Pengelolaan Keuangan Daerah Masih Buruk
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Sri Adiningsih menilai pengelolaan keuangan daerah masih buruk.
Menurut dia, kebocoran anggaran yang diakibatkan perilaku korupsi mencapai 40%. "Pengelolaan keuangan daerah selama ini bukannya membaik tapi malah memburuk. Kita juga mendapatkan informasi tampaknya korupsi kebocoran keuangan kita itu bisa mencapai 20 sampai 40-an persen," ungkap Sri usai menggelar pertemuan dengan pimpinan KPK di Kantor Wantimpres, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Sri mengatakan, semestinya dana itu bisa dimaksimalkan untuk program pembangunan seperti infrastruktur. Namun karena terjadi kebocoran, kata dia, dana itu terasa kurang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. (Baca Juga: Wantimpres Tolak Berbagai Bentuk Upaya Pelemahan KPK)
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, kebocoran anggaran kerap terjadi di sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah daerah.
"Seperti e-KTP hampir 50 persen itu yang kita lihat dalam pemanfaatan anggaran dalam pemerintah pusat dan daerah," ucapnya.
Menurut dia, kebocoran kerap terjadi akibat lemahnya pengawasan internal. Pihak pengelola dalam hal ini Inspektorat pemerintah daerah juga mudah diintervensi oleh kepala daerah.
Untuk itu, lanjut dia, KPK mengusulkan pembentukan Badan Pengawas yang dikendalikan langsung oleh Presiden.
"Membuat Badan Pengawas internal secara nasional meski ditaruh di daerah tapi kendali bisa di Presiden intinya bukan di bawah kepala daerah untuk memperkuat pengawasan di daerah," kata Alexander.
Menurut dia, kebocoran anggaran yang diakibatkan perilaku korupsi mencapai 40%. "Pengelolaan keuangan daerah selama ini bukannya membaik tapi malah memburuk. Kita juga mendapatkan informasi tampaknya korupsi kebocoran keuangan kita itu bisa mencapai 20 sampai 40-an persen," ungkap Sri usai menggelar pertemuan dengan pimpinan KPK di Kantor Wantimpres, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Sri mengatakan, semestinya dana itu bisa dimaksimalkan untuk program pembangunan seperti infrastruktur. Namun karena terjadi kebocoran, kata dia, dana itu terasa kurang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. (Baca Juga: Wantimpres Tolak Berbagai Bentuk Upaya Pelemahan KPK)
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, kebocoran anggaran kerap terjadi di sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah daerah.
"Seperti e-KTP hampir 50 persen itu yang kita lihat dalam pemanfaatan anggaran dalam pemerintah pusat dan daerah," ucapnya.
Menurut dia, kebocoran kerap terjadi akibat lemahnya pengawasan internal. Pihak pengelola dalam hal ini Inspektorat pemerintah daerah juga mudah diintervensi oleh kepala daerah.
Untuk itu, lanjut dia, KPK mengusulkan pembentukan Badan Pengawas yang dikendalikan langsung oleh Presiden.
"Membuat Badan Pengawas internal secara nasional meski ditaruh di daerah tapi kendali bisa di Presiden intinya bukan di bawah kepala daerah untuk memperkuat pengawasan di daerah," kata Alexander.
(dam)