Menko PMK: Dialog Kebangsaan Perlu Digelorakan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani menilai dialog kebangsaan memiliki arti penting dan strategis untuk terus digelorakan. Apalagi, belakangan ini bangsa Indonesia tengah mengalami ujian yang dapat mengganggu rasa, semangat dan jiwa persaudaraan kebangsaan.
“Kegiatan dialog kebangsaan dapat dijadikan sebagai momentum sekaligus forum yang bermanfaat untuk berdialog, bertukar pikiran, dan mencari solusi bagi upaya membangun kehidupan dan kerukunan umat beragama yang lebih baik,” ujar Puan mengawali arahannya dalam forum Dialog Kebangsaan yang digagas oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulawesi Utara, di Gedung Graha Gubernuran Bumi Beringin, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (12/2/2017).
Dalam acara itu hadir antara lain Gubernur Sulut Olly Dondokambey, Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw, perwakilan PBNU KH Masduki Baidlowi, Ketua PWNU Sulut Sya’ban Mauludin, Ketua MUI Sulut, dan anggota DPR RI asal Sulut Vanda Sarundajang.
Puan menjelaskan, Indonesia dengan kondisi keberagaman dan sebagai bangsa yang besar, sejak awal para pendiri bangsa telah sepakat untuk menetapkan negara Indonesia merdeka sebagai negara Ketuhanan sebagaimana terdapat dalam sila pertama Pancasila.
Untuk itu, di era globalisasi sekarang ini, pemerintah dan masyarakat hendaknya bersama-sama bergotong royong mengisi ruang-ruang bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan pemahaman keagamaan yang tidak sempit, atau menggunakan istilah Bung Karno, tanpa ‘egoisme agama’.
Untuk itu pula, Puan mengajak jajaran pengurus NU dan PWNU di semua daerah dapat bersinergi dengan Kelompok Kerja Revolusi Mental dalam mengupayakan pembentukan karakter bangsa yang merupakan kerja tanpa henti selama republik ini ada.
Puan lalu mengutip pidato Bung Karno ketika menjelaskan tentang sila ketuhanan dalam pidato 1 Juni di depan sidang BPUPKI yang pada intinya menegaskan pada prinsipnya bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan, Tuhan-nya sendiri; pada prinsipnya, hendaknya Negara Indonesia ialah Negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dan beribadah dengan cara yang leluasa; pada prinsipnya segenap rakyat hendaknya meniadakan egoisme agamanya; dan pada prinsipnya, Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, berkeadaban, dengan sikap saling hormat menghormati sesama pemeluk agama dan kepercayaan.
“Oleh karena itu, agama dalam pembangunan manusia dan Kebudayaan, merupakan pembangunan agama yang diarahkan untuk dapat memberikan kekuatan pendorong kemajuan, memberikan landasan masyarakat yang berakhlak, bermoral, dan beretika yang mampu mewujudkan kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, harmonis, dan ber-Bhineka Tunggal Ika, dalam mencapai kesejahteraan bersama."
"Agama dalam Pembangunan Manusia dan dan Kebudayaan, memberikan landasan etik dan moral dalam membangun Jiwa Gotong Royong untuk menjadikan Indonesia berdaulat, berdikari, dan berkepribadian. Siapapun dan apapun agamanya, kalau untuk kepentingan bangsa dan negara kita harus bersatu,” tambah Puan.
Pada kesempatan yang sama, Ketua PWNU Sulut Sya'ban Mauludin menegaskan komitmen para nahdhiyin untuk mengawal bangsa dan negara sesuai amanah para pendiri NU terdahulu.
“Sepanjang dibutuhkan untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa serta negara, NU akan selalu hadir,” ungkap Sya'ban seraya mengharapkan jika dialog kebangsaan ini bisa semakin memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
“Kegiatan dialog kebangsaan dapat dijadikan sebagai momentum sekaligus forum yang bermanfaat untuk berdialog, bertukar pikiran, dan mencari solusi bagi upaya membangun kehidupan dan kerukunan umat beragama yang lebih baik,” ujar Puan mengawali arahannya dalam forum Dialog Kebangsaan yang digagas oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulawesi Utara, di Gedung Graha Gubernuran Bumi Beringin, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (12/2/2017).
Dalam acara itu hadir antara lain Gubernur Sulut Olly Dondokambey, Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw, perwakilan PBNU KH Masduki Baidlowi, Ketua PWNU Sulut Sya’ban Mauludin, Ketua MUI Sulut, dan anggota DPR RI asal Sulut Vanda Sarundajang.
Puan menjelaskan, Indonesia dengan kondisi keberagaman dan sebagai bangsa yang besar, sejak awal para pendiri bangsa telah sepakat untuk menetapkan negara Indonesia merdeka sebagai negara Ketuhanan sebagaimana terdapat dalam sila pertama Pancasila.
Untuk itu, di era globalisasi sekarang ini, pemerintah dan masyarakat hendaknya bersama-sama bergotong royong mengisi ruang-ruang bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan pemahaman keagamaan yang tidak sempit, atau menggunakan istilah Bung Karno, tanpa ‘egoisme agama’.
Untuk itu pula, Puan mengajak jajaran pengurus NU dan PWNU di semua daerah dapat bersinergi dengan Kelompok Kerja Revolusi Mental dalam mengupayakan pembentukan karakter bangsa yang merupakan kerja tanpa henti selama republik ini ada.
Puan lalu mengutip pidato Bung Karno ketika menjelaskan tentang sila ketuhanan dalam pidato 1 Juni di depan sidang BPUPKI yang pada intinya menegaskan pada prinsipnya bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan, Tuhan-nya sendiri; pada prinsipnya, hendaknya Negara Indonesia ialah Negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dan beribadah dengan cara yang leluasa; pada prinsipnya segenap rakyat hendaknya meniadakan egoisme agamanya; dan pada prinsipnya, Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, berkeadaban, dengan sikap saling hormat menghormati sesama pemeluk agama dan kepercayaan.
“Oleh karena itu, agama dalam pembangunan manusia dan Kebudayaan, merupakan pembangunan agama yang diarahkan untuk dapat memberikan kekuatan pendorong kemajuan, memberikan landasan masyarakat yang berakhlak, bermoral, dan beretika yang mampu mewujudkan kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, harmonis, dan ber-Bhineka Tunggal Ika, dalam mencapai kesejahteraan bersama."
"Agama dalam Pembangunan Manusia dan dan Kebudayaan, memberikan landasan etik dan moral dalam membangun Jiwa Gotong Royong untuk menjadikan Indonesia berdaulat, berdikari, dan berkepribadian. Siapapun dan apapun agamanya, kalau untuk kepentingan bangsa dan negara kita harus bersatu,” tambah Puan.
Pada kesempatan yang sama, Ketua PWNU Sulut Sya'ban Mauludin menegaskan komitmen para nahdhiyin untuk mengawal bangsa dan negara sesuai amanah para pendiri NU terdahulu.
“Sepanjang dibutuhkan untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa serta negara, NU akan selalu hadir,” ungkap Sya'ban seraya mengharapkan jika dialog kebangsaan ini bisa semakin memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
(kri)