Pendidikan Transformatif

Selasa, 02 Mei 2017 - 08:30 WIB
Pendidikan Transformatif
Pendidikan Transformatif
A A A
Arif Satria
Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB)

Pada Hari Pendidikan Nasional 2017 ini penting untuk melakukan refleksi peran pendidikan tinggi dalam arus perubahan besar baik di tingkat nasional maupun global. Tentu wacana inilah memang yang ditunggu-tunggu publik bahwa pendidikan tinggi mestinya menghasilkan sesuatu untuk masyarakat. Desain besar arah pendidikan tinggi dalam transformasi sosial inilah yang perlu segera diwujudkan sehingga dapat menentukan langkah-langkah strategis maupun taktis baik pemerintah maupun perguruan tinggi (PT) itu sendiri.

Lingkungan Strategis

Ada sejumlah lingkungan strategis yang patut dicermati. Pertama, sistem pemeringkatan PT dunia telah menghantui semua pihak. Publik pun lalu mengkritik bahwa PT kita berada pada peringkat bawah dan dianggap selalu ketinggalan. Pemerintah dan PT pun lalu bangkit dan berusaha mengejar itu semua. Berbagai skema insentif dana digelontorkan.

Sejumlah kewajiban pun diciptakan termasuk kewajiban mahasiswa doktor untuk publikasi internasional sebagai persyaratan kelulusan dan kewajiban para guru besar sebagai syarat untuk mempertahankan tunjangan kehormatan. Upaya keras berbagai pihak pun membuahkan hasil seperti IPB yang kini sudah masuk 100 besar PT dunia bidang pertanian dan kehutanan berdasarkan QS World University Ranking 2017. Tentu pemeringkatan bukan segalanya, melainkan penting untuk meningkatkan reputasi di antara PT di dunia.

Kedua, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah di depan mata dan persaingan tenaga profesional lambat laun akan menjadi keniscayaan. Konsekuensinya kita harus mempersiapkan para lulusan agar mampu bersaing di pasar tenaga kerja. Begitu pula arus barang juga makin kencang dan bebas hambatan yang menuntut daya saing produk baik di pasar domestik maupun internasional.

Ketiga, masalah dalam negeri pun patut menjadi perhatian. Dalam ekonomi ada problem kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran. Begitu pula krisis ekologis tak bisa diabaikan. Kasus longsor dan banjir terus menghiasi berita-berita. Sementara korupsi juga masih terus mengancam.

Keempat, berkembangnya teknologi informasi telah membentuk budaya digital yang ternyata membawa perubahan sosial yang dahsyat. Mahasiswa saat ini tergolong Generasi Z yang akrab digital, jauh berbeda dengan ciri para dosennya saat ini yang tergolong Generasi X. Perbedaan ciri generasi ini membawa konsekuensi besar bagaimana pendekatan pendidikan baru harus dilakukan.

Transformasi

Lingkungan strategis baru tersebut merupakan sinyal bagi PT untuk segera menjadi PT transformatif yakni mampu mentransformasi dirinya yang selanjutnya diharapkan mampu mentransformasi dunia luar. PT pun mampu melahirkan lulusan yang mampu menjadi agen perubahan. Ada sejumlah agenda dalam PT transformatif.

Pertama, pengembangan keilmuan harus menjadi bagian dari solusi atas segala persoalan riil di masyarakat. Di Singapura sebuah perguruan tinggi didukung penuh pemerintah untuk mengembangkan pendidikan gerontologi karena penduduk lanjut usia di sana makin lama makin besar. Membengkaknya lansia membutuhkan ilmu yang bermanfaat bagi penyelesaian masalah-masalah yang muncul. Di sinilah diperlukan kecermatan kalangan PT terhadap apa yang sedang dan akan terjadi dengan dunia luar sehingga mampu meramu dan mereproduksi ilmu pengetahuan untuk memberikan solusi baru.

Dalam tataran lebih praktisnya, hal ini pun berimplikasi pada kemampuan para dosen untuk mampu mengontekstualisasi materi perkuliahan dengan realitas yang ada sehingga mahasiswa pun pada akhirnya sadar bahwa ilmu adalah untuk perubahan. Ujungnya, mahasiswa pun diharapkan tahu di titik ordinat mana posisi mereka dalam arus perubahan yang terjadi. Pemahaman terhadap posisi tersebut memudahkan mereka merancang masa depannya dengan sejumlah langkah yang didesain secara sistematis.

Kedua, pengembangan riset juga diarahkan pada asas kemanfaatannya untuk solusi sehingga lebih membumi. Saat ini ada kecenderungan bahwa riset-riset yang dilakukan lebih berorientasi untuk kepentingan publikasi internasional demi reputasi PT dalam pemeringkatan dan kenaikan pangkat. Tentu ini tidak salah. Namun, memahami publikasi internasional secara ekstrinsik seperti itu telah mereduksi makna publikasi.

Secara intrinsik, publikasi adalah ajang perlombaan kebaruan dalam pengembangan ilmu sekaligus kendaraan kita untuk menginspirasi kebijakan internasional. Sebagai contoh, munculnya standar keamanan pangan internasional pada produk susu sangat dipengaruhi oleh publikasi para ilmuwan dalam bidang tersebut. Begitu pula International Plan of ActionIUU Fishing oleh FAO tidak mungkin muncul tiba-tiba tanpa ada publikasi ilmiah sebelumnya. Riset-riset transformatif harus dirancang dalam sebuah agenda peta jalan riset yang terukur.

Tetapi, memformulasikan agenda tersebut bukanlah bebas nilai. Riset-riset transformatif mensyaratkan ada keberpihakan, dan keberpihakan akan muncul saat kita makin dekat dengan realitas. Karena, dengan dekatnya kita pada realitas, mestinya kita semakin sensitif dan semakin terdorong memberikan solusi. Jadi, agenda riset yang muncul akan sangat bergantung pada daya baca kita pada realitas tersebut.

Ketiga, hilirisasi hasil riset sudah menjadi keniscayaan. Tiga muara hilirisasi adalah untuk kepentingan pengembangan masyarakat, pertumbuhan usaha, maupun formulasi kebijakan. Ketiganya memerlukan strategi komunikasi yang berbeda. Seringkali kegagalan hilirisasi salah satunya disebabkan kelemahan komunikasi meski diakui pula bahwa tidak semua substansi hasil riset tersebut juga layak dihilirkan. Dunia bisnis punya bahasa dan logika sendiri. Begitu pula pengambil kebijakan pun kurang nyaman kalau harus membaca sebuah karya ilmiah dalam versi aslinya. Di sinilah PT mestinya memperbaiki kemampuannya dalam mengomunikasikan hasil-hasil risetnya sesuai sasaran dan kepentingannya.

Keempat, peran sosial PT dalam pemberdayaan masyarakat masih sangat relevan sejalan dengan realitas bahwa masyarakat kita berada dalam situasi senjang dan sebagian masih terperangkap kemiskinan. PT mestinya menjadi cahaya bagi masyarakat sehingga mereka memiliki harapan baru terhadap masa depannya.

Kendati demikian, era sekarang justru menuntut PT untuk menempatkan masyarakat sebagai mitra. Tidak selamanya PT terus memberi, tetapi PT pun perlu banyak belajar dari masyarakat yang selama ini lebih dekat dengan realitas. Pergumulan masyarakat dengan realitas secara lebih intens telah memunculkan pengetahuan dan kearifan lokal, yang sebenarnya ini merupakan inspirasi baru bagi sains. Jadi, kolaborasi sains dan pengetahuan lokal akan menjadi kekuatan baru bagi peran PT untuk terus memberikan solusi.

Kelima, tata kelola PT harus mampu menciptakan atmosfer akademik yang kondusif yang menggairahkan orang berlomba dalam keunggulan. Spirit inovasi harus tumbuh disertai komitmen untuk mewujudkan asas kemanfaatan. Karena itu, penghargaan terhadap inovasi menjadi penting.

Lima agenda di atas adalah upaya kita melepaskan diri dari julukan menara gading. Saatnya PT bertransformasi dan mentransformasi lingkungan sekitarnya sehingga terus memberi warna baru bagi kehidupan yang lebih baik.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0845 seconds (0.1#10.140)