Empat Pandangan Mengemuka dalam Pembahasan Pansus RUU Pemilu
A
A
A
JAKARTA - Pasal terkait ambang batas pengajuan presiden (presidential threshold) dalam Pemilu 2019 menjadi salah satu materi krusial yang sedang dibahas dalam Pansus RUU Pemilu di DPR.
Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali mengatakan, sejauh ini ada empat pandangan yang mengemuka dalam pembahasan RUU Pemilu di tingkat Pansus. Pertama, beberapa partai politik (parpol) mengusulkan syarat presidential threshold adalah parpol atau gabungan parpol yang mendapat minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara sah pemilu.
Usulan ini, kata Amali, didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Nasdem.
"Pandangan kelompok partai kelompok pertama ini sama dengan pandangan dari pemerintah," ujar Amali melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (7/3/2017).
Amali menuturkan, angka presidential threshold di atas juga dipakai dalam Pilpres 2014 yang memunculkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, Jokowi-Jusuf Kalla yang didukung PDIP, Nasdem, PKB, dan Hanura. Sementara calon lainnya, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa didukung koalisi Gerindra, PAN, Golkar, PKS, dan PPP.
Kedua, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN dan Partai Hanura mengusulkan agar presidential threshold dihapus. Sehingga, tiap-tiap partai politik peserta Pemilu 2019 berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presidennya.
Ketiga, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan agar ketentuan presidential threshold adalah partai politik atau gabungan partai politik yang mendapat minimal 7% kursi di DPR dan atau 3,5% suara sah dalam pemilu.
Pandangan keempat disampaikan oleh PPP yang mengusulkan ketentuan presidential threshold sebesar 25% kursi di DPR atau 25% suara pemilu. Amali menilai, berbagai pandangan di atas akan mengerucut pada dua alternatif pilihan. Menetapkan presidential threshold yang sama dengan Pemilu 2014 atau menghapus persyaratan calon pendukung.
"Apapun yang dipilih, bagi saya UU Pemilu yang dihasilkan nanti harus menjadi instrumen efektif dalam menjaga kontestasi politik berjalan demokratis dan hasilkan pemimpin amanah," ucap Amali.
Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali mengatakan, sejauh ini ada empat pandangan yang mengemuka dalam pembahasan RUU Pemilu di tingkat Pansus. Pertama, beberapa partai politik (parpol) mengusulkan syarat presidential threshold adalah parpol atau gabungan parpol yang mendapat minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara sah pemilu.
Usulan ini, kata Amali, didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Nasdem.
"Pandangan kelompok partai kelompok pertama ini sama dengan pandangan dari pemerintah," ujar Amali melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (7/3/2017).
Amali menuturkan, angka presidential threshold di atas juga dipakai dalam Pilpres 2014 yang memunculkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, Jokowi-Jusuf Kalla yang didukung PDIP, Nasdem, PKB, dan Hanura. Sementara calon lainnya, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa didukung koalisi Gerindra, PAN, Golkar, PKS, dan PPP.
Kedua, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN dan Partai Hanura mengusulkan agar presidential threshold dihapus. Sehingga, tiap-tiap partai politik peserta Pemilu 2019 berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presidennya.
Ketiga, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan agar ketentuan presidential threshold adalah partai politik atau gabungan partai politik yang mendapat minimal 7% kursi di DPR dan atau 3,5% suara sah dalam pemilu.
Pandangan keempat disampaikan oleh PPP yang mengusulkan ketentuan presidential threshold sebesar 25% kursi di DPR atau 25% suara pemilu. Amali menilai, berbagai pandangan di atas akan mengerucut pada dua alternatif pilihan. Menetapkan presidential threshold yang sama dengan Pemilu 2014 atau menghapus persyaratan calon pendukung.
"Apapun yang dipilih, bagi saya UU Pemilu yang dihasilkan nanti harus menjadi instrumen efektif dalam menjaga kontestasi politik berjalan demokratis dan hasilkan pemimpin amanah," ucap Amali.
(kri)