Sembilan Peristiwa Kontroversial di Era Jaksa Agung HM Prasetyo

Jum'at, 18 November 2016 - 23:38 WIB
Sembilan Peristiwa Kontroversial di Era Jaksa Agung HM Prasetyo
Sembilan Peristiwa Kontroversial di Era Jaksa Agung HM Prasetyo
A A A
JAKARTA - Masa dua tahun HM Prasetyo menjabat sebagai pimpinan tertinggi Korps Adhyaksa akan jatuh pada 20 November 2016 mendatang. Penunjukan Prasetyo sebagai sebagai Jaksa Agung sejak awal dinilai kontroversial dan menuai kritik dari berbagai kalangan.

Tak bergeming dikritik, Parsetyo melenggang menduduki kursi Jaksa Agung. Hingga dua tahun kepemimpinannya, ada sejumlah kebijakan dan peristiwa yang patut dicermati publik.

Berikut 9 peristiwa kontroversial di era Jaksa Agung HM Prasetyo sebagaimana direkam oleh Indonesia Corruption Watch (ICW):

1. Menggelar Hari Bhakti Adhyaksa secara mewah (Juli 2015)

Dalam perigatan Hari Bhakti Adhyaksa pada Rabu 22 Juli 2015 lalu, Kejaksaan Agung mengadakan syukuran. Selain dihadiri Presiden Joko Widodo, sejumlah artis ibu kota juga muncul dalam perhelatan tersebut, di antaranya, Syahrini, Julia Perez, dan Didi Kempot.

ICW memperkirakan acara tersebut menelan biaya hingga miliaran rupiah. Namun demikian, belum diketahui apakah dana tersebut berasal dari sumbangan dari pihak ketiga atau dari anggaran kejaksaan.

"Yang pasti, Jaksa Agung tidak peja akan kondisi ekonomi Indonesia yang sedang terpuruk," kata Peneliti ICW Wana Alamsyah melalui keterangan pers, Jumat (18/11/2016).

2. Peringkat akhir hasil evaluasi akuntabilitas kinerja Kementerian/Lembaga (Desember 2015)
Kemenpan RB melaporkan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja di tiap kementerian atau lembaga setingkat menteri di tahun 2015. Dari hasil evaluasi menyebutkan, institusi yang dipimpin HM Prasetyo berada di posisi terbawah atau peringkat 86 dari jumlah Kementerian atau Lembaga yang ada di Indonesia.

3. Menjemput Koruptor Buron (April 2016)
Jaksa Agung HM Prasetyo dan Kepala BIN Sutiyoso menjemput Samadikun Hartono, buronan kasus korupsi dana BLBI di Bandara Halim Perdanakusuma. Samadikun ditangkap di China setelah buron selama 13 tahun. Langkah Prasetyo menjemput koruptor dinilai ICW merendahkan martabat sebagai pejabat negara.

4. Membuat kesepakatan dengan koruptor untuk mencicil uang pengganti korupsi (Mei 2016)
Setelah menjemput Samadikun Hartono, Prasetyo juga membuat kesepakatan dengan Samadikun untuk membayar kerugian negara sebesar Rp169 miliar dengan cara mencicil sebanyak empat kali selama empat tahun. Kesepakatan ini dipandang sebagai kompromi dan memberikan keistimewaan terhadap koruptor.

5. Predikat WDP dari Hasil audit BPK 2016

Hasil audit BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga tahun anggaran 2015 menyebutkan Kejagung turun kelas dari predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

6. Beri bantuan hukum kepada Jaksa Farizal yang ditahan KPK (September 2016)
Kejagung memutuskan akan memberikan bantuan hukum kepada Jaksa Farizal, tersangka dugaan suap pengamanan perkara penjualan gula tanpa SNI di PN Padang, Sumbar. Jaksa Farizal adalah jaksa yang menangani kasus impor gula. Belakangan terbongkar Farizal menjadi orang di balik layar dari tersangka. Pembelaan dari kejaksaan berpotensi memecah belah kejaksaan dan KPK.

7. Tiga jaksa ditahan KPK, tiga jaksa lain dicurigai

Pada era HM Prasetyo, ada tiga jaksa yang ditahan KPK karena diduga terlibat suap. Ketiganya yakni, Jaksa Fahri Nurmalo (Kejati Jawa Tengah), Devianti Rohaini (Kejati jawa Barat), dan Farizal (Kejati Sumatera Barat).

Selain itu, ada pula tiga jaksa yang diduga menerima suap lantaran namanya muncul dalam perjara yang ditangani KPK. Ketiganya yakni, Maruli Hutagalung (Kajati Jawa Timur) yang disebut oleh Evi, istri mantan Gubernur Sumut Gatot Pudjo, menerima suap Rp300 juta.

Selain itu ada nama Kajati DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Aspidsus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu yang disebut Marudut sebagai orang yang akan menerima uang Rp2 miliar.

8. 33 kasus korupsi kakap dihetikan kejaksaan

Berdasarkan pantauan ICW, ada 33 kasus korupsi mulai tingkat Kejagung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri yang dihentikan selama Prasetyo menjabat sebagai Jaksa Agung. Total tersangka yang dibebaskan ada 58 orang.

Alasan Kejaksaan menghentikan kasus korupsi yang sedang ditangani karena tidak adanya kerugian negara yang ditimbulkan. Alasan lainnya, penyidik tidak memiliki cukup bukti untuk menaikkan ke proses selanjutnya.

9. Kejaksaan miliki piutang uang pengganti sebesar Rp15 triliun

Uang pengganti adalah uang yang harus dibayarkan terpidana kasus korupsi atas kerugian negara yang ditimbulkannya. Besaran yang pengganti diputuskan oleh hakim dan berkekuatan hukum tetap.

Berdasarkan audit BPK tahun 2016 atas keuangan kejaksaan, ditemukan adanya piutang uang pengganti yang ada di neraca per 31 Desember 2015 sebesar Rp15,6 triliun. Uang pengganti tersebut berada di Bidang Pidana Khusus sebesar Rp5,8 miliar (37,28%), pada Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara sebesar Rp 9,8 miliar (62,72%).
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7042 seconds (0.1#10.140)