Kebijakan Grasa-grusu
A
A
A
JAKARTA - SETIDAKNYA ada enam kebijakan pemerintah yang direvisi sejak 2014 karena menuai kritik dari banyak kalangan. Kebijakan terbaru adalah kewajiban saldo tabungan Rp25 juta dalam pembuatan paspor. Kebijakan ini hanya berumur sekitar 20 hari. Setelah 1 Maret 2017 diterbitkan pada 20 Maret kebijakan tersebut ditarik kembali.
Pada 2014 ada dua kebijakan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) yang direvisi yaitu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ketika harga dunia justru anjlok. Kebijakan kedua pada 2014 yang direvisi adalah larangan bagi kementerian dan lembaga menggelar rapat di hotel.
Pada 2015 pun ada dua kebijakan yang direvisi yaitu uang muka kendaraan dinas dan mobil dinas yang dipakai mudik. Sedangkan pada 2016 yaitu pembelian Heli AW 101 dan pada 2017 adalah saldo Rp25 juta untuk pembuatan paspor.
Dengan revisi atau pencabutan beberapa kebijakan tersebut, pemerintah memang bisa dianggap menangkap keresahan banyak kalangan, terutama rakyat. Artinya, pemerintah juga tidak keras kepala untuk memaksakan sebuah kebijakan yang memang memberatkan masyarakat.
Keberanian pemerintah untuk mencabut ataupun merevisi itu menunjukkan bahwa suara masyarakat masih didengar. Untuk hal ini, kita patut memberikan apresiasi kepada pemerintah. Sekali lagi, apresiasi karena pemerintah tidak mau memaksakan kehendaknya sebab kebijakan yang sudah dikeluarkan justru memberatkan masyarakat.
Sedangkan di sisi lain, revisi atau pencabutan yang sering terjadi menunjukkan ada sistem yang salah dalam pemerintah. Kementerian ataupun kepresidenan kurang matang dalam mengeluarkan kebijakan. Tentu pemerintah juga tidak mau dicap asal-asalan dalam mengeluarkan kebijakan. Cara-cara seperti ini tentu akan menurunkan kredibilitas pemerintah karena tidak cakap dalam menjalankan sistem good governance.
Kebijakan maju-mundur layaknya tari poco-poco tentu bukan menunjukkan pemerintahan yang kredibel. Pemerintah sepertinya grasa-grusu dalam mengeluarkan sebuah kebijakan. Kita berharap ke depan pemerintah tidak menerbitkan kebijakan maju-mundur atau kebijakan poco-poco karena semakin sering dilakukan, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan semakin pudar.
Semestinya pemerintah, baik di kementerian, lembaga, ataupun kepresidenan, bisa melakukan assessment yang matang tentang sebuah rancangan kebijakan. Analisis mendalam kondisi eksternal dan internal harus diteliti detail sebelum sebuah kebijakan akan dikeluarkan. Proses diskusi dengan pihak-pihak terkait juga akan membuat pemerintah semakin yakin dengan sebuah kebijakan yang akan diterbitkan.
Jadi, penerbitan kebijakan bukan sekadar modal cepat, melainkan harus lebih menguatkan ketepatan. Karena fokus pada ketepatan, pemerintah harus lebih teliti dalam melakukan analisis atau assessment. Dampaknya akan kembali lagi pada kebijakan yang harus direvisi atau dicabut.
Selain itu, pemerintah juga harus mengedepankan kepentingan masyarakat dalam mengeluarkan kebijakan. Jangan nanti sebuah kebijakan hanya untuk kepentingan kelompok tertentu dan hanya berlaku untuk kepentingan sesaat. Sifat kebijakan yang dikeluarkan adalah fokus kepada masyarakat dan berjangka panjang serta fleksibel dengan perkembangan zaman.
Saat ini masih banyak kebijakan-kebijakan yang justru ketinggalan zaman dan membuat konflik sosial di masyarakat. Salah satunya kebijakan tentang teknologi komunikasi dan informasi yang harus mengejar kemajuĀan teknologi yang pesat. Contoh sederhana adalah masuknya transportasi massa berbasis online yang hingga saat ini masih menimbulkan konflik sosial.
Memang bukan pekerjaan mudah bagi pemerintah. Namun, jika pemerintah mau fokus pada sifat sebuah kebijakan yang fokus pada masyarakat dan berjangka waktu panjang, ditambah dengan assessment yang matang, kebijakan poco-poco atau grasa-grusu tidak akan terjadi lagi.
Jadi, kebijakan saldo Rp25 juta untuk pembuatan paspor harus menjadi kebijakan grasa-grusu yang terakhir karena pemerintah mempunyai pekerjaan rumah yang banyak dalam penerbitan kebijakan. Di antaranya kebijakan yang matang dan kebijakan yang tidak ketinggalan zaman. l
Pada 2014 ada dua kebijakan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) yang direvisi yaitu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ketika harga dunia justru anjlok. Kebijakan kedua pada 2014 yang direvisi adalah larangan bagi kementerian dan lembaga menggelar rapat di hotel.
Pada 2015 pun ada dua kebijakan yang direvisi yaitu uang muka kendaraan dinas dan mobil dinas yang dipakai mudik. Sedangkan pada 2016 yaitu pembelian Heli AW 101 dan pada 2017 adalah saldo Rp25 juta untuk pembuatan paspor.
Dengan revisi atau pencabutan beberapa kebijakan tersebut, pemerintah memang bisa dianggap menangkap keresahan banyak kalangan, terutama rakyat. Artinya, pemerintah juga tidak keras kepala untuk memaksakan sebuah kebijakan yang memang memberatkan masyarakat.
Keberanian pemerintah untuk mencabut ataupun merevisi itu menunjukkan bahwa suara masyarakat masih didengar. Untuk hal ini, kita patut memberikan apresiasi kepada pemerintah. Sekali lagi, apresiasi karena pemerintah tidak mau memaksakan kehendaknya sebab kebijakan yang sudah dikeluarkan justru memberatkan masyarakat.
Sedangkan di sisi lain, revisi atau pencabutan yang sering terjadi menunjukkan ada sistem yang salah dalam pemerintah. Kementerian ataupun kepresidenan kurang matang dalam mengeluarkan kebijakan. Tentu pemerintah juga tidak mau dicap asal-asalan dalam mengeluarkan kebijakan. Cara-cara seperti ini tentu akan menurunkan kredibilitas pemerintah karena tidak cakap dalam menjalankan sistem good governance.
Kebijakan maju-mundur layaknya tari poco-poco tentu bukan menunjukkan pemerintahan yang kredibel. Pemerintah sepertinya grasa-grusu dalam mengeluarkan sebuah kebijakan. Kita berharap ke depan pemerintah tidak menerbitkan kebijakan maju-mundur atau kebijakan poco-poco karena semakin sering dilakukan, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan semakin pudar.
Semestinya pemerintah, baik di kementerian, lembaga, ataupun kepresidenan, bisa melakukan assessment yang matang tentang sebuah rancangan kebijakan. Analisis mendalam kondisi eksternal dan internal harus diteliti detail sebelum sebuah kebijakan akan dikeluarkan. Proses diskusi dengan pihak-pihak terkait juga akan membuat pemerintah semakin yakin dengan sebuah kebijakan yang akan diterbitkan.
Jadi, penerbitan kebijakan bukan sekadar modal cepat, melainkan harus lebih menguatkan ketepatan. Karena fokus pada ketepatan, pemerintah harus lebih teliti dalam melakukan analisis atau assessment. Dampaknya akan kembali lagi pada kebijakan yang harus direvisi atau dicabut.
Selain itu, pemerintah juga harus mengedepankan kepentingan masyarakat dalam mengeluarkan kebijakan. Jangan nanti sebuah kebijakan hanya untuk kepentingan kelompok tertentu dan hanya berlaku untuk kepentingan sesaat. Sifat kebijakan yang dikeluarkan adalah fokus kepada masyarakat dan berjangka panjang serta fleksibel dengan perkembangan zaman.
Saat ini masih banyak kebijakan-kebijakan yang justru ketinggalan zaman dan membuat konflik sosial di masyarakat. Salah satunya kebijakan tentang teknologi komunikasi dan informasi yang harus mengejar kemajuĀan teknologi yang pesat. Contoh sederhana adalah masuknya transportasi massa berbasis online yang hingga saat ini masih menimbulkan konflik sosial.
Memang bukan pekerjaan mudah bagi pemerintah. Namun, jika pemerintah mau fokus pada sifat sebuah kebijakan yang fokus pada masyarakat dan berjangka waktu panjang, ditambah dengan assessment yang matang, kebijakan poco-poco atau grasa-grusu tidak akan terjadi lagi.
Jadi, kebijakan saldo Rp25 juta untuk pembuatan paspor harus menjadi kebijakan grasa-grusu yang terakhir karena pemerintah mempunyai pekerjaan rumah yang banyak dalam penerbitan kebijakan. Di antaranya kebijakan yang matang dan kebijakan yang tidak ketinggalan zaman. l
(kri)