Kunjungan Raja dan Prospek Ekonomi Haji

Selasa, 07 Maret 2017 - 08:32 WIB
Kunjungan Raja dan Prospek Ekonomi Haji
Kunjungan Raja dan Prospek Ekonomi Haji
A A A
Ahmad Zaky
Founder & Managing Partner Tosora Solutions, Jakarta dan Wakil Pimpinan Pondok Modern Tazakka, Batang

MEMASUKI minggu kedua kunjungan fenomenal dan bersejarah Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud ke Tanah Air sejak Rabu (1/3/2017), sejumlah kerja sama telah ditandatangani oleh Indonesia dan Arab Saudi dan menjadi momentum peningkatan relasi perdagangan bilateral dua negara.

Setidaknya 11 kesepakatan bilateral Indonesia-Arab Saudi di tingkat kementerian dan lembaga berhasil disepakati dengan nilai pembiayaan proyek sebesar USD7 miliar. Ditambah kesepakatan business to business antara kadin dengan mitra dari Arab Saudi yang mencapai USD2,4 miliar, total investasi hingga kemarin setidaknya telah mencapai USD9,4 miliar atau sekitar Rp125 triliun.

Meski angka ini masih jauh di bawah estimasi nilai kerja sama yang diumumkan pejabat Indonesia sebelumnya (sebesar USD25 miliar atau Rp334 triliun), total nilai investasi ini sudah cukup fantastis. Terlebih jika dibandingkan nilai investasi Arab Saudi di Indonesia sebelumnya yang hanya sebesar USD900.000 pada 2016 dan USD30 juta pada 2017.

Walaupun kesepakatan tersebut di atas menyangkut berbagai sektor—perdagangan dan investasi, kesehatan, keamanan, pendidikan, keagamaan, hingga pariwisata, salah satu poin yang paling sering mendapat perhatian masyarakat dan pemerintah (bahkan sebelum kedatangan sang Raja) adalah persoalan kuota haji.

Untungnya, pemerintah telah menegaskan bahwa negara kita memperoleh pengembalian kuota haji ke tingkat normal (211.000) dan kuota tambahan tahun 2017 (10.000) menjadi total 221.000 jamaah.

Tulisan berikut mencoba mengulas bahwa kerja sama ekonomi di bidang haji dan umrah memiliki prospek yang jauh lebih besar dari sekadar persoalan kuota haji, dan diyakini dapat memberikan keuntungan ekonomis yang lebih besar bagi dua negara.

Visi 2030 dan Prospek Ekonomi Haji-Umrah Saudi
Sebagaimana jamak diketahui, sejak beberapa tahun terakhir, Arab Saudi juga sedang menghadapi tekanan ekonomi yang sebagian besar berasal dari penurunan harga minyak dunia selama 2, 5 tahun terakhir.

Karena itulah, sejak April 2016 Saudi telah mencanangkan transformasi ekonomi, dari ekonomi berbasis minyak menjadi ekonomi yang lebih terdiversifikasi-demi mengurangi ketergantungan negara tersebut pada sumber pendapatan minyak.

Transformasi ekonomi yang dicanangkan Pangeran Muhammed bin Salman—putra Raja Salman—dan dikenal dengan Visi 2030 ini juga menegaskan ambisi Saudi menjadi jantung jazirah Arab dan dunia Islam, selain tetap menjadi pusat kekuatan investasi dan pusat yang menghubungkan tiga benua sekaligus: Asia, Eropa, dan Afrika.

Salah satu sasaran dari Visi 2030 tersebut adalah peningkatan kapasitas wisatawan umrah, dari hanya sekitar 8 juta menjadi 30 juta setiap tahun. Visi 2030 ini juga memerlukan investasi besar-besaran di bidang infrastruktur, perumahan, pendidikan, energi, pariwisata, dan perbankan.

Sebenarnya, bagi Saudi, haji adalah tulang punggung utama perekonomian negara ini sejak dulu, sebelum industri minyak mereka berkembang pesat. Saat industri minyak Saudi mengalami masa keemasan dan harga minyak mencapai puncaknya, Pemerintah Saudi memang tidak lagi banyak bergantung pada pendapatan haji dan umrah, tetapi industri ini masih merupakan sumber pendapatan utama bagi pihak swasta di dalam negeri.

Untuk dapat menunaikan ibadah haji, seorang jamaah haji memang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh setiap individu adalah sebesar USD6.000.

Karena itu, tak mengherankan jika dalam ajaran Islam sendiri ibadah haji ini sering diidentikkan dengan konsep ‘istitha’ah (mampu). Salah satu makna dari terma istitha’ah ini adalah kemampuan ekonomi karena ibadah haji meniscayakan kemampuan menyediakan biaya yang cukup besar.

Saat ini potensi haji dan umrah bagi Saudi memang masih sangat bernilai: haji dan umrah bahkan menjadi sektor terpenting kedua bagi Saudi setelah minyak dan gas.

Mengutip satu laporan dari laman Forbes, pada 2014 saja pendapatan Saudi dari gabungan haji dan umrah diperkirakan sebesar USD18,6 miliar—yang USD8,5 miliar di antaranya berasal dari penyelenggaraan haji saja.

Dengan jumlah jamaah haji dan umrah yang hingga kini telah mencapai sedikitnya 12 juta jamaah per tahun, pendapatan di sektor ini setara 10% dari pendapatan minyak negara tersebut serta memberi andil sekitar 3% dari total PDB Arab Saudi. Sekitar 40% pendapatan tersebut berasal dari sektor perumahan, disusul suvenir/hadiah (15%), makanan (10%), dan sisanya dari layanan lain.

Peluang Indonesia
Perubahan orientasi kebijakan ekonomi Saudi yang kini lebih inklusif dan terdiversifikasi, serta potensi ekonomi haji dan umrah yang demikian besar, tentu merupakan peluang untuk meningkatkan kerja sama dua negara di berbagai sektor yang terkait penyelenggaraan haji dan umrah.

Kerja sama investasi di bidang real estate (hotel) untuk kepentingan pemondokan para jamaah adalah salah satu contohnya. Potensi pendapatan dari sektor ini bukan hanya dari jamaah Indonesia—yang jumlahnya terus meningkat dan akan menjadi captive market, tapi juga bagi jamaah haji dan umrah yang berasal dari luar Indonesia.

Dengan jumlah jamaah haji dan umrah ke Saudi yang diproyeksikan akan terus meningkat, total permintaan untuk kebutuhan akomodasi akan menjadi pendorong utama kebutuhan hotel di Saudi secara berkesinambungan, termasuk untuk kepentingan sewa para jamaah dari berbagai negara.

Dari kunjungan Raja Salman saat ini, peluang investasi hotel dan pemondokan di Arab Saudi sebenarnya semakin terbuka lebar dengan ditandatanganinya kesepakatan Presiden Jokowi dan Raja Salman untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi, terutama di bidang infrastruktur dan perumahan.

Apalagi, hal ini langsung ditindaklanjuti oleh pelaku bisnis sehari setelahnya, melalui kesepakatan senilai USD2 miliar (Rp26,6 triliun) antara Wijaya Karya dengan salah satu perusahaan Arab Saudi untuk membangun 8.000 perumahan beserta infrastrukturnya di Arab Saudi.

Meskipun kerja sama semacam ini bukan hal baru karena telah banyak perusahaan konstruksi asal Indonesia yang mendapat proyek besar di Saudi, hal ini tetap dapat menjadi momentum yang tepat untuk merealisasikan keinginan kita untuk membangun jaringan bisnis hotel di Saudi sebagaimana telah dirintis Malaysia melalui Tabung Haji.

Kerja sama lain terkait haji-umrah adalah pada pengembangan produk UMKM, termasuk ekspor gift, suvenir, dan kerajinan tangan. Meski tidak ada perkiraan resmi mengenai nilai perdagangannya, sektor ini mendatangkan ratusan juta dolar setiap tahun.

Apalagi, sebagaimana diketahui, harga suvenir di Mekkah terbilang tinggi. Sebagian besar produk seperti sajadah dan manik-manik tidak dibuat di Saudi, melainkan di negara lain seperti China.

Sektor produk makanan halal juga mestinya terus didorong. Keberhasilan produk mi Indofood, yang berhasil menjadi top of mind produk mi instan di negara-negara Timur Tengah dengan tagline yang sangat populer, Ana Uhibbu Indomie, seharusnya diikuti oleh produk-produk kuliner lain di Tanah Air, yang terus berkembang dan berevolusi.

Fenomena kuliner Salad Solo yang demikian digemari Raja Salman saat jamuan makan siang di Istana Bogor minggu lalu adalah sebagian contoh yang dapat kita promosikan segera.

Tentu saja masih banyak sektor lain yang cukup menjanjikan yang terkait ibadah haji-umrah ini. Di Saudi sendiri beberapa sektor telah terbukti memperoleh pendapatan yang cukup besar selama pelaksanaan ibadah haji seperti restoran, agen perjalanan, maskapai penerbangan, hingga perusahaan telekomunikasi.

Pada kunjungan Raja Salman ke Indonesia yang penuh euforia kali ini, kita telah berusaha dan sukses menampilkan potensi kekuatan ekonomi, stabilitas politik, hingga keramahan dan keragaman Islam dan budaya Indonesia.

Kini setelah kafilah Khadim al-Haramain berlalu, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana prospek kerja sama ekonomi di bidang haji-umrah yang demikian besar ini dapat ditindaklanjuti oleh negara yang telah diklaim sang Raja sebagai rumah keduanya.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6579 seconds (0.1#10.140)