Ribuan Mahasiswa Gelar Jambore Jaga Kebhinekaan
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 3.000 mahasiswa/i dari 500 kampus seluruh Indonesia akan menggelar Jambore Nasional Mahasiswa Indonesia di Cibubur, Jakarta Timur, 4-6 Februari 2017. Jambore tersebut dimaksudkan untuk menyamakan persepsi mengenai kebinekaan di Indonesia dan peneguhan komitmen untuk menjaga dan menjalankan ideologi Pancasila.
Ketua Panitia Jambore Nasional Septian (Universitas Muhammadiyah, Tangerang) mengatakan, saat ini ada ancaman yang cukup serius terhadap NKRI, ideologi Pancasila dan kebinekaan.
“Situasi bangsa ini jadi terpecah karena isu SARA. Padahal pendiri bangsa ini kan terdiri dari berbagai suku, agama, dan asal usul lainnya,” kata Septian dalam keterangan pers bersama di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (2/2/2017)
Pelaksanaan pemilu kepala daerah (pilkada) serentak membuat pasangan calon (paslon) dan tim sukses (timses) berupaya menggaet suara pemilih dengan berbagai cara. Malangnya, mereka juga memainkan isu SARA yang membuat masyarakat terkotak-kotak karena latar belakang SARA.
Para peserta jambore akan meminta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas kepada siapapun yang mempermainkan isu SARA. Namun, pada saat bersamaan mahasiswa harus memainkan peran menjadi bingkai kebinekaan di NKRI.
“Kita tidak bisa mengintervensi Tuhan. Kita tidak pernah bisa menolak apa yang Tuhan inginkan. Apakah jadi orang China, Batak, Jawa, Dayak dan sebagainya, kita tak bisa mengintervensi apapun. Kita harus bisa menerima dan menghargai apapun yang ada,” kata Wakil Ketua Panitia Pelaksana Jambore, Egi Hendrawan dari Universitas Pakuan Bogor, Jawa Barat.
Sejak Oktober 2016 lalu, kata Egi Hendrawan, mahasiswa sudah berinisiatif membentuk posko relawan penjaga NKRI di Universitas Mpu Tantular, Jakarta. Hingga saat ini setidaknya posko tersebut sudah terbentuk di 100 kampus di seluruh Indonesia.
“Kita melihat ada pihak tertentu yang ingin mengganti Pancasila, menolak kebinekaan di NKRI. Di situ kita harus memainkan peran. Mahasiswa harus menjadi menjadi pelindung bagi korban SARA,” tegasnya.
Menurut Septian, kegiatan jambore ini bukan kegiatan politik, tetapi berangkat dari keprihatinan atas situasi yang ada saat ini. Sangat disayangkan kalau energi dan potensi anak bangsa habis untuk memikirkan masalah SARA yang harusnya sudah dituntaskan oleh pendiri bangsa.
Dalam jambore nanti, ditambahkan Septian, peserta akan melakukan kajian ilmiah tentang Pancasila, NKRI serta kebinekaan yang hasilnya bisa disampaikan kepada publik dan pemerintah.
Isworo dari Universitas Islam Negeri Jakarta, UIN Jakarta yang berperan sebagai penghubung peserta jambore mengatakan sekitar 500 kampus yang terlibat dalam kegiatan tersebut berasal dari sekitar 20 provinsi. Masing-masing kampus akan mengirimkan lima orang wakil.
Inisator kegiatan ini berasal dari elemen mahasiswa yang berada di DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Saat ini jumlah peserta telah terkonfirmasi dan sedang dalam perjalanan dari daerah masing-masing menuju Cibubur, Jakarta Timur.
Tugas dan peran mahasiswa untuk memberi pemahaman terhadap masyarakat tentang bahaya dan ancaman jika membiarkan sejumlah pihak terus mengulik-ulik masalah SARA terutama dalam kaitannya dengan pemilu kepala daerah (pilkada) atau pemilu.
Ketua Panitia Jambore Nasional Septian (Universitas Muhammadiyah, Tangerang) mengatakan, saat ini ada ancaman yang cukup serius terhadap NKRI, ideologi Pancasila dan kebinekaan.
“Situasi bangsa ini jadi terpecah karena isu SARA. Padahal pendiri bangsa ini kan terdiri dari berbagai suku, agama, dan asal usul lainnya,” kata Septian dalam keterangan pers bersama di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (2/2/2017)
Pelaksanaan pemilu kepala daerah (pilkada) serentak membuat pasangan calon (paslon) dan tim sukses (timses) berupaya menggaet suara pemilih dengan berbagai cara. Malangnya, mereka juga memainkan isu SARA yang membuat masyarakat terkotak-kotak karena latar belakang SARA.
Para peserta jambore akan meminta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas kepada siapapun yang mempermainkan isu SARA. Namun, pada saat bersamaan mahasiswa harus memainkan peran menjadi bingkai kebinekaan di NKRI.
“Kita tidak bisa mengintervensi Tuhan. Kita tidak pernah bisa menolak apa yang Tuhan inginkan. Apakah jadi orang China, Batak, Jawa, Dayak dan sebagainya, kita tak bisa mengintervensi apapun. Kita harus bisa menerima dan menghargai apapun yang ada,” kata Wakil Ketua Panitia Pelaksana Jambore, Egi Hendrawan dari Universitas Pakuan Bogor, Jawa Barat.
Sejak Oktober 2016 lalu, kata Egi Hendrawan, mahasiswa sudah berinisiatif membentuk posko relawan penjaga NKRI di Universitas Mpu Tantular, Jakarta. Hingga saat ini setidaknya posko tersebut sudah terbentuk di 100 kampus di seluruh Indonesia.
“Kita melihat ada pihak tertentu yang ingin mengganti Pancasila, menolak kebinekaan di NKRI. Di situ kita harus memainkan peran. Mahasiswa harus menjadi menjadi pelindung bagi korban SARA,” tegasnya.
Menurut Septian, kegiatan jambore ini bukan kegiatan politik, tetapi berangkat dari keprihatinan atas situasi yang ada saat ini. Sangat disayangkan kalau energi dan potensi anak bangsa habis untuk memikirkan masalah SARA yang harusnya sudah dituntaskan oleh pendiri bangsa.
Dalam jambore nanti, ditambahkan Septian, peserta akan melakukan kajian ilmiah tentang Pancasila, NKRI serta kebinekaan yang hasilnya bisa disampaikan kepada publik dan pemerintah.
Isworo dari Universitas Islam Negeri Jakarta, UIN Jakarta yang berperan sebagai penghubung peserta jambore mengatakan sekitar 500 kampus yang terlibat dalam kegiatan tersebut berasal dari sekitar 20 provinsi. Masing-masing kampus akan mengirimkan lima orang wakil.
Inisator kegiatan ini berasal dari elemen mahasiswa yang berada di DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Saat ini jumlah peserta telah terkonfirmasi dan sedang dalam perjalanan dari daerah masing-masing menuju Cibubur, Jakarta Timur.
Tugas dan peran mahasiswa untuk memberi pemahaman terhadap masyarakat tentang bahaya dan ancaman jika membiarkan sejumlah pihak terus mengulik-ulik masalah SARA terutama dalam kaitannya dengan pemilu kepala daerah (pilkada) atau pemilu.
(kri)