Panitera Kembali Ditangkap, Mafia Peradilan Sudah Menggurita
A
A
A
JAKARTA - Kasus dugaan suap yang melibatkan panitera di pengadilan terus terjadi. Kasus paling terbaru adalah dugaan suap Panitera Jakarta Pusat, Santoso. Dia ditangkap dalam operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis 30 Juni 2016.
Banyaknya kasus suap panitera dinilai sebagai bukti mafia di lembaga peradilan sudah menggurita. Atas kondisi tersebut, kinerja Mahkamah Agung (MA) dalam melakukan pengawasan terahadap hakim dan aparatur non-hakim.
"Ada masalah struktural di MA yang menurut saya sengaja dibiarkan, seperti pengawasan, proses mutasi promosi, manajemen perkara," kata Peneliti Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar kepada Sindonews, Sabtu (2/7/2016). (Baca juga: Ditangkap KPK, Santoso Bawa Uang Suap Naik Ojek Pangkalan)
Menurut dia, harus ada dorongan kuat dari pihak eksternal untuk melakukan reformasi di tubuh MA. "Berharap internal MA mereformasi diri seperti menunggu Godot. Waiting for Godot itu karya sastra yang ditulis oleh Samuel Beckket, yang menceritakan seseorang yang sepanjang hidupnya berharap ada harapan ternyata sebenarnya harapan itu tidak ada," ungkapnya.
Dia mengapreasi langkah KPK yang kembali fokus membersihkan lembaga penegak hukum. "Membersihkan aparat penegak hukum merupakan salah satu mandat sejarah KPK dihadirkan," ujarnya.
Sekadar informasi, penangkapan terhadap panitera bukan kali pertama terjadi. Pada 20 April lalu Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution ditangkap karena diduga terlibat suap dalam permohonan peninjauan kembali sebuah perkara.
Kemudian, pada Rabu 15 Juni 2016, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara dibekuk KPK karena diduga menerima suap terkait perkara pelecehan seksual dengan terdakwa pedangdut Saipul Jamil.
Banyaknya kasus suap panitera dinilai sebagai bukti mafia di lembaga peradilan sudah menggurita. Atas kondisi tersebut, kinerja Mahkamah Agung (MA) dalam melakukan pengawasan terahadap hakim dan aparatur non-hakim.
"Ada masalah struktural di MA yang menurut saya sengaja dibiarkan, seperti pengawasan, proses mutasi promosi, manajemen perkara," kata Peneliti Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar kepada Sindonews, Sabtu (2/7/2016). (Baca juga: Ditangkap KPK, Santoso Bawa Uang Suap Naik Ojek Pangkalan)
Menurut dia, harus ada dorongan kuat dari pihak eksternal untuk melakukan reformasi di tubuh MA. "Berharap internal MA mereformasi diri seperti menunggu Godot. Waiting for Godot itu karya sastra yang ditulis oleh Samuel Beckket, yang menceritakan seseorang yang sepanjang hidupnya berharap ada harapan ternyata sebenarnya harapan itu tidak ada," ungkapnya.
Dia mengapreasi langkah KPK yang kembali fokus membersihkan lembaga penegak hukum. "Membersihkan aparat penegak hukum merupakan salah satu mandat sejarah KPK dihadirkan," ujarnya.
Sekadar informasi, penangkapan terhadap panitera bukan kali pertama terjadi. Pada 20 April lalu Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution ditangkap karena diduga terlibat suap dalam permohonan peninjauan kembali sebuah perkara.
Kemudian, pada Rabu 15 Juni 2016, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara dibekuk KPK karena diduga menerima suap terkait perkara pelecehan seksual dengan terdakwa pedangdut Saipul Jamil.
(dam)