Petisi Wajib Pajak

Selasa, 30 Agustus 2016 - 13:34 WIB
Petisi Wajib Pajak
Petisi Wajib Pajak
A A A
KEBIJAKAN pengampunan pajak (tax amnesty) mulai mengembuskan angin keresahan di tengah masyarakat. Pasalnya, para wajib pajak harus melaporkan harta bila tidak ingin dikenakan denda besar pascapengampunan pajak Maret 2017. Keresahan tersebut sudah mulai mencuat di ruang- ruang publik, terutama di kalangan para pengguna media sosial (medsos).

Tengok saja, petisi online yang digelar lewat www.change.org y ang bertajuk, "Presiden @Jokowi, luruskan kembali sasaran amnesty pajak", hingga Senin (29/8) kemarin siang, masyarakat yang merespons atau berpartisipasi atas petisi tersebut telah menembus angka yang mendekati 6.000 peserta. Cuitan yang memprotes arah kebijakan pengampunan pajak yang dianggap melenceng itu semakin ramai di kalangan pengguna medsos Twitter.

Mengapa kebijakan tax amnesty dinilai melenceng dari misi semula? Dalam kata pengantar www.change.org yang dikenal aktif membuat petisi terhadap kebijakan publik yang merugikan masyarakat banyak menegaskan, pengampunan pajak yang seharusnya ditujukan kepada warga negara Indonesia (WNI) yang menyimpan harta di luar negeri, justru menyasar kepada seluruh rakyat yang menyimpan harta di dalam negeri tanpa ada pembatasan jumlah, yang dapat menyulitkan keuangan rakyat yang tidak mampu.

Karena itu, Presiden diharapkan menata kembali sasaran tax amnesty agar masyarakat tidak resah. Selama ini, masyarakat merasa sudah taat membayar pajak atas penghasilannya, hanya saja terkadang lupa memasukkan laporan harta dalam SPT.

Dalam pencanangan tax amnesty oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di kantor pusat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, awal Juli 2016 ditegaskan bahwa kebijakan pengampunan pajak memiliki misi khusus, yakni menarik dana pengusaha atau WNI yang ditempatkan di luar negeri. "Yang ingin kami sasar adalah para pengusaha yang tempatkan dananya di luar negeri khususnya di tax haven," jelas mantan gubernur DKI Jakarta itu.

Pemerintah sudah memonitor terdapat puluhan ribu triliun rupiah dana WNI yang diparkir di luar negeri. Melalui kebijakan pengampunan pajak para WNI diharapkan bisa membawa pulang uangnya untuk membangun negara.

Memang, kebijakan tax amnesty bukan hanya diperuntukkan WNI yang menyimpan uangnya di luar negeri, melainkan juga semua wajib pajak sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU) Tax Amnesty. Namun, dalam pelaksanaannya dinilai melenceng dari sasaran prioritas. Mengapa?

Merujuk dari pernyataan Presiden bahwa kebijakan pengampunan pajak tujuan awalnya adalah menarik dana pengusaha yang diparkir di luar negeri. Belakangan program tersebut malah lebih fokus menyasar masyarakat yang selama ini sudah membayar pajak, padahal kepemilikan harta yang nilainya tak seberapa juga harus dilaporkan. Sebagai wujud protes, di jejaring sosial terutama Twitter diwarnai hastag #StopBayarPajak. Pemerintah memilih menutup telinga ketimbang mendengar keluhan masyarakat. Ya di Twitter macam-macamlah. Kita nggak bisa kontrol," demikian pembelaan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla.

Di kalangan anggota Komisi XI DPR kini muncul keraguan benarkah data kepemilikan dana puluhan ribu triliun dana WNI di luar negeri? Saat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak pemerintah menyampaikan sekitar 6.000 WNI memarkir dananya di luar negeri yang mencapai sebesar Rp11.400 triliun. Kebenaran data itu harus dijelaskan karena menjadi landasan bagi pemerintah dalam mematok target penerimaan pajak dari kebijakan tax amnesty. Kebijakan pengampunan pajak dijadwalkan dari 18 Juli 2016 sampai dengan 31 Maret 2017 yang mematok penerimaan negara sebesar Rp165 triliun yang diprioritaskan untuk alokasi pembangunan infrastruktur.

Saat ini dana repatriasi (dana masuk ke Indonesia) menjelang akhir bulan ini baru mencapai sebesar Rp7,66 triliun sebagaimana dipublikasikan Ditjen Pajak. Adapun dana yang sudah dideklarasikan baru tercatat sebesar Rp95,2 triliun, meliputi dana deklarasi luar negeri sebesar Rp14,1 triliun, dan deklarasi di dalam negeri sebesar Rp 81,1 triliun.

Pemerintah mencatat dana repatriasi berasal dari Australia, Amerika Serikat, Malaysia, China, Singapura, Inggris, dan Hong Kong. Kita berharap pemerintah tetap konsisten menarik dana WNI yang diparkir di luar negeri sebelum menyasar wajib pajak di dalam negeri yang sudah resah karena kebijakan pemerintah dinilai telah melenceng.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2134 seconds (0.1#10.140)