Komisi II: Pemilu Serentak Idealnya Tak Ada Ambang Batas
A
A
A
JAKARTA - Ketentuan mengenai ambang batas parlemen (Parliamentary Threshold) maupun ambang batas pencapresan (Presidential Threshold) dinilai tidak perlu ada dalam Undang-undang tentang Pemilu. Pasalnya, Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) digelar serentak mulai tahun 2019.
Maka itu, Pasal 190 dan 192 dalam draf revisi UU Pemilu yang diusulkan pemerintah dikritik. "Karena pileg nanti serentak dengan pilpres, seiring kesempatan parpol mengusung calon, idealnya memang Parliamentary Threshold dan Presidential Threshold tidak perlu ada lagi," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria dalam sebuah diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (3/11/2016).
Maka itu, menurut dia, setiap partai politik (Parpol) seharusnya bisa mengusung seorang calon presiden karena pileg dan pilpres digelar serentak. "Presidential Threshold tidak penting lagi kalau pemilu serentak," papar ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra ini.
Dia melanjutkan, seharusnya rakyat diberikan kebebasan dalam menentukan pilihannya. Kendati demikian, kata dia, Partai Gerindra tidak keberatan dengan ambang Parliamentary Threshold 3,5 % sebagaimana diusulkan pemerintah dalam draf revisi UU Pemilu.
Partai Gerindra juga tidak keberatan jika ambang batas parlemen dihilangkan. "Kalau takut kalah, ya sudah masukkan caleg yang terbaik yang menang," pungkasnya.
Adapun Pasal 190 dalam draf revisi UU yang diajukan pemerintah menyebutkan, pasangan calon diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi syarat perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
Sementara dalam Pasal 192, dibuat juga aturan baru bagi parpol yang belum mengikuti pileg periode sebelumnya, wajib bergabung dengan partai lama jika ingin mengusung pasangan capres dan cawapres.
Maka itu, Pasal 190 dan 192 dalam draf revisi UU Pemilu yang diusulkan pemerintah dikritik. "Karena pileg nanti serentak dengan pilpres, seiring kesempatan parpol mengusung calon, idealnya memang Parliamentary Threshold dan Presidential Threshold tidak perlu ada lagi," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria dalam sebuah diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (3/11/2016).
Maka itu, menurut dia, setiap partai politik (Parpol) seharusnya bisa mengusung seorang calon presiden karena pileg dan pilpres digelar serentak. "Presidential Threshold tidak penting lagi kalau pemilu serentak," papar ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra ini.
Dia melanjutkan, seharusnya rakyat diberikan kebebasan dalam menentukan pilihannya. Kendati demikian, kata dia, Partai Gerindra tidak keberatan dengan ambang Parliamentary Threshold 3,5 % sebagaimana diusulkan pemerintah dalam draf revisi UU Pemilu.
Partai Gerindra juga tidak keberatan jika ambang batas parlemen dihilangkan. "Kalau takut kalah, ya sudah masukkan caleg yang terbaik yang menang," pungkasnya.
Adapun Pasal 190 dalam draf revisi UU yang diajukan pemerintah menyebutkan, pasangan calon diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi syarat perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
Sementara dalam Pasal 192, dibuat juga aturan baru bagi parpol yang belum mengikuti pileg periode sebelumnya, wajib bergabung dengan partai lama jika ingin mengusung pasangan capres dan cawapres.
(kri)