BUMN Butuh Bule?
A
A
A
ATAS nama motivasi dan semangat berkompetisi, pemerintah tidak keberatan badan usaha milik negara (BUMN) dipimpin oleh orang asing (bule) profesional. Kehadiran orang asing di pucuk pimpinan perusahaan pelat merah diyakini dapat memicu motivasi dan semangat kompetisi para petinggi BUMN.
Hal itu penting, seperti ditegaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi), para pimpinan perusahaan negara harus punya semangat kompetisi yang sehat sebagai salah satu kunci dalam mengembangkan BUMN secara optimal.
Wacana lama yang kembali digulirkan orang nomor satu di Indonesia ini kontan mendapat respons serius dari berbagai pihak. Mereka yang tidak setuju wacana itu menilai mantan gubernur DKI Jakarta tersebut sama saja melecehkan kemampuan anak bangsa.
Presiden Jokowi yang berbicara dalam jamuan santap siang dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional Selasa, 3 Januari 2017, mengungkapkan keinginannya untuk meloloskan tiga atau empat bule profesional yang memimpin BUMN.
Targetnya, agar anak negeri yang menjadi pimpinan BUMN bisa berkompetisi dengan orang asing tersebut. Langkah memasukkan bule profesional dalam perusahaan negara sudah dipraktikkan di Uni Emirat Arab (UEA).
Awalnya BUMN di UEA dinakhodai orang-orang Eropa yang dinilai lebih memahami dan menguasai dunia bisnis modern. Secara bertahap, tepatnya sejak 1975, pimpinan perusahaan mulai diambil alih warga UEA setelah belajar dari bule profesional. Kabarnya, perusahaan negara milik UEA kini terus berkembang pesat.
Sebenarnya, wacana perekrutan bule profesional sebagai pengendali perusahaan negara bukanlah barang baru. Sekitar akhir 2014 wacana ini sempat mengemuka.
Di mata pemerintah mempekerjakan warga asing sebagai direksi BUMN bukanlah hal tabu. Wacana tersebut didukung penuh Sofyan Djalil yang saat itu menjabat menteri koordinator (menko) perekonomian setelah mendapat lampu hijau dari Presiden Jokowi.
Ketika wacana itu ditentang sejumlah pihak yang menilai pemerintah terlalu liberal, Menteri BUMN Rini Soemarno berkilah bahwa tidak ada aturan yang dilanggar bagi orang asing untuk menjadi anggota direksi perusahaan negara.
Meski ditentang sejumlah pihak, pemerintah menilai wacana memasukkan bule profesional dalam pengelolaan BUMN tetap menarik diwujudkan. Rini Soemarno yang pernah tercatat sebagai salah seorang petinggi perusahaan swasta papan atas di negeri ini menyatakan tak perlu mengedepankan kekhawatiran yang berlebihan sebab orang asing yang akan direkrut pemerintah tetap mengedepankan kompetensi dan profesionalitas. Jadi, tidak sembarang rekrut orang asing.
Namun, bagi Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, wacana yang digulirkan pemerintah sejak dua tahun lalu tetap sulit untuk dipahami. Sejak awal politikus Partai Gerindra tersebut sudah “berteriak” bahwa masih banyak orang Indonesia yang mampu menakhodai perusahaan negara dan meminta wacana merekrut orang asing untuk menduduki jajaran direksi BUMN dilupakan saja.
Beri kesempatan kepada putra-putri terbaik bangsa ini dengan memperhatikan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki. Jangan meremehkan kemampuan putra-putri bangsa sendiri.
Persoalan dalam tubuh perusahaan negara harus diakui begitu banyak yang harus diselesaikan. Pembentukan induk perusahaan (holding) BUMN adalah sebuah pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan, setidaknya sebanyak empat sektor usaha sudah terbentuk dalam holding pada tahun ini yang diharapkan menjadi solusi untuk memenangkan pertarungan global. Pemerintah berharap terbentuknya induk perusahaan berdasarkan sektor akan melahirkan efisiensi dan daya saing yang tinggi guna berkompetisi di level global.
Dengan terbentuknya induk perusahaan, pemerintah meyakini bisa meningkatkan nilai perusahaan dalam memperkuat struktur permodalan dan peningkatan aset serta efisiensi usaha. Kementerian BUMN menargetkan laba bersih dari 118 BUMN mencapai Rp172 triliun pada 2016 atau tumbuh sekitar 14,67% dibandingkan laba bersih pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp150 triliun.
Pertanyaan penting yang harus dijawab sekarang kira-kira, berminatkah bule profesional berkarier di perusahaan negara Indonesia? Sudah menjadi rahasia umum pengelolaan BUMN selama ini begitu ribet yang justru menyangkut persoalan nonteknis.
Bagaimana DPR yang seringkali “mengadili” direksi BUMN atas nama kepentingan rakyat, intervensi penguasa untuk meloloskan kepentingannya dan mengakomodasi urusan partai berkuasa, serta berbagai kepentingan yang merasa sok dekat dengan penguasa alias tim sukses.
Hal itu penting, seperti ditegaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi), para pimpinan perusahaan negara harus punya semangat kompetisi yang sehat sebagai salah satu kunci dalam mengembangkan BUMN secara optimal.
Wacana lama yang kembali digulirkan orang nomor satu di Indonesia ini kontan mendapat respons serius dari berbagai pihak. Mereka yang tidak setuju wacana itu menilai mantan gubernur DKI Jakarta tersebut sama saja melecehkan kemampuan anak bangsa.
Presiden Jokowi yang berbicara dalam jamuan santap siang dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional Selasa, 3 Januari 2017, mengungkapkan keinginannya untuk meloloskan tiga atau empat bule profesional yang memimpin BUMN.
Targetnya, agar anak negeri yang menjadi pimpinan BUMN bisa berkompetisi dengan orang asing tersebut. Langkah memasukkan bule profesional dalam perusahaan negara sudah dipraktikkan di Uni Emirat Arab (UEA).
Awalnya BUMN di UEA dinakhodai orang-orang Eropa yang dinilai lebih memahami dan menguasai dunia bisnis modern. Secara bertahap, tepatnya sejak 1975, pimpinan perusahaan mulai diambil alih warga UEA setelah belajar dari bule profesional. Kabarnya, perusahaan negara milik UEA kini terus berkembang pesat.
Sebenarnya, wacana perekrutan bule profesional sebagai pengendali perusahaan negara bukanlah barang baru. Sekitar akhir 2014 wacana ini sempat mengemuka.
Di mata pemerintah mempekerjakan warga asing sebagai direksi BUMN bukanlah hal tabu. Wacana tersebut didukung penuh Sofyan Djalil yang saat itu menjabat menteri koordinator (menko) perekonomian setelah mendapat lampu hijau dari Presiden Jokowi.
Ketika wacana itu ditentang sejumlah pihak yang menilai pemerintah terlalu liberal, Menteri BUMN Rini Soemarno berkilah bahwa tidak ada aturan yang dilanggar bagi orang asing untuk menjadi anggota direksi perusahaan negara.
Meski ditentang sejumlah pihak, pemerintah menilai wacana memasukkan bule profesional dalam pengelolaan BUMN tetap menarik diwujudkan. Rini Soemarno yang pernah tercatat sebagai salah seorang petinggi perusahaan swasta papan atas di negeri ini menyatakan tak perlu mengedepankan kekhawatiran yang berlebihan sebab orang asing yang akan direkrut pemerintah tetap mengedepankan kompetensi dan profesionalitas. Jadi, tidak sembarang rekrut orang asing.
Namun, bagi Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, wacana yang digulirkan pemerintah sejak dua tahun lalu tetap sulit untuk dipahami. Sejak awal politikus Partai Gerindra tersebut sudah “berteriak” bahwa masih banyak orang Indonesia yang mampu menakhodai perusahaan negara dan meminta wacana merekrut orang asing untuk menduduki jajaran direksi BUMN dilupakan saja.
Beri kesempatan kepada putra-putri terbaik bangsa ini dengan memperhatikan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki. Jangan meremehkan kemampuan putra-putri bangsa sendiri.
Persoalan dalam tubuh perusahaan negara harus diakui begitu banyak yang harus diselesaikan. Pembentukan induk perusahaan (holding) BUMN adalah sebuah pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan, setidaknya sebanyak empat sektor usaha sudah terbentuk dalam holding pada tahun ini yang diharapkan menjadi solusi untuk memenangkan pertarungan global. Pemerintah berharap terbentuknya induk perusahaan berdasarkan sektor akan melahirkan efisiensi dan daya saing yang tinggi guna berkompetisi di level global.
Dengan terbentuknya induk perusahaan, pemerintah meyakini bisa meningkatkan nilai perusahaan dalam memperkuat struktur permodalan dan peningkatan aset serta efisiensi usaha. Kementerian BUMN menargetkan laba bersih dari 118 BUMN mencapai Rp172 triliun pada 2016 atau tumbuh sekitar 14,67% dibandingkan laba bersih pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp150 triliun.
Pertanyaan penting yang harus dijawab sekarang kira-kira, berminatkah bule profesional berkarier di perusahaan negara Indonesia? Sudah menjadi rahasia umum pengelolaan BUMN selama ini begitu ribet yang justru menyangkut persoalan nonteknis.
Bagaimana DPR yang seringkali “mengadili” direksi BUMN atas nama kepentingan rakyat, intervensi penguasa untuk meloloskan kepentingannya dan mengakomodasi urusan partai berkuasa, serta berbagai kepentingan yang merasa sok dekat dengan penguasa alias tim sukses.
(poe)