Di Balik Pemilihan Antonio Guterres

Rabu, 26 Oktober 2016 - 09:06 WIB
Di Balik Pemilihan Antonio Guterres
Di Balik Pemilihan Antonio Guterres
A A A
Dinna Wisnu PhD
Pengamat Hubungan Internasional
Co-founder, Paramadina Graduate School of Diplomacy
@dinnawisnu

ANTONIO Guterres akhirnya mendapatkan persetujuan dari Dewan Keamanan PBB untuk mengemban mandat sebagai sekretaris jenderal (sekjen) PBB lima tahun ke depan menggantikan Ban Ki-moon yang telah menjalani jabatan tersebut selama dua periode sejak 2007.

Guterres direkomendasikan oleh Dewan Keamanan yang terdiri atas 15 negara, termasuk 5 negara pemilik veto dan 10 negara anggota tidak tetap. Pengalaman Guterres bekerja dalam kasus pengungsi saat menjadi kepala UNHCR diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap tantangan yang dihadapi oleh PBB di masa mendatang, meski suara atau pandangan yang mendelegitimasi perannya sebagai sekretaris jenderal tetap akan kritis.

Ada perlunya disebutkan di sini aturan pengangkatan seorang sekjen PBB. Secara formal, menurut Pasal 97 Piagam PBB, seorang sekjen wajib ditunjuk oleh Sidang Majelis Umum atas rekomendasi dari Dewan Keamanan PBB.

Definisi luas itu kemudian dielaborasi menjadi Resolusi Majelis Umum dan Rules of Procedure dari Dewan Keamanan PBB yang mengatur tentang prosedur nominasi kandidat. Dalam prosedur tersebut, setiap negara anggota PBB diharapkan terlibat dan presiden dari Dewan Keamanan diminta berkonsultasi dengan Majelis Umum secara berkala. Lebih lanjut, presiden Majelis Umum punya hak berkonsultasi dengan negara-negara anggota PBB dan merekomendasikan calon potensial kepada Dewan Keamanan. Prosedur nominasi kandidat tersebut tidak mengatur siapa negara yang bisa mengajukan calon.

Indonesia memberi kontribusi penting di PBB dalam hal pemilihan sekjen melalui Wisnumurti Guidelines, yaitu sebuah prosedur pemilihan kandidat yang digagas oleh Duta Besar Indonesia untuk PBB Bapak Nugroho Wisnumurti, di mana para anggota Dewan Keamanan PBB menentukan nama-nama kandidat yang disokong dan yang tidak.

Pemilihan ini dilakukan melalui beberapa kali putaran sampai ada satu nama yang muncul dan tidak diveto oleh lima negara anggota Dewan Keamanan Tetap. Nama itu yang kemudian disodorkan ke 193 negara anggota untuk mendapatkan persetujuan. Dalam pemilihan tahun ini, ada enam kali putaran pemungutan suara dan semua proses, terutama tahap pertama, dilakukan tertutup.

Prosedur yang digunakan pertama kali ketika memilih Kofi Annan dilanjutkan hingga saat ini, namun yang membedakan pada pemilihan kali ini adalah inisiatif dari Sidang Majelis Umum yang lebih aktif. Pada pemilihan sebelumnya, para anggota hanya menerima rekomendasi yang sudah diputuskan oleh Dewan Keamanan.

Pada pemilihan kali ini, sidang meminta para kandidat untuk mengirimkan CV dan mengambil bagian dalam diskusi informal dengan sidang. Untuk pertama kalinya juga dalam sejarah, diskusi dan debat dilakukan terbuka melalui televisi dan internet. Pandangan para kandidat menjadi penting bagi negara-negara anggota sebelum menjatuhkan pilihan.

Layaknya di semua pemilihan pemimpin, mulai tingkat desa hingga kepala negara dan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang tidak mungkin dihindari adalah politik dan kompromi. Idealisme kadang dan bahkan sering harus mengalah demi terciptanya keseimbangan agar sebuah organisasi tetap berkelanjutan.

Ada yang mengatakan pandangan itu sebagai pandangan yang mempertahankan status quo dan tidak mendukung perubahan, namun sebaliknya ada juga yang mengatakan itu adalah kematangan dalam politik. Demikian pula dengan yang terjadi di dalam proses pemilihan sekjen PBB kali ini.

Pada awalnya, idealisme untuk sekjen PBB yang baru adalah perempuan. Hal ini sudah dinyatakan secara jelas dan tegas oleh Ban Ki-moon dalam wawancara kepada media (Associated Press, 2016). Dia beralasan bahwa dari sejak pertama PBB berdiri hingga saat ini tidak ada sekjen perempuan.

Sejak Gladwyn Jebb menjabat sebagai sekjen pertama PBB hingga Ban Ki-moon sebagai sekjen ke-8, tidak ada perempuan yang berhasil masuk dalam nominasi, sementara secara politik dan demografi perempuan adalah kelompok yang besar jumlah populasinya dan sudah memiliki kemampuan setara dengan laki-laki untuk beragam bidang profesi. Oleh sebab itu, kampanye untuk menjaring perempuan sebagai calon sekjen PBB sudah mulai dilakukan jauh-jauh hari sebelum hari pemilihan.

Harapan ini nyaris terpenuhi karena dari 12 kandidat yang mencalonkan diri ada lima perempuan dan enam laki-laki yang mendaftar. Namun sejak putaran pertama rapat anggota Dewan Keamanan PBB, gender tidak menjadi perhatian. Hanya Irina Bokova yang menjadi tiga teratas pada putaran pertama. Namun di putaran kedua, suara yang mendukungnya turun dari 11 negara menjadi 7, dan terus menurun hingga putaran terakhir.

Selain keseimbangan gender, keseimbangan demografi juga menjadi tuntutan. Terpilihnya Guterres membukukan Eropa Barat sebagai wilayah yang memiliki sekjen paling banyak. Kelompok Asia dan Afrika memiliki masing-masing dua orang yang pernah menjabat sebagai sekjen sementara dari Kelompok Amerika Latin baru ada satu orang. Kelompok yang belum mendapat jatah sama sekali adalah Kelompok Eropa Timur.

Rusia adalah negara yang mendorong tercapainya keseimbangan dan kesempatan. Walaupun dapat dikatakan bahwa mayoritas dari para kandidat sekjen PBB berasal dari negara-negara Eropa Timur seperti Makedonia, Bulgaria, Moldova, Slovakia, Slovenia, dan Serbia, harapan itu pupus di tengah jalan karena para kandidat dari Eropa Timur memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan Barat.

Redupnya harapan itu terlihat sejak putaran pertama ketika dua kandidat Vesna Pusic (Kroasia) dan Igor Luksic (Montenegro) kurang mendapat sokongan dari anggota Dewan Keamanan. Kandidat lain Vuk Jeremic, yang menjadi favorit Rusia, juga tidak mendapat dukungan dan ini disebabkan sikapnya yang bertentangan dengan NATO dan dianggap berseberangan dengan Barat di beberapa krisis di Timur Tengah.

Sementara itu, Miroslav Lajcak yang berasal dari Slovakia tidak disukai karena sikapnya yang mendukung Perdana Menteri Robert Fico untuk menolak pengungsi dari Suriah datang ke Slovakia. Hanya ada satu orang dari Kelompok Eropa Timur, yaitu Natalia Gherman (Moldova) yang disukai oleh Barat, namun tidak disukai oleh Rusia karena dia terlalu mendukung NATO dan UE, termasuk menentang secara terbuka meluasnya pengaruh Rusia di kawasan Eropa Timur.

Kandidat dari Eropa Timur yang tidak mendapat penolakan dari Rusia dan Amerika hanyalah Irina Bokova dari Bulgaria yang saat ini menjabat sebagai direktur jenderal UNESCO. Kesamaan pandangan dari Rusia dan Amerika Serikat mempermudah negara lain untuk menjatuhkan pilihan kepadanya tanpa ”menyakiti” hati dua negara besar tersebut, namun juga tidak berarti menjadikan Irina sebagai posisi teratas dalam pemilihan.

Dalam putaran pertama, Irina termasuk tiga favorit teratas yang mendapat dukungan, tetapi suaranya menimbulkan kontroversi ketika pemerintah Bulgaria mengusulkan Kristalina Georgieva yang menjadikan negara itu memiliki dua kandidat. Rusia, Angola, Uruguay, dan Malaysia sempat mempertanyakan apa maksud pemerintah Bulgaria mengusulkan Georgieva. Yang pasti, Irina juga tidak mau mengundurkan diri dari kompetisi.

Namun pada akhirnya, Rusia pun menyatakan bahwa mereka tidak lagi mempersoalkan apakah sekjen PBB harus perempuan dan berasal dari Eropa Timur. Bagi mereka, yang penting agar pengganti Ban Ki-moon memiliki pengalaman yang cukup sehingga akhirnya Antonio Guterres dari Portugal yang terpilih.

Proses pemilihan sekjen PBB menggambarkan kompleksnya proses pengambilan keputusan di PBB, bahkan ketika fungsi PBB sedang dipertanyakan.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3461 seconds (0.1#10.140)