Ironi Dibalik Lancarnya Arus Mudik

Jum'at, 14 Juli 2017 - 09:12 WIB
Ironi Dibalik Lancarnya Arus Mudik
Ironi Dibalik Lancarnya Arus Mudik
A A A
Moh Nizar Zahro
Anggota DPR dari Partai Gerindra,
Ketua Umum Satuan Relawan Indonesia Raya (SATRIA)


DALAM
beberapa kesempatan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan bahwa arus mudik 2017 bisa berjalan lancar karena kinerja aparat pemerintahan yang sigap dalam menyiapkan dan mengawal jalannya arus mudik. Di antara yang dibanggakan adalah keberanian memfungsikan Tol Brexit-Gringsing sehingga tidak terjadi kemacetan parah sebagaimana terjadi dalam arus mudik 2016.

Pernyataan Menteri Perhubungan diikuti luapan kegembiraan berlebihan dari pendukung fanatik Presiden Jokowi yang di antaranya menorehkan pernyataan bernada provokatif, yakni "baru di era Jokowi mudik dapat berjalan lancar". Kemudian juga disebar ucapan terima kasih Jokowi sebagai simbol untuk mempertegas bahwa kelancaran mudik ini benar-benar merupakan buah dari kerja keras pemerintahan Jokowi.

Namun, pernyataan Menteri Perhubungan hanya didasari sepenggal fakta saja, yaitu arus mudik yang berjalan lancar tanpa ada kemacetan berarti. Namun, fakta-fakta lainnya tidak dikemukakan sebagaimana mestinya. Padahal fakta-fakta tersebut sangat penting untuk membaca kondisi arus mudik secara keseluruhan, bahkan lebih dari itu bisa memotret kondisi kesejahteraan rakyat di bawah pemerintahan Jokowi.

Sebetulnya dari data-data di lapangan menunjukkan adanya angka penurunan pada arus mudik 2017 sebagaimana data dari Posko Mudik Kementerian Perhubungan bahwa pada H-2 pemudik dengan kendaraan darat hanya berjumlah 1.173.010 pemudik. Sementara tahun 2016 lalu pada hari yang sama jumlah pemudik angkutan darat mencapai 2.299.873. Itu artinya ada penurunan 1.126.863 pemudik.

Selanjutnya total pemudik yang melakukan penyeberangan tahun ini sebanyak 1.430.694, padahal tahun 2016 ada sekitar 1.788.629 penyeberangan. Pemudik yang menggunakan kereta api pada H-2 tahun 2016 ada 1.621.937 orang dan tahun 2017 ini menurun dengan jumlah 1.291.923 orang. Untuk angkutan laut tahun 2016 ada 494.910 angkutan dan tahun 2017 hanya ada sekitar 453.516 angkutan. Artinya ada penurunan 41.394 angkutan.

Memang data yang di atas baru bicara hingga H-2 Lebaran, tapi jika membaca pernyataan Direktur Utama Jasa Marga Desi Arryani yang menyatakan, puncak arus mudik di Gerbang Tol Cikarang Utama terjadi pada H-4, maka data yang dilansir dari Posko Mudik Kementerian Perhubungan sudah cukup dijadikan pijakan telah terjadi penurunan pemudik.

Bahkan, acara mudik gratis yang diselenggarakan Kementerian Perhubungan juga kekurangan peminat. Mudik bareng dengan moda kereta api menyisakan bangku kosong sebanyak 1.000 bangku. Kondisi lebih parah terjadi pada mudik gratis dengan moda kapal laut hanya terisi 60% dari kapasitas yang disediakan. KM Dobonsolo yang mampu mengangkut 1.250 sepeda motor pada pemberangkatan 17 Juni 2017 dengan rute Tanjung Priok Jakarta-Tanjung Emas Semarang hanya mengangkut 113 sepeda motor saja yang sangat jauh dari harapan.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa banyak rakyat tahun lalu bisa merayakan Lebaran di kampung halaman, tetapi tahun ini tidak bisa mudik. Melihat begitu banyaknya rakyat tidak bisa mudik mestinya menjadi perhatian pemerintah untuk mencari tahu apa penyebab rakyat tidak bisa mudik. Namun sayangnya, pemerintah lebih bersemangat mengumumkan bahwa mudik berjalan lancar dan menjadikannya sebagai kampanye pencitraan.

Padahal bila diamati secara saksama akan dengan mudah didapat penyebab menurunnya jumlah pemudik. Indikator ke arah situ sudah disampaikan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani yang menyatakan hampir semua perusahaan ritel mengeluhkan turunnya daya beli masyarakat pada Lebaran tahun ini. karena itu, penjualan berbagai produk jauh menurun dibandingkan denan tahun-tahun sebelumnya. Produk batik, misalnya, mengalami penurunan hingga 20% yang menurut para pengusaha batik, penurunan paling parah untuk pertama kalinya.

Dari pernyataan Ketua Apindo tersebut bisa ditarik benang merah bahwa telah terjadi penurunan daya beli masyarakat. Fakta tersebut telah menjawab analisis yang disampaikan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati bahwa kenaikan TDL telah menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat dan juga telah mengerek angka inflasi hingga mencapai 0,69% pada Juni 2017. Jadi kebijakan kenaikan TDL-lah menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat yang kemudian berdampak terhadap menurunnya jumlah pemudik sehingga menyebabkan arus mudik menjadi lancar sebagaimana diklaim oleh pemerintah.

Selain kenaikan TDL, sebetulnya ada faktor lagi menyebabkan jumlah pemudik mengalami penurunan, yakni waktu mudik hampir berbarengan dengan tahun ajaran baru. Bagi orang tua yang memiliki anak usia sekolah tentu akan membutuhkan dana cukup untuk biaya anak sekolah. Jika daya belinya menurun, akan dihadapkan pada dua pilihan, yakni membiayai anak sekolah atau mudik. Karena itu, sudah bisa dipastikan mayoritas orang tua akan mendahulukan pendidikan anak dibanding melakukan mudik.

Oleh karena itu, lancarnya arus mudik jangan lantas menjadikan pemerintah berbesar hati. Memang harus diakui juga bahwa persiapan pemerintah, kerja aparat di lapangan, dan pembangunan infrastruktur, turut andil dalam memperlancar arus mudik 2017. Namun, ada fakta telah terjadi penurunan jumlah pemudik yang tidak bisa dianggap sebelah mata. Ironi di balik lancarnya arus mudik adalah daya beli masyarakat menurun karena dampak kenaikan TDL sehingga bagi rakyat penghasilannya pas-pasan lebih memilih tidak mudik. Hal ini jadi tugas pemerintahlah untuk segera memperbaiki daya beli masyarakat agar bisa segera pulih seperti sedia kala.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9476 seconds (0.1#10.140)