PDIP di 2018 dan 2019

Sabtu, 22 April 2017 - 08:15 WIB
PDIP di 2018 dan 2019
PDIP di 2018 dan 2019
A A A
PDI Perjuangan kembali gagal mempertahankan kemenangan setelah kalah dalam Pilkada di DKI Jakarta. Petahana pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang didukung PDI Perjuangan dan partai lainnya kalah dari pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang didukung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Dan, bukan kali ini saja PDIP gagal mempertahankan kemenangan politik. Pascareformasi, PDIP beberapa kali gagal mempertahankan kemenangan politik.

Gagal mempertahankan kemenangan politik pertama ketika Pemilu 1999 saat PDIP meraup suara terbanyak, yaitu 33,74% mengalahkan Partai Golkar yang masih bisa mendapat 22,44%. PDIP yang menguasai parlemen atau DPR semestinya bisa menjadikan kadernya menjadi presiden karena saat itu anggota DPR/MPR yang berhak memilih presiden dan wakil presiden.

Kenyataannya, PDIP hanya mendapat jatah wakil presiden, yaitu Megawati Soerkarnoputri. Sementara PKB yang hanya mendapat 12,61% berhasil membawa Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai presiden.

Ketika Gus Dur lengser pada 2001, kursi presiden otomatis milik Megawati, Ketua Umum PDIP. Kali ini PDIP mendapat kemenangan politik meski hanya diuntungkan karena dugaan kasus yang menjerat Gus Dur.

Ketika Pemilu 2004, PDIP juga gagal mempertahankan dan harus mengakui keunggulan partai baru milik Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yaitu Partai Demokrat. SBY dengan Partai Demokrat berhasil memuncaki politik Indonesia selama 10 tahun hingga 2014.

Pada Pemilu 2014, PDIP akhirnya memenangkan politik Indonesia. Diawali kemenangan merebut kemenangan politik di DKI Jakarta yang disebut barometer politik Indonesia pada 2012. Menggandeng Partai Gerindra dan bermodalkan Joko Widodo (Jokowi) effect, PDIP menjadi penguasa Ibu Kota.

Dua tahun setelah itu, Jokowi effect digunakan untuk melawan Prabowo dan Partai Gerindra (serta PKS). Hasilnya memang sesuai harapan, PDIP memenangkan pertarungan.

Namun, pada 2017 cerita 1999 dan 2004 kembali terulang. PDIP gagal mempertahankan kemenangan politik di DKI Jakarta.

Lalu, akankah ini berdampak pada Pemilu 2019 ketika PDIP juga harus mempertahankan kemenangan? Bisa jadi jika PDIP tidak mengubah strategi politik mereka.

Kemenangan lawan politik PDIP di DKI Jakarta pada pilkada kali ini akan membangkitkan kekuatan oposisi pemerintah. Apalagi, tanda-tanda kekuatan lawan politik PDIP untuk bangkit kembali pada 2019 sudah tampak. PDIP tidak boleh menganggap remeh kekalahan di DKI Jakarta ini, jika ingin pada pilkada serentak 2018 memetik hasil maksimal dan pada Pemilu 2019 masih bisa nyaman menjadi penguasa.

Strategi politik baru harus dilakukan PDIP pada Pilkada 2018 nanti. Salah satu yang selama ini tampaknya dianggap sepele PDIP adalah kepentingan kelompok Islam pada kancah politik Indonesia.

Pada 1999, PDIP pun harus mengakui kekuatan poros tengah yang dikomandani Amien Rais dengan PAN-nya. Begitu juga ketika Megawati menjadi presiden, kekuatan poros tengah yang menaikkan.

Pada 2004, memang PDIP menggandeng figur Hasyim Muzadi, namun di grass root justru tidak tergarap. Pada 2009 justru semakin jauh meski menggandeng kelompok nasionalis.

Pada 2014, kemenangan PDIP lebih karena Jokowi effect yang juga bisa mengakomodasi kepentingan kelompok Islam. Pada Pilkada DKI Jakarta, PDIP harus berbenturan dengan kekuatan yang sama pada 1999 ditambah lagi blunder Ahok yang justru menyinggung kepentingan kelompok Islam.

Sementara Prabowo dengan Partai Gerindra tampaknya sudah bisa membaca peta kepentingan kelompok Islam. Hasilnya, DKI Jakarta berhasil dikuasai Partai Gerindra dan partai lainnya.

Jika pada Pilkada 2018 PDIP harus berlawanan dengan kepentingan kelompok Islam, tampaknya akan kembali menelan pil pahit. Bahkan, jika pada Pemilu 2019, PDIP kembali keukeuh dengan strategi politik saat ini bukan tidak mungkin partai ini akan kembali gagal mempertahankan kemenangan politiknya.

Politik dan agama memang tidak etis untuk dileburkan. Namun, sebagai negara yang mayoritas Islam, politik harus mau berkompromi atau bahkan mengakomodasi kepentingan kelompok Islam. Sudah semestinya PDIP bisa belajar dan menganalisis beberapa kekalahan vital yang mereka alami.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6751 seconds (0.1#10.140)