'Perselisihan' di Sekitar Kakbah

Selasa, 30 Agustus 2016 - 13:20 WIB
Perselisihan di Sekitar Kakbah
'Perselisihan' di Sekitar Kakbah
A A A
Sururi Alfaruq
CEO KORAN SINDO

RATUSAN ribu muslim saat ini berkumpul di Mekkah Almukaramah. Sebagian lagi berkumpul di Madinah Almunawarah untuk mengikuti proses ritual haji yang puncaknya seluruh jamaah akan berkumpul kembali dengan melaksanakan wukuf di Padang Arafah.

Bisa dibayangkan ribuan dari mereka saat ini menyerbu Masjidilharam, baik untuk proses penting umrah sebagai rukun wajib haji maupun salat wajib dan sunah. Dalam proses ibadah ini bisa disebut ada “perselisihan” yang setiap hari terjadi di sekitar Kakbah maupun di dalam Masjidilharam. Namun yang paling dahsyat adalah perselisihan di sekitar Kakbah.

Sebab perselisihan di dalam Masjidilharam yang hanya berebut barisan salat adalah hal wajar yang penyelesaiannya cukup dengan salah satu jamaah memeluk kepala jamaah atau menepuk-nepuk pundak jamaah yang terlibat perselisihan dengan tersenyum.

Selesai dan simple! Namun, untuk perselisihan di sekitar Kakbah, dalam pandangan awam, benar-benar menegangkan. Ada body charge antarjamaah laki-laki yang sangat hebat, ada jeritan kaum perempuan karena tidak tahan menahan tekanan atau tergencet ribuan jamaah lain yang sama-sama berebut untuk bisa mendekati Kakbah.

Dalam perebutan untuk bisa mencium batu hitam sakral ini, yakni Hajar Aswad, umat Islam tentu sadar bahwa mereka sedang ada di rumah Allah dan sama-sama mencari keutamaan dalam beribadah di Tanah Suci. Namun mereka secara refleks tanpa berpikir telah melakukan penekanan terhadap jamaah yang lain dengan kekerasan.

Akhirnya yang kuat, yang memang memiliki badan besar dan kokoh, sanggup menyingkirkan jamaah lain yang secara fisik kalah besar dan kalah kuat. Apakah “perselisihan” di sekitar Kakbah ini negatif serta membuat yang berbadan kecil dan lemah kapok? Tidak! Para jamaah merasa sudah terbiasa berselisih dalam perebutan mencium Hajar Aswad meskipun jamaah yang lemah sering menjadi korban terinjak-injak dan gencetan yang dahsyat.

Otoritas Arab Saudi juga tidak pernah melarang terjadinya perselisihandi sekitar Kakbah ini. Aparat yang menjaga di sekitar Kakbah hanya mengawasi dan sesekali berteriak, “Alhaj ... alhaj,” untuk memberi warning agar perselisihannya tidak berakibat fatal. Secara tegas, law enforcement jelas tidak digunakan untuk urusan perselisihan di sekitar Kakbah ini.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa perselisihan ini seperti abadi dalam setiap musim umrah dan haji? Dan mengapa jamaah tidak ada yang kapok berselisih? Ini karena jamaah mengejar keutamaan, keyakinan atau sunah, yaitu ketika berada di Masjidilharam bisa mencium Hajar Aswad ada nilai plus dan diyakini memberikan sinyal kedekatan secara transendental dengan Allah.

Diyakini pula hal itu sebagai simbol hubungan vertikal yang dekat akan bisa membawa dampak multiplier effect dalam banyak hal. Luar biasa nilai-nilai spiritual yang bisa dipahami muslim dari seluruh dunia ini. Dalam pengertian lain, apa yang disebut “perselisihan” di sekitar Kakbah tersebut bukan sesuatu yang akan menyebabkan perselisihan yang sesungguhnya antarumat Islam, tetapi perselisihan yang bisa dipahami sebagai sesuatu hal yang biasa dan wajar.

Maka ada ibrah (pelajaran) dalam perselisihan di sekitar Kakbah ini, yakni umat Islam dari seluruh penjuru dunia tidak mempersoalkan sesuatu yang disebut perselisihan tersebut. Mereka lebih melihat substansi dari sebuah keyakinan bahwa tidak masalah berselisih yang penting tujuannya sama, yakni bisa mencium Hajar Aswad.

Toh berselisihnya dengan teman-teman muslim yang memiliki kesamaan dalam berkeyakinan sehingga yang tadinya sakit merasa tidak sakit, yang tadinya agak jengkel menjadi tidak jengkel. Ada beberapa hal kepuasan yang membuat jamaah berburu mencium Hajar Aswad.

Pertama, keberhasilan mencium Hajar Aswad bisa diyakini bahwa ada campur tangan dari Allah karena Tuhan menghendaki jamaahnya yang terpilih tersebut bisa mendekat dan mencium Hajar Aswad. Sebab, dalam logika awam, rasanya sulit dan berat di tengah membeludaknya jamaah yang berada di sekitar Kakbah bisa mendekat, apalagi bisa mencium Hajar Aswad.

Kedua, dengan berhasil mencium Hajar Aswad, ada persepsi yang kuat bahwa akan ada efek positif yang akan memengaruhi kehidupannya sebagai makhluk yang beragama. Keyakinan lain, tetapi ini cenderung mistis, ada persepsi yang keliru karena sebagian jamaah saat ibadah haji ada yang berusaha menggunting kain selimut Kakbah untuk dijadikan “kekuatan” baik dalam konteks bisnis, kekuasaan maupun kekuatan-kekuatan yang lain.

Penyimpangan itulah yang kemudian membuat Pemerintah Arab, saat musim haji, mengambil putusan melepas setengah kain penutup Kakbah (dari tengah ke bawah) untuk menghindari dipotong-potong jamaah. Sementara kain penutup Kakbah dari tengah ke atas dibiarkan tetap menutup karena diyakini jamaah tidak bisa menjangkau untuk mengguntingnya.

Persepsi ketiga, masih dalam konteks keyakinan, ini tidak terlalu penting, tetapi keberhasilan mencium Hajar Aswad memberikan bukti bahwa seseorang tersebut merasa punya fisik yang kuat sehingga bisa menyingkirkan ribuan jamaah lain yang juga badannya besarbesar, terutama jamaah yang datang dari wilayah Eropa dan Afrika. Mari ber-husnuzan (berprasangka baik) saja dalam melihat perselisihan di sekitar Kakbah.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8489 seconds (0.1#10.140)