Pemerataan Ekonomi
A
A
A
SEPARUH ekonomi Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, terutama di wilayah Jakarta, Kabupaten Bekasi, Bogor, dan Tangerang. Kenyataan itu mengingatkan bahwa tugas pemerintah untuk mewujudkan pemerataan ekonomi ke seluruh wilayah Indonesia masih memerlukan kerja keras.
Hal itu terungkap dalam publikasi terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) yang memuat pertumbuhan ekonomi menembus 5,01% pada triwulan pertama 2017 yang sekitar 58,49% perekonomian tersebut berputar di Pulau Jawa dengan angka pertumbuhan mencapai 5,66%.
Mencermati pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tiga bulan pertama pada tahun ini memberi optimisme tersendiri. Setidaknya terjadi pertumbuhan yang tercatat sekitar 5,01% disertai Indeks Tendensi Bisnis (ITB) pada level 103,42.
Pertumbuhan tersebut sedikit lebih tinggi daripada periode yang sama tahun lalu yang sebesar 4,92%. Dan secara umum sebagaimana ditegaskan Kepala BPS Kecuk Suhariyanto saat mengumumkan pertumbuhan ekonomi pekan lalu, kondisi bisnis Indonesia lebih baik.
BPS mencatat terdapat 12 kategori bisnis yang mengalami peningkatan, 4 kategori turun, dan 1 kategori dalam kondisi stagnan. Sayangnya hal itu belum diiringi optimisme yang tinggi dari kalangan pelaku bisnis.
Pertumbuhan ekonomi yang masih bisa melaju di atas 5% pada kuartal pertama tahun ini ditopang dari sisi pengeluaran, di antaranya konsumsi rumah tangga yang berada di level 4,93%. Namun angka konsumsi rumah tangga tersebut sedikit menipis bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sekitar 4,97%.
Laju pengeluaran konsumsi rumah tangga yang melambat itu, berdasarkan versi BPS, disebabkan dorongan pendapatan kelas menengah dan bawah yang mengalami perlambatan. Dicontohkan, upah minimum provinsi (UMP) hanya tumbuh 9,15% lebih lambat dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sekitar 12,43%.
Selain itu, masih berdasarkan publikasi BPS, panen raya untuk harga gabah turun yang diiringi upah riil buruh tani yang terkontraksi 0,53%. Nilai tukar petani pun terkontraksi 1,60%.
Begitu pula kredit konsumsi dari perbankan mengalami pelambatan yang hanya berada di level 8,75% dan pembiayaan multiguna mengalami kontraksi negatif 9,07%. Pelambatan juga terjadi untuk konsumsi barang mewah kelas atas.
BPS mencatat pembelian barang mewah terkontraksi di level 21,39%, padahal sebelumnya bertengger di level 8,80%. Begitu pula pembelian mobil di atas 1.500 cc yang mencatat pelambatan 3,77% dari triwulan pertama tahun lalu yang tumbuh sekitar 14,76%.
Meski pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2017 tumbuh tipis bila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2016, rupanya hal itu membuat sedikit kecewa Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution. Pasalnya mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu berharap bahwa membaiknya harga komoditas sejak awal tahun seharusnya dapat memacu pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih besar lagi.
Walau demikian Darmin berharap pertumbuhan ekonomi di atas 5% hendaknya tetap dijaga dari kuartal ke kuartal sehingga pada akhir tahun pertumbuhan ekonomi bisa menembus 5,3% atau di atas target yang dipatok pemerintah sekitar 5,1%.
Lalu apa kata pengusaha? Bagi dunia usaha, pertumbuhan ekonomi 5,01% pada tiga bulan awal tahun ini masih berat untuk memutar roda sektor riil lebih kencang di tengah melemahnya daya beli masyarakat.
Meski demikian Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani lebih bisa memahami bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal pertama yang relatif tipis daripada kuartal lainnya memang lazim terjadi. Kita berharap, pertumbuhan ekonomi pada kuartal berikutnya lebih bagus, apalagi kuartal kedua ini akan diwarnai Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Lebaran di mana tingkat konsumsi masyarakat lebih tinggi daripada bulan biasa.
Suara senada yang rada kecewa juga berhembus dari BI. Pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2017 yang sekitar 5,01% dinilai tidak terlalu menggembirakan. Padahal sebelumnya prediksi bank sentral terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun ini di bawah 5%.
Apa yang membuat pihak BI tak begitu bersemangat menyambut pertumbuhan ekonomi kuartal pertama? Sejumlah indikator menjadi sorotan, di antaranya secara kawasan pertumbuhan ekonomi masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Ke depan, pihak BI menilai pemerintah harus memiliki formulasi efektif agar pertumbuhan ekonomi lebih merata ke segala penjuru wilayah Indonesia.
Hal itu terungkap dalam publikasi terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) yang memuat pertumbuhan ekonomi menembus 5,01% pada triwulan pertama 2017 yang sekitar 58,49% perekonomian tersebut berputar di Pulau Jawa dengan angka pertumbuhan mencapai 5,66%.
Mencermati pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tiga bulan pertama pada tahun ini memberi optimisme tersendiri. Setidaknya terjadi pertumbuhan yang tercatat sekitar 5,01% disertai Indeks Tendensi Bisnis (ITB) pada level 103,42.
Pertumbuhan tersebut sedikit lebih tinggi daripada periode yang sama tahun lalu yang sebesar 4,92%. Dan secara umum sebagaimana ditegaskan Kepala BPS Kecuk Suhariyanto saat mengumumkan pertumbuhan ekonomi pekan lalu, kondisi bisnis Indonesia lebih baik.
BPS mencatat terdapat 12 kategori bisnis yang mengalami peningkatan, 4 kategori turun, dan 1 kategori dalam kondisi stagnan. Sayangnya hal itu belum diiringi optimisme yang tinggi dari kalangan pelaku bisnis.
Pertumbuhan ekonomi yang masih bisa melaju di atas 5% pada kuartal pertama tahun ini ditopang dari sisi pengeluaran, di antaranya konsumsi rumah tangga yang berada di level 4,93%. Namun angka konsumsi rumah tangga tersebut sedikit menipis bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sekitar 4,97%.
Laju pengeluaran konsumsi rumah tangga yang melambat itu, berdasarkan versi BPS, disebabkan dorongan pendapatan kelas menengah dan bawah yang mengalami perlambatan. Dicontohkan, upah minimum provinsi (UMP) hanya tumbuh 9,15% lebih lambat dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sekitar 12,43%.
Selain itu, masih berdasarkan publikasi BPS, panen raya untuk harga gabah turun yang diiringi upah riil buruh tani yang terkontraksi 0,53%. Nilai tukar petani pun terkontraksi 1,60%.
Begitu pula kredit konsumsi dari perbankan mengalami pelambatan yang hanya berada di level 8,75% dan pembiayaan multiguna mengalami kontraksi negatif 9,07%. Pelambatan juga terjadi untuk konsumsi barang mewah kelas atas.
BPS mencatat pembelian barang mewah terkontraksi di level 21,39%, padahal sebelumnya bertengger di level 8,80%. Begitu pula pembelian mobil di atas 1.500 cc yang mencatat pelambatan 3,77% dari triwulan pertama tahun lalu yang tumbuh sekitar 14,76%.
Meski pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2017 tumbuh tipis bila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2016, rupanya hal itu membuat sedikit kecewa Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution. Pasalnya mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu berharap bahwa membaiknya harga komoditas sejak awal tahun seharusnya dapat memacu pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih besar lagi.
Walau demikian Darmin berharap pertumbuhan ekonomi di atas 5% hendaknya tetap dijaga dari kuartal ke kuartal sehingga pada akhir tahun pertumbuhan ekonomi bisa menembus 5,3% atau di atas target yang dipatok pemerintah sekitar 5,1%.
Lalu apa kata pengusaha? Bagi dunia usaha, pertumbuhan ekonomi 5,01% pada tiga bulan awal tahun ini masih berat untuk memutar roda sektor riil lebih kencang di tengah melemahnya daya beli masyarakat.
Meski demikian Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani lebih bisa memahami bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal pertama yang relatif tipis daripada kuartal lainnya memang lazim terjadi. Kita berharap, pertumbuhan ekonomi pada kuartal berikutnya lebih bagus, apalagi kuartal kedua ini akan diwarnai Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Lebaran di mana tingkat konsumsi masyarakat lebih tinggi daripada bulan biasa.
Suara senada yang rada kecewa juga berhembus dari BI. Pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2017 yang sekitar 5,01% dinilai tidak terlalu menggembirakan. Padahal sebelumnya prediksi bank sentral terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun ini di bawah 5%.
Apa yang membuat pihak BI tak begitu bersemangat menyambut pertumbuhan ekonomi kuartal pertama? Sejumlah indikator menjadi sorotan, di antaranya secara kawasan pertumbuhan ekonomi masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Ke depan, pihak BI menilai pemerintah harus memiliki formulasi efektif agar pertumbuhan ekonomi lebih merata ke segala penjuru wilayah Indonesia.
(poe)