Pemilu 2019 Bakal Dinamis Jika Presidential Threshold 0%
A
A
A
JAKARTA - Pemilu Serentak 2019 diyakini bakal berlangsung menarik dan dinamis jika ambang batas parlemen (Parliamentary Threshold) dan ambang batas pencapresan (Presidential Threshold) ditetapkan 0% dalam Undang-undang tentang Pemilu nantinya. Karena akan banyak calon presiden yang bakal bertarung, dan skenario pada Pilpres 2019 akan sangat berbeda dibanding tahun 2014 lalu.
"Kalau misalnya RUU Penyelenggara Pemilu ini diputuskan menggunakan Presidential Threshold 0% atau tanpa treshold, maka Pemilu 2019 ini akan dinamis dan menjadi lebih menarik," ujar Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu Lukman Edy di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/1/2017).
Kendati demikian, dia berharap, apapun keputusannya nanti dalam pembahasan RUU Pemilu menjadi bagian konsolidasi menuju demokrasi yang ideal. Kata Lukman, banyak isu dalam pembahasan RUU Pemilu saat ini. Namun, diakuinya, isu yang paling menarik perhatian masyarakat adalah tentang Presidential Threshold.
"Sebenarnya ada dua isu tentang ambang batas dalam RUU ini, yang pertama adalah ambang batas partai politik yang boleh menjadi anggota DPR RI, dan yang kedua adalah ambang batas partai politik boleh mengusulkan calon presiden dan wakil presiden," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Dia mengungkapkan, Parliamentary Threshold diusulkan pemerintah sebesar 3,5%, sedangkan Presidential Threshold 20%-25%. Lanjut dia, ada keinginan sejumlah fraksi di DPR untuk meningkatkan Parliamentary Threshold menjadi 5-10% dengan alasan untuk konsolidasi demokrasi dengan pendekatan penyederhanaan partai.
"Namun ada juga yang mengusulkan untuk diturunkan menjadi 0% atau tanpa treshold, dengan alasan agar tidak ada suara rakyat yang terbuang percuma tanpa menghasilkan kursi di DPR," kata Wakil Ketua Komisi II DPR ini.
Kata dia, ada pula aspirasi yang beragam dari fraksi tentang Presidential Threshold. Ada fraksi yang setuju dengan usulan pemerintah di angka 20% sampai dengan 25%, dengan alasan agar hubungan presiden dengan DPR tetap terjalin harmonis sebagai syarat efektifnya jalannya pemerintahan.
"Tetapi banyak juga fraksi-fraksi yang mengusulkan diturunkan menjadi 0% atau tanpa threshold, dengan alasan yang kuat pula yakni, alasan konstitusional packa keputusan MK soal keserentakan pileg dan pilpres dalam waktu yang bersamaan," ucapnya.
Dia menambahkan, alasan sejumlah fraksi menginginkan peniadaan Presidential Threshold untuk membuka ruang publik yang luas agar banyak calon presiden muncul. "Sehingga rakyat leluasa memilih siapa yang layak menjadi presiden," pungkasnya.
"Kalau misalnya RUU Penyelenggara Pemilu ini diputuskan menggunakan Presidential Threshold 0% atau tanpa treshold, maka Pemilu 2019 ini akan dinamis dan menjadi lebih menarik," ujar Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu Lukman Edy di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/1/2017).
Kendati demikian, dia berharap, apapun keputusannya nanti dalam pembahasan RUU Pemilu menjadi bagian konsolidasi menuju demokrasi yang ideal. Kata Lukman, banyak isu dalam pembahasan RUU Pemilu saat ini. Namun, diakuinya, isu yang paling menarik perhatian masyarakat adalah tentang Presidential Threshold.
"Sebenarnya ada dua isu tentang ambang batas dalam RUU ini, yang pertama adalah ambang batas partai politik yang boleh menjadi anggota DPR RI, dan yang kedua adalah ambang batas partai politik boleh mengusulkan calon presiden dan wakil presiden," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Dia mengungkapkan, Parliamentary Threshold diusulkan pemerintah sebesar 3,5%, sedangkan Presidential Threshold 20%-25%. Lanjut dia, ada keinginan sejumlah fraksi di DPR untuk meningkatkan Parliamentary Threshold menjadi 5-10% dengan alasan untuk konsolidasi demokrasi dengan pendekatan penyederhanaan partai.
"Namun ada juga yang mengusulkan untuk diturunkan menjadi 0% atau tanpa treshold, dengan alasan agar tidak ada suara rakyat yang terbuang percuma tanpa menghasilkan kursi di DPR," kata Wakil Ketua Komisi II DPR ini.
Kata dia, ada pula aspirasi yang beragam dari fraksi tentang Presidential Threshold. Ada fraksi yang setuju dengan usulan pemerintah di angka 20% sampai dengan 25%, dengan alasan agar hubungan presiden dengan DPR tetap terjalin harmonis sebagai syarat efektifnya jalannya pemerintahan.
"Tetapi banyak juga fraksi-fraksi yang mengusulkan diturunkan menjadi 0% atau tanpa threshold, dengan alasan yang kuat pula yakni, alasan konstitusional packa keputusan MK soal keserentakan pileg dan pilpres dalam waktu yang bersamaan," ucapnya.
Dia menambahkan, alasan sejumlah fraksi menginginkan peniadaan Presidential Threshold untuk membuka ruang publik yang luas agar banyak calon presiden muncul. "Sehingga rakyat leluasa memilih siapa yang layak menjadi presiden," pungkasnya.
(kri)