakan undang-undang pemilu yang lama.
"Soal teknisnya ada yang enggak setuju dan menggugat ke MK, silakan. Semua undang-undang pasti akan digugat ke MK. Itu hak warga negara," tandasnya.
(maf)