Dokumen Dicuri, MK Maksimal Sistem Teknologi Informasi
A
A
A
JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengakui adanya kelemahan sehingga pencurian dokumen bisa terjadi di lembaganya.
Mengantisipasi agar pencurian tidak terulang, MK akan memperbaiki mekanisme pengajuan dokumen akan diubah dengan memaksimalkan sistem teknologi informasi (TI).
“Setiap kali begitu kita menerbitkan APP (Akta Penerimaan Permohonan), kita upload di website MK. Sehingga itu akan mengurangi atau meniadakan pencurian dokumen berupa permohonan ini,” kata Arief saat menggelar konfrensi pers di Gedung MK, Jakarta, Rabu (22/3/2017). (Baca Juga: Pencurian Berkas MK Terungkap, Pelaku PNS dan Satpam )
Selama ini, kata Arief, dokumen yang telah ditandatangani oleh panitera dan mahkamah tidak langsung dipublikasikan kepada masyarakat.
Menurut dia, hal itu membuka peluang terjadinya pencurian dokumen yang melibatkan orang dalam MK. Dengan mengunggah dokumen di website MK maka secara tidak langsung berkas tersebut telah menjadi milik publik. “Untuk apa dicuri kalau itu sudah jadi milik publik yang kita upload di website kita,” tutur Arief.
Seperti diketahui dokumen milik calon bupati dan calon wakil bupati Dogiyai, Provinsi Papua, Markus Waine-Angkian Goo hilang saat hendak melakukan perbaikan berkas perkara.
Saat itu pihak MK tidak bisa menunjukkan dokumen berupa surat permohonan sengketa, surat kuasa hukum, keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang disengketakan, dan sejumlah alat bukti. Markus dan Angkian kemudian meminta pertanggungjawaban MK karena menilai hilangnya dokumen tersebut bagian dari upaya pihak tertentu untuk menggagalkan gugatannya.
MK akhirnya mengakui adanya pencurian berkas yang melibatkan dua pegawai negeri sipil (PNS) dan satpam yang bertugas di lembaganya.
Mengantisipasi agar pencurian tidak terulang, MK akan memperbaiki mekanisme pengajuan dokumen akan diubah dengan memaksimalkan sistem teknologi informasi (TI).
“Setiap kali begitu kita menerbitkan APP (Akta Penerimaan Permohonan), kita upload di website MK. Sehingga itu akan mengurangi atau meniadakan pencurian dokumen berupa permohonan ini,” kata Arief saat menggelar konfrensi pers di Gedung MK, Jakarta, Rabu (22/3/2017). (Baca Juga: Pencurian Berkas MK Terungkap, Pelaku PNS dan Satpam )
Selama ini, kata Arief, dokumen yang telah ditandatangani oleh panitera dan mahkamah tidak langsung dipublikasikan kepada masyarakat.
Menurut dia, hal itu membuka peluang terjadinya pencurian dokumen yang melibatkan orang dalam MK. Dengan mengunggah dokumen di website MK maka secara tidak langsung berkas tersebut telah menjadi milik publik. “Untuk apa dicuri kalau itu sudah jadi milik publik yang kita upload di website kita,” tutur Arief.
Seperti diketahui dokumen milik calon bupati dan calon wakil bupati Dogiyai, Provinsi Papua, Markus Waine-Angkian Goo hilang saat hendak melakukan perbaikan berkas perkara.
Saat itu pihak MK tidak bisa menunjukkan dokumen berupa surat permohonan sengketa, surat kuasa hukum, keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang disengketakan, dan sejumlah alat bukti. Markus dan Angkian kemudian meminta pertanggungjawaban MK karena menilai hilangnya dokumen tersebut bagian dari upaya pihak tertentu untuk menggagalkan gugatannya.
MK akhirnya mengakui adanya pencurian berkas yang melibatkan dua pegawai negeri sipil (PNS) dan satpam yang bertugas di lembaganya.
(dam)