Ambang Batas 0% Perlu Dicoba untuk Tahu Plus dan Minusnya
A
A
A
JAKARTA - Penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold/PT) dapat meminimalisasi praktik politik uang yang sering terjadi pada tahap pencalonan di pemilu presiden (pilpres).
Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi August Mellaz mengatakan, dengan ambang batas 0%, sejak awal partai sudah membangun koalisi yang sifatnya lebih permanen berbasiskan program untuk kemudian mendorong calon yang akan diusung.
Namun, karena menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) tidaklah mudah, kemungkinannya tidak semua partai politik (parpol) peserta pemilu akan mencalonkan.
"Katakan dalam proses politiknya sangat baik, transparan, tetap saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Karena, kita kan pengalaman berapa orang sih yang bisa jadi figur, bisa rising fund dengan baik, kan tidak banyak," kata August, seperti dikutip dari Koran SINDO, Senin (16/1/2017).
Menurut August, setidaknya sistem pencalonan presiden tanpa ambang batas ini harus dicoba terlebih dahulu minimal dua kali periode untuk mengetahui efeknya nanti.
Kalaupun selanjutnya sistem ini dianggap tidak relevan lagi, itu bisa diubah kemudian hari. Kalau tidak dicoba, semua tidak akan pernah tahu dampaknya terhadap pemerintahan dan parlemen.
"Kalau tahu problem psikologisnya bagaimana, ketika kita masih meraba-raba, kita mikirnya macam-macam kan misalnya nanti enak dong partai itu belum bekerja apa pun bisa nyalon presiden, dan lain-lainnya," ujarnya.
Karena itu, August melihat, dengan penghapusan ambang batas PT, kesempatan terbuka lebar bagi banyak figur baru yang muncul dan menguji kecakapan mereka di kancah perpolitikan nasional. Meskipun tidak terlepas kemungkinan ada parpol yang lebih memilih calon yang sudah teruji sebelumnya.
"Tapi, harus diberikan kesempatan kepada semua parpol termasuk parpol baru. Ya, namanya juga partai baru ya belum berpengalaman, belum teruji, bagaimana mungkin Anda bisa tentukan bahwa kualitas pencalonan kalau Anda tidak tahu berapa yang kamu peroleh, kan pemilunya bareng," ucapnya.
Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi August Mellaz mengatakan, dengan ambang batas 0%, sejak awal partai sudah membangun koalisi yang sifatnya lebih permanen berbasiskan program untuk kemudian mendorong calon yang akan diusung.
Namun, karena menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) tidaklah mudah, kemungkinannya tidak semua partai politik (parpol) peserta pemilu akan mencalonkan.
"Katakan dalam proses politiknya sangat baik, transparan, tetap saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Karena, kita kan pengalaman berapa orang sih yang bisa jadi figur, bisa rising fund dengan baik, kan tidak banyak," kata August, seperti dikutip dari Koran SINDO, Senin (16/1/2017).
Menurut August, setidaknya sistem pencalonan presiden tanpa ambang batas ini harus dicoba terlebih dahulu minimal dua kali periode untuk mengetahui efeknya nanti.
Kalaupun selanjutnya sistem ini dianggap tidak relevan lagi, itu bisa diubah kemudian hari. Kalau tidak dicoba, semua tidak akan pernah tahu dampaknya terhadap pemerintahan dan parlemen.
"Kalau tahu problem psikologisnya bagaimana, ketika kita masih meraba-raba, kita mikirnya macam-macam kan misalnya nanti enak dong partai itu belum bekerja apa pun bisa nyalon presiden, dan lain-lainnya," ujarnya.
Karena itu, August melihat, dengan penghapusan ambang batas PT, kesempatan terbuka lebar bagi banyak figur baru yang muncul dan menguji kecakapan mereka di kancah perpolitikan nasional. Meskipun tidak terlepas kemungkinan ada parpol yang lebih memilih calon yang sudah teruji sebelumnya.
"Tapi, harus diberikan kesempatan kepada semua parpol termasuk parpol baru. Ya, namanya juga partai baru ya belum berpengalaman, belum teruji, bagaimana mungkin Anda bisa tentukan bahwa kualitas pencalonan kalau Anda tidak tahu berapa yang kamu peroleh, kan pemilunya bareng," ucapnya.
(maf)