Media for World Harmony
A
A
A
Yuliandre Darwis, Ph.D
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat/Presiden IBRAF
JIKA tidak ada aral melintang, bangsa Indonesia menyelenggarakan kegiatan internasional di bidang media dan penyiaran. Kegiatan itu bertajuk “Media for World Harmony” sebagai gagasan utama dalam rangkaian agenda OIC Broadcasting Regulatory Authorities Forum (IBRAF) di Bandung, Jawa Barat, dari tanggal 21 hingga 23 Februari 2017.
Agenda IBRAF kelima diikuti sekitar 40 negara dengan 500 peserta dari dalam maupun mancanegara serta dihadiri pimpinan negara, ketua regulator penyiaran sedunia, akademisi, dan tokoh-tokoh broadcasting dunia—mereka akan membahas tema besar tersebut dalam berbagai sesi international conference, annual meeting, dan parallel session.
Pemikiran ini dilandasi situasi zaman yang akhir-akhir ini mengalami ketegangan sosial yang dipengaruhi kekuatan informasi yang menyebar melalui media massa, baik itu televisi, radio, cetak, maupun media baru (new media). Dampak dari pengaruh kekuatan informasi begitu dahsyat terhadap kehidupan sosial, situasi politik, kondisi ekonomi, keagamaan, budaya, keamanan negara, dan kehidupan masyarakat yang lain.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang mengglobal telah menganalisasi kejadian ataupun peristiwa dalam satu ruang yang hampir seragam. Artinya, apa yang terjadi di satu negara, terjadi pula di negara lain dalam waktu yang sangat cepat.
Keterhubungan antarnegara yang berbeda benua menjadi sangat erat dan dekat. Dalam konteks ini, kita mengamini kata ilmuan komunikasi tersohor Marshall Mcluhan dalam karyanya yang cukup populer Understanding Media: Extension of a Man menyatakan bahwa masyarakat dunia berada pada kondisi desa global (global village) yang berhubungan satu dengan lainnya karena kekuatan teknologi komunikasi dan informasi.
Teknologi digital serta realitas konvergensi media membawa konsekuensi serius pada kehidupan umat manusia. Segala peristiwa dan informasi, baik maupun buruk, benar atau tidak benar peristiwa itu dapat tersebar dengan mudah melalui kanal-kanal komunikasi yang kita miliki apalagi lewat gadget yang sudah membudaya. Asalkan jaringan internet terkoneksi maka beragama informasi dapat diakses lewat saluran komunikasi ini.
Dengan gadget, kita dapat menonton seperti televisi, mendengarkan layaknya radio, membaca koran, bahkan live streaming. Di tengah terpaan teknologi dan tsunami informasi, persoalan lain muncul. Umumnya masyarakat kita tidak melakukan verifikasi dan seleksi atas informasi yang diterima.
Lebih parah lagi, kebiasaan copy paste kemudian melakukan share informasi yang kebenarannya masih perlu diverifikasi—sudah menjadi kebiasaan dalam perilaku masyarakat informasi.
Melawan Hoax
Persoalan hoax menjadi keprihatinan bersama. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo beberapa waktu belakangan memberi kritik terhadap maraknya berita bohong yang tersebar melalui media, khususnya media sosial (medsos) yang menimbulkan keresahan masyarakat.
Bahkan, fenomena hoax mengancam kerukunan, keharmonisan, dan kebhinekaan yang dimiliki bangsa kita. Hoax menebarkan kebencian antarmanusia dengan mempertentangkan sisi-sisi perbedaan ras, suku, agama, maupun antargolongan (SARA). Ini membahayakan eksistensi dan masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan ideologi negara.
Penyikapan hoax juga dilakukan di Bandung pada 20 Februari 2017 di Alun-Alun Kota Bandung. Gerakan melawan hoax sebagai bagian dari rangkaian kegiatan menyambut event internasional IBRAF memberi pesan perlawanan hoax secara bersama karena jika dibiarkan akan membahayakan masa depan kemanusiaan.
Pada pagi itu, saya bersama Wali Kota Bandung Ridwan Kamil (Kang Emil) dan masyarakat Bandung berkumpul menyampaikan pesan kepada masyarakat dunia agar melawan hoax. Gerakan melawan hoax dimulai dari diri sendiri dengan mengedepankan verifikasi informasi yang kita terima untuk menjaga akurasi informasi.
Memilah serta memilih informasi yang baik dan buruk, tidak lantas menyebarkan kepada orang lain, apalagi menggunakan ruang publik demokrasi seperti frekuensi publik.
Spirit ini digelorakan menuju perdamaian dan kerukunan masyarakat. Pesan harmoni dan perdamaian masyarakat di dunia terus didorong melalui informasi yang memainkan peran strategis di era saat ini yang dibanjiri berbagai informasi yang mendera kita semua.
Posisi Indonesia
Kegiatan IBRAF menjadi pertaruhan penting posisi bangsa Indonesia di mata negara-negara di dunia. Agenda IBRAF tidak hanya bercerita mengenai peran penting Komisi Penyiaran Indonesia maupun industri penyiaran, namun hal ini menyangkut nama baik kita semua, Pemerintah Indonesia atas nama Merah Putih.
Seyogianya kita memberi kontribusi nyata yang solutif terhadap situasi zaman yang dipenuhi tantangan besar akibat informasi media massa. Menguatnya kebencian-kebencian antarmanusia dan bangsa-bangsa di dunia tidak lepas dari pengaruhi informasi.
Gerakan radikal menyebar melalui Youtube, medsos, bahkan media mainstream yang membuat citra suatu agama menjadi kurang baik bahkan dilabelisasi dengan aksi-aksi ahumanis dan bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri. Akibatnya, terjadi Islamfobia, radikalisme, dan streotipe negatif terhadap agama tertentu.
Dari Indonesia, kita sebarkan message positif kepada dunia. Informasi terlebih yang menyebar melalui media massa harus digunakan sebagai kekuatan strategis untuk menciptakan kerukunan umat, mewujudkan harmoni, serta perdamaian dalam perbedaan untuk masa depan kemanusiaan dan dunia yang lebih baik serta beradab.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat/Presiden IBRAF
JIKA tidak ada aral melintang, bangsa Indonesia menyelenggarakan kegiatan internasional di bidang media dan penyiaran. Kegiatan itu bertajuk “Media for World Harmony” sebagai gagasan utama dalam rangkaian agenda OIC Broadcasting Regulatory Authorities Forum (IBRAF) di Bandung, Jawa Barat, dari tanggal 21 hingga 23 Februari 2017.
Agenda IBRAF kelima diikuti sekitar 40 negara dengan 500 peserta dari dalam maupun mancanegara serta dihadiri pimpinan negara, ketua regulator penyiaran sedunia, akademisi, dan tokoh-tokoh broadcasting dunia—mereka akan membahas tema besar tersebut dalam berbagai sesi international conference, annual meeting, dan parallel session.
Pemikiran ini dilandasi situasi zaman yang akhir-akhir ini mengalami ketegangan sosial yang dipengaruhi kekuatan informasi yang menyebar melalui media massa, baik itu televisi, radio, cetak, maupun media baru (new media). Dampak dari pengaruh kekuatan informasi begitu dahsyat terhadap kehidupan sosial, situasi politik, kondisi ekonomi, keagamaan, budaya, keamanan negara, dan kehidupan masyarakat yang lain.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang mengglobal telah menganalisasi kejadian ataupun peristiwa dalam satu ruang yang hampir seragam. Artinya, apa yang terjadi di satu negara, terjadi pula di negara lain dalam waktu yang sangat cepat.
Keterhubungan antarnegara yang berbeda benua menjadi sangat erat dan dekat. Dalam konteks ini, kita mengamini kata ilmuan komunikasi tersohor Marshall Mcluhan dalam karyanya yang cukup populer Understanding Media: Extension of a Man menyatakan bahwa masyarakat dunia berada pada kondisi desa global (global village) yang berhubungan satu dengan lainnya karena kekuatan teknologi komunikasi dan informasi.
Teknologi digital serta realitas konvergensi media membawa konsekuensi serius pada kehidupan umat manusia. Segala peristiwa dan informasi, baik maupun buruk, benar atau tidak benar peristiwa itu dapat tersebar dengan mudah melalui kanal-kanal komunikasi yang kita miliki apalagi lewat gadget yang sudah membudaya. Asalkan jaringan internet terkoneksi maka beragama informasi dapat diakses lewat saluran komunikasi ini.
Dengan gadget, kita dapat menonton seperti televisi, mendengarkan layaknya radio, membaca koran, bahkan live streaming. Di tengah terpaan teknologi dan tsunami informasi, persoalan lain muncul. Umumnya masyarakat kita tidak melakukan verifikasi dan seleksi atas informasi yang diterima.
Lebih parah lagi, kebiasaan copy paste kemudian melakukan share informasi yang kebenarannya masih perlu diverifikasi—sudah menjadi kebiasaan dalam perilaku masyarakat informasi.
Melawan Hoax
Persoalan hoax menjadi keprihatinan bersama. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo beberapa waktu belakangan memberi kritik terhadap maraknya berita bohong yang tersebar melalui media, khususnya media sosial (medsos) yang menimbulkan keresahan masyarakat.
Bahkan, fenomena hoax mengancam kerukunan, keharmonisan, dan kebhinekaan yang dimiliki bangsa kita. Hoax menebarkan kebencian antarmanusia dengan mempertentangkan sisi-sisi perbedaan ras, suku, agama, maupun antargolongan (SARA). Ini membahayakan eksistensi dan masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan ideologi negara.
Penyikapan hoax juga dilakukan di Bandung pada 20 Februari 2017 di Alun-Alun Kota Bandung. Gerakan melawan hoax sebagai bagian dari rangkaian kegiatan menyambut event internasional IBRAF memberi pesan perlawanan hoax secara bersama karena jika dibiarkan akan membahayakan masa depan kemanusiaan.
Pada pagi itu, saya bersama Wali Kota Bandung Ridwan Kamil (Kang Emil) dan masyarakat Bandung berkumpul menyampaikan pesan kepada masyarakat dunia agar melawan hoax. Gerakan melawan hoax dimulai dari diri sendiri dengan mengedepankan verifikasi informasi yang kita terima untuk menjaga akurasi informasi.
Memilah serta memilih informasi yang baik dan buruk, tidak lantas menyebarkan kepada orang lain, apalagi menggunakan ruang publik demokrasi seperti frekuensi publik.
Spirit ini digelorakan menuju perdamaian dan kerukunan masyarakat. Pesan harmoni dan perdamaian masyarakat di dunia terus didorong melalui informasi yang memainkan peran strategis di era saat ini yang dibanjiri berbagai informasi yang mendera kita semua.
Posisi Indonesia
Kegiatan IBRAF menjadi pertaruhan penting posisi bangsa Indonesia di mata negara-negara di dunia. Agenda IBRAF tidak hanya bercerita mengenai peran penting Komisi Penyiaran Indonesia maupun industri penyiaran, namun hal ini menyangkut nama baik kita semua, Pemerintah Indonesia atas nama Merah Putih.
Seyogianya kita memberi kontribusi nyata yang solutif terhadap situasi zaman yang dipenuhi tantangan besar akibat informasi media massa. Menguatnya kebencian-kebencian antarmanusia dan bangsa-bangsa di dunia tidak lepas dari pengaruhi informasi.
Gerakan radikal menyebar melalui Youtube, medsos, bahkan media mainstream yang membuat citra suatu agama menjadi kurang baik bahkan dilabelisasi dengan aksi-aksi ahumanis dan bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri. Akibatnya, terjadi Islamfobia, radikalisme, dan streotipe negatif terhadap agama tertentu.
Dari Indonesia, kita sebarkan message positif kepada dunia. Informasi terlebih yang menyebar melalui media massa harus digunakan sebagai kekuatan strategis untuk menciptakan kerukunan umat, mewujudkan harmoni, serta perdamaian dalam perbedaan untuk masa depan kemanusiaan dan dunia yang lebih baik serta beradab.
(poe)