Impor Elpiji Naik Terus

Selasa, 14 Maret 2017 - 07:45 WIB
Impor Elpiji Naik Terus
Impor Elpiji Naik Terus
A A A
DALAM waktu dekat pemerintah segera mengubah cara penyaluran subsidi elpiji 3 kilogram (kg). Selama ini cara pemberian subsidi dinilai tidak tepat melalui produk dengan sistem distribusi terbuka sehingga siapa saja bisa membeli elpiji 3 kg di pasar.

Elpiji 3 kg yang diperuntukkan masyarakat miskin dan usaha kecil menengah (UKM) justru dinikmati oleh orang mampu. Artinya, subsidi tersebut meleset dari sasaran yang diharapkan. Pemerintah tidak ingin kesalahan subsidi itu berlarut-larut. Sebagai langkah antisipasi, subsidi tidak ditujukan lagi pada produk, tetapi langsung diberikan kepada masyarakat yang berhak melalui kartu khusus.

Bagaimana cara menyeleksi penerima subsidi elpiji 3 kg untuk mendapatkan kartu khusus? Pemerintah telah menetapkan bahwa yang berhak mendapatkan subsidi elpiji 3 kg adalah 40% masyarakat dengan tingkat kesejahteraan paling rendah.

Data peringkat kesejahteraan tersebut, sebagaimana dibeberkan Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Setyorini Tri Hutami, berasal dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Data 40% masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah berdasarkan versi TNP2K didasarkan pada kriteria penilaian yang mencakup kepemilikan aset, perumahan, pekerjaan, kesehatan, dan tingkat pendidikan.

Sebanyak 40% masyarakat dengan tingkat kesejahteraan rendah itu setara dengan 26 juta keluarga dengan asumsi empat orang per keluarga atau lebih dari 100 juta warga. Namun, TNP2K masih akan melakukan verifikasi atas data tersebut agar kevalidannya tetap terjaga.

Kabarnya, kartu khusus seperti e-money yang akan dibagikan tersebut sedang dipersiapkan. Hanya, kartu itu diperuntukkan membeli elpiji 3 kg. Pemerintah menargetkan kartu subsidi elpiji itu siap dibagikan pada April mendatang yang akan diuji coba pada empat wilayah di luar Jawa meliputi Bali, Batam, Lombok, dan Bangka. Untuk mendukung pemakaian kartu subsidi tersebut, pemerintah juga menghadirkan infrastruktur pendukung berupa mesin electronic data capture (EDC).

Dengan memakai kartu subsidi tersebut, berapa jatah elpiji tabung melon yang bisa dinikmati masyarakat dan para pelaku UKM? Pemerintah telah mematok bahwa jatah elpiji 3 kg untuk setiap rumah tangga sebanyak tiga tabung per bulan, sedang para pelaku UKM mendapat jatah maksimal sembilan tabung elpiji 3 kg per bulan.

Pemerintah meyakini pemakaian kartu subsidi yang sedang dirancang tersebut dapat mengontrol siapa saja masyarakat dan pelaku UKM yang berhak menikmati subsidi elpiji sehingga menjadi tepat sasaran.

Seiring dengan kebijakan tersebut, pemerintah juga sudah meminimalkan angka subsidi. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 nilai subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji 3 kg dipatok sebesar Rp32,3 triliun dan subsidi listrik sebanyak Rp45 triliun. Meski angka subsidi tersebut lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya, itu diyakini lebih tepat sasaran.

Terlepas dari upaya pemerintah untuk menjadikan subsidi elpiji 3 kg tepat sasaran, namun ada persoalan besar yang mengintai di balik program konversi minyak tanah ke elpiji yang diberlakukan sejak 2007. Tengok saja, kebutuhan elpiji dalam negeri saat ini sebanyak 70% dipasok dari impor.

Ketergantungan Indonesia pada elpiji impor, sebagaimana diperkirakan pihak Pertamina, mencapai 5 juta ton sepanjang tahun ini. Peningkatan kebutuhan elpiji didorong oleh pertumbuhan konsumsi domestik yang melonjak, sementara produksi elpiji dalam negeri semakin berkurang belakangan ini.

Data tahun lalu menunjukkan angka impor elpiji mencapai 4,3 juta ton, dan sebanyak 90% dipasok dari kawasan Timur Tengah yang didominasi dari Iran dan Arab Saudi.

Jadi, sebenarnya pemerintah tidak hanya harus membuat strategi bagaimana subsidi elpiji menjadi tepat sasaran dengan membuat kartu khusus, tetapi juga harus mencari jalan keluar bagaimana memenuhi pasokan kebutuhan elpiji domestik yang terus membengkak.

Sungguh sangat disayangkan kebutuhan elpiji yang semakin besar tak bisa diimbangi dengan produksi dalam negeri yang terus merosot. Akibat itu, jalan pintas yang bisa dilakukan dengan instan adalah membuka keran impor.

Harus diakui bahwa di satu sisi program konversi telah menghambat impor minyak tanah, tetapi di sisi lain mendongkrak impor elpiji saat ini. Lalu, masihkah bisa diklaim bahwa program konversi dari minyak tanah ke elpiji sebagai jawaban untuk meraih cita-cita kemandirian energi nasional?
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6739 seconds (0.1#10.140)