Penuh Kepentingan, Revisi UU Pemilu Bakal Berjalan Alot

Jum'at, 22 Juli 2016 - 14:47 WIB
Penuh Kepentingan, Revisi UU Pemilu Bakal Berjalan Alot
Penuh Kepentingan, Revisi UU Pemilu Bakal Berjalan Alot
A A A
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengajukan revisi Undang-undang (UU) Nomor 8 tahun 2012 tentang Rancangan revisi UU Pemilihan Anggota DPR, DPD dan DPRD atau lazimnya disebut UU Pemilu.

Direktur Eksekutif Volvox Center, Pangi Syarwi Chaniago memprediksi revisi UU tersebut akan berjalan alot karena adanya kepentingan partai politik (parpol).

"Antara yang ingin mempertahankan sistem proporsional terbuka dengan mengembalikan ke proporsional tertutup," kata Pangi melalui pers rilis yang diterima Sindonews, Jumat (22/7/2016).

Menurut Pangi, sistem proporsional terbuka telah dipakai dalam dua pemilu yakni Pemilu 2009 dan 2014. Namun sistem tersebut dianggap memiliki kelemahan. Menurutnya, sistem itu menghasilkan wakil rakyat karbitan, belum teruji dan sebagian bukan kader parpol.

"Sehingga terpilih wakil yang gagal menjaga pintu (gate keepers) moral dan tanggung jawab. Alih-alih perjuangkan rakyat, fungsi pengawasan pun tidak maksimal," ungkapnya.

Dia menambahkan, sistem proporsional terbuka juga berpeluang menjadikan 'ongkos' kepesertaan menjadi mahal. Menurutnya, meski dalam sistem itu rakyat berdaulat penuh, namun realitas kondisi di masyarakat masih banyak yang tidak sejahtera.

Pangi menyebut, sistem itu mengabaikan fatsun politik, moralitas dan kapasitas. Di sisi lain, revisi UU Pemilu juga akan membuat sebagian elite parpol untuk kembali mendorong sistem proporsional tertutup.

Pangi menilai, banyak kalangan khawatir, menerapkan sistem itu akan dianggap mengembalikan aturan pemilu yang pernah ada di zaman orde baru. Diakuinya, banyak kelemahan dalam proporsional tertutup seperti menguatnya kembali sistem oligarki kepartaian dan menguatnya partai (struggle for power).

(Baca: Manfaat Pemilu Dinilai Baru Sekadar Sarana Pergantian Kepemimpinan)

Dikatakannya, sistem itu akan menutup kanal partisipasi publik yang lebih besar serta menjauhkan akses hubungan antara pemilih dan wakil pascapemilu. Selain itu, proporsional tertutup juga dianggap membuat komunikasi politik tidak berjalan dan kesempatan calon terpilih lebih tidak adil.

Tak sampai di situ, krisis calon anggota legislatif tak bisa dielakan karena sedikit yang berminat dan serius maju menjadi caleg. Para caleg sudah bisa memprediksi siapa yang akan terpilih karena bergantung kepentingan partai.

"Itu artinya sistem proporsional tertutup partai berkuasa penuh, partai akan menjadi penentu siapa-siapa yang akan duduk di kursi parlemen setelah perolehan suara partai dikonversi ke jumlah kursi," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4666 seconds (0.1#10.140)