Wacana Hapus Presidential Threshold Perkuat Identitas Partai
A
A
A
JAKARTA - Rencana penghapusan ambang batas pemilihan presiden (presidential threshold) di dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Pemilu, dianggap sudah tepat.
Hilangnya aturan ini akan memperkuat identitas partai yang bisa mengusung kadernya sendiri di pemilu yang berlangsung secara serentak tersebut.
"Ambang batas 0 persen itu lebih menguntungkan dan lebih memperkuat identitas partai, karena bisa mengusung kader parpolnya untuk DPR dan calon presiden," ujar Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, di Gedung LIPI, Jakarta Rabu (3/5/2017).
Menurut Titi, ambang batas pemilihan presiden sendiri justru selama ini memaksa partai untuk berkoalisi mengusung calon tertentu dalam pemilihan presiden. Padahal mungkin saja di partai tersebut memiliki kader yang lebih potensial menjadi pemimpin lima tahun kedepan.
"Ada ambang batas presiden maka peluang partai untuk mengangkat figur menjadi tertutup. Partai dipaksa untuk berkoalisi tanpa bisa menampilkan calon yang ingin dia usung," tutur Titi.
(Baca juga: RUU Pemilu Akan Perketat Sumbangan Dana Kampanye)
Titi melanjutkan, dengan proses yang seperti itu maka geliat kaderisasi dipartai politik akan semakin tinggi. Kader akan berlomba menarik perhatian partai untuk bisa dicalonkan sebagai pemimpin baik di legislatif maupun eksekutif. "Kaderisasi partai menjadi kuat bila tidak ada presidential threshold," katanya.
Seperti diketahui tujuh fraksi di DPR telah menyetujui syarat ambang batas pengajuan calon presiden ditiadakan atau 0 persen. Tujuh fraksi itu menolak usulan pemerintah yang menginginkan syarat pencapresan tetap berlaku sebesar 20% jumlah kursi atau 25% suara sah di pemilu sebelumnya.
Hanya tiga fraksi yang masih ngotot untuk menerapkan aturan itu antara lain PDIP, Golkar serta Nasdem. "Saya kira itu kabar baik (7 fraksi menolak). Dan semoga ini menjadi kesepahaman antar partai-partai dan semoga tidak ada voting," tandas Titi.
Hilangnya aturan ini akan memperkuat identitas partai yang bisa mengusung kadernya sendiri di pemilu yang berlangsung secara serentak tersebut.
"Ambang batas 0 persen itu lebih menguntungkan dan lebih memperkuat identitas partai, karena bisa mengusung kader parpolnya untuk DPR dan calon presiden," ujar Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, di Gedung LIPI, Jakarta Rabu (3/5/2017).
Menurut Titi, ambang batas pemilihan presiden sendiri justru selama ini memaksa partai untuk berkoalisi mengusung calon tertentu dalam pemilihan presiden. Padahal mungkin saja di partai tersebut memiliki kader yang lebih potensial menjadi pemimpin lima tahun kedepan.
"Ada ambang batas presiden maka peluang partai untuk mengangkat figur menjadi tertutup. Partai dipaksa untuk berkoalisi tanpa bisa menampilkan calon yang ingin dia usung," tutur Titi.
(Baca juga: RUU Pemilu Akan Perketat Sumbangan Dana Kampanye)
Titi melanjutkan, dengan proses yang seperti itu maka geliat kaderisasi dipartai politik akan semakin tinggi. Kader akan berlomba menarik perhatian partai untuk bisa dicalonkan sebagai pemimpin baik di legislatif maupun eksekutif. "Kaderisasi partai menjadi kuat bila tidak ada presidential threshold," katanya.
Seperti diketahui tujuh fraksi di DPR telah menyetujui syarat ambang batas pengajuan calon presiden ditiadakan atau 0 persen. Tujuh fraksi itu menolak usulan pemerintah yang menginginkan syarat pencapresan tetap berlaku sebesar 20% jumlah kursi atau 25% suara sah di pemilu sebelumnya.
Hanya tiga fraksi yang masih ngotot untuk menerapkan aturan itu antara lain PDIP, Golkar serta Nasdem. "Saya kira itu kabar baik (7 fraksi menolak). Dan semoga ini menjadi kesepahaman antar partai-partai dan semoga tidak ada voting," tandas Titi.
(maf)