Ira Koesno, Meme, Komunikasi Politik
A
A
A
Eko Ardiyanto
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta, Jurnalis
DEBAT kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang diselenggarakan KPU DKI Jakarta akan berlangsung Jumat 27 Januari 2017.
KPU Jakarta telah menetapkan tema debat, yakni mengenai reformasi birokrasi dan pelayanan publik, serta tentang penataan kawasan perkotaan. Durasi debat pun akan ditambah menjadi 150 menit, setelah durasi pada debat pertama dirasa kurang. Selain suasana debat yang berlangsung menarik antarpasangan calon, gegap gempita para pendukung dari masingmasing calon juga terjadi di media sosial.
Tulisan ini secara khusus akan melihat munculnya meme politik terkait debat pilkada putaran pertama lalu. Meme yang menarik ternyata lebih banyak mengenai moderator debat, Ira Koesno yang dulu lebih dikenal sebagai news presenterdi salah satu televisi swasta.
Nama Ira Koesno dulu juga sempat menjadi perhatian publik, saat mewawancarai mantan menteri Sarwono Kusumaatmadja empat hari sebelum Presiden Soeharto lengser dari kursi presiden yang dikenal dengan wawancara ”cabut gigi” sebagai bahasa sandi yang berarti Presiden Soeharto harus turun.
Istilah meme pertama kali diperkenalkan oleh Richard Dawkins (1976, h. 189) yang mengacu pada mutasi sebuah gen dalam mereplikasi dan menggandakan diri. Menurutnya, meme adalah bentuk transmisi budaya melalui replikasi ide, gagasan, yang merasuk ke dalam kognisi manusia.
Meme menjadi fenomena baru di dunia maya seiring dengan meningkatnya pengguna media sosial di Indonesia. Meme kemudian muncul sebagai wahana hiburan bagi para netizen (masyarakat dunia maya) karena sifatnya yang mengandung parodi dan sindiran yang lucu terhadap sebuah peristiwa.
Meme diciptakan melalui proses replikasi dan modifikasi dari foto/gambar atau video yang dilengkapi teks berisi berbagai macam pesan tertentu yang ditujukan bagi pihak-pihak tertentu atau masyarakat luas.
Ada proses penciptaan meme, yakni mulai dari kreator, posting, kloning, sharing, begitulah seterusnya. Kemunculan dan perkembangan memedi Indonesia tidak ada yang bisa memastikannya karena itu kemunculannya dianggap sebagai bagian integral dengan internet.
Bila mengacu pada kemunculan meme secara global, fenomena replikasi gambar ini mulai muncul pada 2009, saat lukisan Joseph Ducreux (1793) tiba-tiba mereplikasi diri di internet dengan penambahan-penambahan keterangan (caption) pada gambarnya (Wiggins & Bowers dalam Sandi Allifiansyah, 2016).
Fenomena tambal sulam penambahan keterangan atau pesan pada gambar inilah yang populer disebut meme. Di Indonesia, istilah meme ini populer sejak muncul di situs Yeahmahasiswa.com pada 2009.
Di situ ditunjukkan berbagai parodi dan sindiran kehidupan keseharian mahasiswa seperti skripsi, tugas akhir, hingga indeks prestasi kumulatif. Pada ilmu semiotika, meme adalah tanda yang mewakili sesuatu berupa pengalaman, pikiran, gagasan, atau perasaan.
Semiotika menurut Charles Sanders Pierce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence), atau kerja sama tiga subjek, yaitu tanda (sign), objek (object) dan penafsir (interpretant) yang disebut teori segitiga makna atau triangle meaning. Tanda berupa gambar, rupa, bentuk, warna pada meme.
Objek merupakan makna dari tanda-tanda yang ada pada meme, sedangkan penafsir adalah sikap dan pola pemikiran para kreator meme. Meme Ira Koesno yang marak setelah debat pertama calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta lalu, dalam kacamata semiotika dapat dijelaskan bahwa: (1) tanda yang banyak muncul adalah sosok Ira Koesno dibanding sosok para kandidat yang bertarung yakni pasangan nomor 1, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, atau pasangan nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan pasangan nomor urut 3, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
(2) objek, pada meme Ira Koesno terkandung makna bahwa Ira Koesno adalah sosok wanita yang cantik, meski telah berusia 47 tahun dan cerdas. (3) penafsir menunjukkan bahwa sikap dan pemikiran para kreator meme dan para netizen cenderung sama, hal ini terlihat dari tanggapan-tanggapan yang diberikan netizen setelah melihat berbagai meme Ira Koesno bernada positif.
Maraknya meme Ira Koesno ini sekaligus menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah jenuh dengan politik yang hanya retorika tanpa hasil nyata. Meme Ira Koesno merupakan salah satu bentuk sindiran bagi para politisi yang bertarung di Pilkada DKI Jakarta 2017. Setelah debat kedua calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta juga diprediksi akan memunculkan berbagai meme baru yang lucu dan menarik.
Meme Bentuk Komunikasi Politik Baru
Media sosial kini sering disebut sebagai pilar kelima dalam demokrasi, setelah legislatif, eksekutif, yudikatif dan media, karena makna demokrasi yakni dari, oleh, dan untuk rakyat memang benar-benar terjadi di media sosial. Semua bentuk tulisan atau gambar yang tersebar melalui media sosial dengan cepat menyebar dan mendapat umpan balik, baik yang mendukung maupun yang menolak.
Salah satu bentuk komunikasi politik baru di media sosial adalah penggunaan meme. Bagi seorang komunikator (politisi), meme kini menjadi sarana komunikasi yang efektif untuk branding, pencitraan, ataupun untuk menyerang lawan politiknya.
Meme telah menjadi alat yang penting untuk menyampaikan ekspresi atau sikap politik dalam penggunaan platform media baru yang saat ini marak digunakan masyarakat kita, seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram, juga Whatsapp.
Selain itu, penyebaran meme di dunia maya pasti akan menimbulkan efek, baik bagi komunikan maupun audiens di dunia maya, apalagi jika meme yang dibuat menjadi trending topic. Efek di dunia maya biasanya akan sejalan dengan efek di dunia nyata (politik), yakni jika seseorang memiliki citra positif di dunia maya, maka efeknya dia akan menuai pujian juga di dunia nyata.
Fenomena penggunaan meme di media sosial dalam penyebaran informasi politik sangat menarik perhatian, karena meme yang berupa gambar parodi yang berisi sindiran, satire, atau hal-hal lucu mudah dipahami pengguna sosial yang kebanyakan kaum muda jika dibandingkan dengan penyampaian pesan politik melalui tulisan.
Di Indonesia, penggunaan cyber politic, termasuk meme, memang belum begitu berhasil efeknya. Hal ini bisa saja disebabkan masih rendahnya masyarakat yang melek internet.
Selain itu, para pemilih di negeri ini masih melihat latar belakang calon dan sering termakan bujuk rayu serta janji-janji manis kampanye dari politisi dibandingkan penyampaian visi-misi serta program kerja. Belum lagi faktor politik uang yang masih terjadi di proses pemilu, baik nasional maupun daerah (pilkada).
Namun, seiring dengan meningkatnya pengguna internet, komunikasi politik di dunia maya menjadi alternatif baru dan akan terus berkembang di Indonesia sehingga tak pelak jika fenomena meme akan menjadi sebuah bentuk demokrasi digital gaya baru yang sekaligus menunjukkan genre gaya berkomunikasi di era media baru sebagai wujud dari participatory digital culture (Wiggins & Bowers, 2014).
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta, Jurnalis
DEBAT kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang diselenggarakan KPU DKI Jakarta akan berlangsung Jumat 27 Januari 2017.
KPU Jakarta telah menetapkan tema debat, yakni mengenai reformasi birokrasi dan pelayanan publik, serta tentang penataan kawasan perkotaan. Durasi debat pun akan ditambah menjadi 150 menit, setelah durasi pada debat pertama dirasa kurang. Selain suasana debat yang berlangsung menarik antarpasangan calon, gegap gempita para pendukung dari masingmasing calon juga terjadi di media sosial.
Tulisan ini secara khusus akan melihat munculnya meme politik terkait debat pilkada putaran pertama lalu. Meme yang menarik ternyata lebih banyak mengenai moderator debat, Ira Koesno yang dulu lebih dikenal sebagai news presenterdi salah satu televisi swasta.
Nama Ira Koesno dulu juga sempat menjadi perhatian publik, saat mewawancarai mantan menteri Sarwono Kusumaatmadja empat hari sebelum Presiden Soeharto lengser dari kursi presiden yang dikenal dengan wawancara ”cabut gigi” sebagai bahasa sandi yang berarti Presiden Soeharto harus turun.
Istilah meme pertama kali diperkenalkan oleh Richard Dawkins (1976, h. 189) yang mengacu pada mutasi sebuah gen dalam mereplikasi dan menggandakan diri. Menurutnya, meme adalah bentuk transmisi budaya melalui replikasi ide, gagasan, yang merasuk ke dalam kognisi manusia.
Meme menjadi fenomena baru di dunia maya seiring dengan meningkatnya pengguna media sosial di Indonesia. Meme kemudian muncul sebagai wahana hiburan bagi para netizen (masyarakat dunia maya) karena sifatnya yang mengandung parodi dan sindiran yang lucu terhadap sebuah peristiwa.
Meme diciptakan melalui proses replikasi dan modifikasi dari foto/gambar atau video yang dilengkapi teks berisi berbagai macam pesan tertentu yang ditujukan bagi pihak-pihak tertentu atau masyarakat luas.
Ada proses penciptaan meme, yakni mulai dari kreator, posting, kloning, sharing, begitulah seterusnya. Kemunculan dan perkembangan memedi Indonesia tidak ada yang bisa memastikannya karena itu kemunculannya dianggap sebagai bagian integral dengan internet.
Bila mengacu pada kemunculan meme secara global, fenomena replikasi gambar ini mulai muncul pada 2009, saat lukisan Joseph Ducreux (1793) tiba-tiba mereplikasi diri di internet dengan penambahan-penambahan keterangan (caption) pada gambarnya (Wiggins & Bowers dalam Sandi Allifiansyah, 2016).
Fenomena tambal sulam penambahan keterangan atau pesan pada gambar inilah yang populer disebut meme. Di Indonesia, istilah meme ini populer sejak muncul di situs Yeahmahasiswa.com pada 2009.
Di situ ditunjukkan berbagai parodi dan sindiran kehidupan keseharian mahasiswa seperti skripsi, tugas akhir, hingga indeks prestasi kumulatif. Pada ilmu semiotika, meme adalah tanda yang mewakili sesuatu berupa pengalaman, pikiran, gagasan, atau perasaan.
Semiotika menurut Charles Sanders Pierce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence), atau kerja sama tiga subjek, yaitu tanda (sign), objek (object) dan penafsir (interpretant) yang disebut teori segitiga makna atau triangle meaning. Tanda berupa gambar, rupa, bentuk, warna pada meme.
Objek merupakan makna dari tanda-tanda yang ada pada meme, sedangkan penafsir adalah sikap dan pola pemikiran para kreator meme. Meme Ira Koesno yang marak setelah debat pertama calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta lalu, dalam kacamata semiotika dapat dijelaskan bahwa: (1) tanda yang banyak muncul adalah sosok Ira Koesno dibanding sosok para kandidat yang bertarung yakni pasangan nomor 1, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, atau pasangan nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan pasangan nomor urut 3, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
(2) objek, pada meme Ira Koesno terkandung makna bahwa Ira Koesno adalah sosok wanita yang cantik, meski telah berusia 47 tahun dan cerdas. (3) penafsir menunjukkan bahwa sikap dan pemikiran para kreator meme dan para netizen cenderung sama, hal ini terlihat dari tanggapan-tanggapan yang diberikan netizen setelah melihat berbagai meme Ira Koesno bernada positif.
Maraknya meme Ira Koesno ini sekaligus menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah jenuh dengan politik yang hanya retorika tanpa hasil nyata. Meme Ira Koesno merupakan salah satu bentuk sindiran bagi para politisi yang bertarung di Pilkada DKI Jakarta 2017. Setelah debat kedua calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta juga diprediksi akan memunculkan berbagai meme baru yang lucu dan menarik.
Meme Bentuk Komunikasi Politik Baru
Media sosial kini sering disebut sebagai pilar kelima dalam demokrasi, setelah legislatif, eksekutif, yudikatif dan media, karena makna demokrasi yakni dari, oleh, dan untuk rakyat memang benar-benar terjadi di media sosial. Semua bentuk tulisan atau gambar yang tersebar melalui media sosial dengan cepat menyebar dan mendapat umpan balik, baik yang mendukung maupun yang menolak.
Salah satu bentuk komunikasi politik baru di media sosial adalah penggunaan meme. Bagi seorang komunikator (politisi), meme kini menjadi sarana komunikasi yang efektif untuk branding, pencitraan, ataupun untuk menyerang lawan politiknya.
Meme telah menjadi alat yang penting untuk menyampaikan ekspresi atau sikap politik dalam penggunaan platform media baru yang saat ini marak digunakan masyarakat kita, seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram, juga Whatsapp.
Selain itu, penyebaran meme di dunia maya pasti akan menimbulkan efek, baik bagi komunikan maupun audiens di dunia maya, apalagi jika meme yang dibuat menjadi trending topic. Efek di dunia maya biasanya akan sejalan dengan efek di dunia nyata (politik), yakni jika seseorang memiliki citra positif di dunia maya, maka efeknya dia akan menuai pujian juga di dunia nyata.
Fenomena penggunaan meme di media sosial dalam penyebaran informasi politik sangat menarik perhatian, karena meme yang berupa gambar parodi yang berisi sindiran, satire, atau hal-hal lucu mudah dipahami pengguna sosial yang kebanyakan kaum muda jika dibandingkan dengan penyampaian pesan politik melalui tulisan.
Di Indonesia, penggunaan cyber politic, termasuk meme, memang belum begitu berhasil efeknya. Hal ini bisa saja disebabkan masih rendahnya masyarakat yang melek internet.
Selain itu, para pemilih di negeri ini masih melihat latar belakang calon dan sering termakan bujuk rayu serta janji-janji manis kampanye dari politisi dibandingkan penyampaian visi-misi serta program kerja. Belum lagi faktor politik uang yang masih terjadi di proses pemilu, baik nasional maupun daerah (pilkada).
Namun, seiring dengan meningkatnya pengguna internet, komunikasi politik di dunia maya menjadi alternatif baru dan akan terus berkembang di Indonesia sehingga tak pelak jika fenomena meme akan menjadi sebuah bentuk demokrasi digital gaya baru yang sekaligus menunjukkan genre gaya berkomunikasi di era media baru sebagai wujud dari participatory digital culture (Wiggins & Bowers, 2014).
(poe)