Usut Vaksin Palsu, Satgas Diminta Tak Tebang Pilih
A
A
A
JAKARTA - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Vaksin Palsu diingatkan bekerja secara profesional dalam menjerat dan menghukum pelaku, baik pembuat ataupun distributor.
Satgas diminta tidak tebang pilih dalam mengusut kejahatan tersebut. "Hukum seberat-beratnya," kata Anggota Komisi IX DPR Roberth Rouw ‎dalam siaran pers yang diterima Sindonews, Sabtu (2/7/2016).
Dia pun menyesali kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam hal pengawasan produk kesehatan tidak bekerja dengan baik. Hal itu dinilai Roberth terbukti dari informasi yang menyebut pereradan vaksin palsu sudah sejak 13 tahun lalu.
Kendati efek samping dari vaksin palsu tersebut belum diketahui, namun hal tersebut dinilainya sangat membahayakan dunia kesehatan di Indonesia. "Kinerja pengawasan BPOM sangat lemah dan terkesan tidak berguna, 13 tahun sudah kita kebobolan dengan vaksin palsu," ungkapnya. (Baca juga: Satgas Gabungan Vaksin Palsu Segera Dibentuk)
Dia khawatir masih banyak produk kesehatan lain yang palsu dan lebih membahayakan dan berefek kematian.
Oleh karena itu, dia mendukung langkah Menteri Kesehatan Nila F Moeloek yang akan memberikan sanksi bagi rumah sakit dan tenaga kesehatan yang membeli serta menggunakan vaksin palsu tersebut.
"Harus ada sanksi tegas bagi mereka yang sudah mengetahui dan malah menggunakan vaksin palsu tersebut," ujar politikus Partai Gerindra itu.
Dia mengaku prihatin dengan penyebaran vaksin palsu yang masif di tengah masyarakat. Menurut dia, pemerintah dalam hal iniKemenkes dan BPOM harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi selama ini.
"Kemenkes dan BPOM harus bertanggung jawab atas peredaran vaksin palsu selama ini di masyarakat. Negara membiarkan ini terjadi bertahun-tahun, ini harus segera dihentikan," tutur Roberth.
Politikus asal Papua itu berharap, Kemenkes dapat berkoordinasi dengan baik dengan BPOM dan Polri dalam mengusut jalur distribusi vaksin palsu dari hulu hingga ke hilir.
Apalagi saat ini Satgas Penanganan Vaksin Palsu sudah terbentuk. Dengan demikian, peredaran vaksin palsu bisa dengan mudah dihentikan. "Jalur distribusi vaksin palsu harus di putus, kita harus hentikan. Kemenkes BPOM dan Polri harus mengusut ini hingga tuntas," katanya.
Satgas diminta tidak tebang pilih dalam mengusut kejahatan tersebut. "Hukum seberat-beratnya," kata Anggota Komisi IX DPR Roberth Rouw ‎dalam siaran pers yang diterima Sindonews, Sabtu (2/7/2016).
Dia pun menyesali kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam hal pengawasan produk kesehatan tidak bekerja dengan baik. Hal itu dinilai Roberth terbukti dari informasi yang menyebut pereradan vaksin palsu sudah sejak 13 tahun lalu.
Kendati efek samping dari vaksin palsu tersebut belum diketahui, namun hal tersebut dinilainya sangat membahayakan dunia kesehatan di Indonesia. "Kinerja pengawasan BPOM sangat lemah dan terkesan tidak berguna, 13 tahun sudah kita kebobolan dengan vaksin palsu," ungkapnya. (Baca juga: Satgas Gabungan Vaksin Palsu Segera Dibentuk)
Dia khawatir masih banyak produk kesehatan lain yang palsu dan lebih membahayakan dan berefek kematian.
Oleh karena itu, dia mendukung langkah Menteri Kesehatan Nila F Moeloek yang akan memberikan sanksi bagi rumah sakit dan tenaga kesehatan yang membeli serta menggunakan vaksin palsu tersebut.
"Harus ada sanksi tegas bagi mereka yang sudah mengetahui dan malah menggunakan vaksin palsu tersebut," ujar politikus Partai Gerindra itu.
Dia mengaku prihatin dengan penyebaran vaksin palsu yang masif di tengah masyarakat. Menurut dia, pemerintah dalam hal iniKemenkes dan BPOM harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi selama ini.
"Kemenkes dan BPOM harus bertanggung jawab atas peredaran vaksin palsu selama ini di masyarakat. Negara membiarkan ini terjadi bertahun-tahun, ini harus segera dihentikan," tutur Roberth.
Politikus asal Papua itu berharap, Kemenkes dapat berkoordinasi dengan baik dengan BPOM dan Polri dalam mengusut jalur distribusi vaksin palsu dari hulu hingga ke hilir.
Apalagi saat ini Satgas Penanganan Vaksin Palsu sudah terbentuk. Dengan demikian, peredaran vaksin palsu bisa dengan mudah dihentikan. "Jalur distribusi vaksin palsu harus di putus, kita harus hentikan. Kemenkes BPOM dan Polri harus mengusut ini hingga tuntas," katanya.
(dam)