Pertahankan Presidential Threshold Dinilai Kental Aroma Politik
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Voxpol Center‎, Pangi Syarwi Chaniago menilai, niat mempertahankan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold, berbasis perolehan kursi/suara pemilu legislatif dianggap inkonstitusional dan diskriminatif.
"Ini adalah upaya untuk membungkam atau mempersulit partai kecil dan membunuh partai baru," kata Pangi saat dihubungi SINDOnews, Selasa (17/1/2017).
Menurut Pangi, keinginan mempertahankan presidential threshold dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 22D tentang Kebebasan Berserikat, Berkumpul, dan Berorganisasi.
Menurutnya menjadi rumit tatkala pemilu legislatif dan pemilu presiden dilakukan secara serentak, namun partai politik (parpol) baru dilarang mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Apalagi partai tersebut sudah dinyatakan lolos verifikasi sebagai peserta pemilu.
Berbeda kemudian kata Pangi, jika pemilu legislatif dan pemilu presiden dilakukan tanpa serentak, di mana parpol yang memperoleh kursi suara mencapai 30 persen berhak mengajukan calon sendiri, atau parpol bisa melakukan koalisi dengan besaran 20 persen atau 25% yang didasarkan pada pemilihan umum sebelumnya tahun 2014.
"Pasal (berkaitan dengan presidential threshold) tersebut jelas inkonstitusional. RUU (Rancangan Undang-Undang) ini lebih kental aroma politiknya, yang diuntungkan adalah partai besar, sehingga hegemoninya makin kuat dan punya bergaining position mengendalikan, dan mengontrol parta tengah atau partai kecil sesuka hati," pungkasnya.
"Ini adalah upaya untuk membungkam atau mempersulit partai kecil dan membunuh partai baru," kata Pangi saat dihubungi SINDOnews, Selasa (17/1/2017).
Menurut Pangi, keinginan mempertahankan presidential threshold dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 22D tentang Kebebasan Berserikat, Berkumpul, dan Berorganisasi.
Menurutnya menjadi rumit tatkala pemilu legislatif dan pemilu presiden dilakukan secara serentak, namun partai politik (parpol) baru dilarang mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Apalagi partai tersebut sudah dinyatakan lolos verifikasi sebagai peserta pemilu.
Berbeda kemudian kata Pangi, jika pemilu legislatif dan pemilu presiden dilakukan tanpa serentak, di mana parpol yang memperoleh kursi suara mencapai 30 persen berhak mengajukan calon sendiri, atau parpol bisa melakukan koalisi dengan besaran 20 persen atau 25% yang didasarkan pada pemilihan umum sebelumnya tahun 2014.
"Pasal (berkaitan dengan presidential threshold) tersebut jelas inkonstitusional. RUU (Rancangan Undang-Undang) ini lebih kental aroma politiknya, yang diuntungkan adalah partai besar, sehingga hegemoninya makin kuat dan punya bergaining position mengendalikan, dan mengontrol parta tengah atau partai kecil sesuka hati," pungkasnya.
(maf)