Selesaikan Korupsi di Kejaksaan seperti Mengurai Benang Kusut
A
A
A
JAKARTA - Operasi tangkap tangan (OTT) terhadap oknum Jaksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa waktu lalu, menuai respons dari internal Kejaksaan.
Beberapa Jaksa menyebut KPK melakukan OTT recehan. Ada pula yang menyinggung soal keterbatasan anggaran yang dihadapi para Jaksa.
Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Universitas Indonesia (UI), Choky Ramadhan mengatakan, penangkapan oknum Jaksa oleh KPK tentu mencuatkan kembali permasalahan korupsi di Kejaksaan yang belum selesai dibenahi.
Choky menjelaskan, ada banyak faktor yang harus diperbaiki di internal kejaksaan, mulai dari kualitas SDM, integritas, checks and balances, struktur organisasi, hingga masalah anggaran perkara.
"Menyelesaikan korupsi di Kejaksaan memang seperti mengurai benang kusut," kata Choky kepada SINDOnews, Jumat (16/6/2017).
Dia mengungkapkan, kurangnya anggaran penanganan perkara menjadi salah satu faktor utama Jaksa melakukan korupsi. Permasalahan anggaran ini, kata Choky, akan membuka potensi praktik korupsi untuk menutupi kekurangan anggaran.
(Baca juga: Banyak Jaksa Ditangkap, Penegakan Hukum Era Jokowi Tercoreng)
Akibat buruknya, kata Choky, adalah berupa potensi membuka celah ruang transaksi dengan pihak lain sekadar memenuhi kebutuhan untuk menangani perkara, berupa tidak memproses satu perkara atau memproses dengan rekayasa.
Permasalahan anggaran ini lanjut Choky, juga akan membuka potensi adanya kasus-kasus yang terbengkalai. Hal ini terjadi di beberapa Kejaksaan Negeri. Karena jumlah alokasi perkara tidak sesuai dengan realisasi perkara, maka Kejaksaan Negeri tidak menangani perkara yang akan masuk karena biaya operasional sudah habis.
Pada akhirnya, proses penegakan hukum menjadi terhambat. Karenanya, MaPPI mendesak agar rentetan kasus korupsi yang terjadi di dalam institusi Kejaksaan harus dijadikan momentum melakukan perubahan di internal Kejaksaan.
"Pemberantasan korupsi harus didukung dengan perbaikan sistem yang transparan dan akuntabel. Dengan demikian diharapkan tidak ada lagi Jaksa yang bermain perkara karena anggaran yang bermasalah," ucap Choky.
Beberapa Jaksa menyebut KPK melakukan OTT recehan. Ada pula yang menyinggung soal keterbatasan anggaran yang dihadapi para Jaksa.
Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Universitas Indonesia (UI), Choky Ramadhan mengatakan, penangkapan oknum Jaksa oleh KPK tentu mencuatkan kembali permasalahan korupsi di Kejaksaan yang belum selesai dibenahi.
Choky menjelaskan, ada banyak faktor yang harus diperbaiki di internal kejaksaan, mulai dari kualitas SDM, integritas, checks and balances, struktur organisasi, hingga masalah anggaran perkara.
"Menyelesaikan korupsi di Kejaksaan memang seperti mengurai benang kusut," kata Choky kepada SINDOnews, Jumat (16/6/2017).
Dia mengungkapkan, kurangnya anggaran penanganan perkara menjadi salah satu faktor utama Jaksa melakukan korupsi. Permasalahan anggaran ini, kata Choky, akan membuka potensi praktik korupsi untuk menutupi kekurangan anggaran.
(Baca juga: Banyak Jaksa Ditangkap, Penegakan Hukum Era Jokowi Tercoreng)
Akibat buruknya, kata Choky, adalah berupa potensi membuka celah ruang transaksi dengan pihak lain sekadar memenuhi kebutuhan untuk menangani perkara, berupa tidak memproses satu perkara atau memproses dengan rekayasa.
Permasalahan anggaran ini lanjut Choky, juga akan membuka potensi adanya kasus-kasus yang terbengkalai. Hal ini terjadi di beberapa Kejaksaan Negeri. Karena jumlah alokasi perkara tidak sesuai dengan realisasi perkara, maka Kejaksaan Negeri tidak menangani perkara yang akan masuk karena biaya operasional sudah habis.
Pada akhirnya, proses penegakan hukum menjadi terhambat. Karenanya, MaPPI mendesak agar rentetan kasus korupsi yang terjadi di dalam institusi Kejaksaan harus dijadikan momentum melakukan perubahan di internal Kejaksaan.
"Pemberantasan korupsi harus didukung dengan perbaikan sistem yang transparan dan akuntabel. Dengan demikian diharapkan tidak ada lagi Jaksa yang bermain perkara karena anggaran yang bermasalah," ucap Choky.
(maf)