Lembaga Pajak

Selasa, 14 Juni 2016 - 12:45 WIB
Lembaga Pajak
Lembaga Pajak
A A A
BOLA Rancangan Undang Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) kini sudah menggelinding di markas wakil rakyat di Senayan. Salah satu poin besar dari RUU KUP tersebut adalah soal kelembagaan. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang selama ini di bawah naungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) segera berdiri sendiri.

Sebagai lembaga yang terlepas dari struktur Kemenkeu adalah sebuah wacana lama yang mengemuka pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjelang lengser. Pengajuan RUU KUP adalah sebuah persyaratan yang diajukan pihak DPR sebelum membahas RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, untuk melakukan perubahan mendasar dalam sistem perpajakan di negeri ini.

Selanjutnya, nama jabatan direktur jenderal (Dirjen) pajak berubah menjadi kepala lembaga. Sebagai konsekuensi dari perubahan tersebut maka kewenangan Menteri Keuangan (Menkeu) yang terkait permintaan data, informasi, bukti atau keterangan seputar perbankan menjadi kewenangan kepala lembaga pajak (KLP). Perubahan kewenangan itu hanya serangkaian kecil dari berbagai perubahan mendasar menuju pada sistem perpajakan di Indonesia yang ideal.

Nantinya, pemerintah tidak lagi menggunakan istilah wajib pajak namun pembayar pajak. Adminstrasi perpajakn pun mendapat perhatian khusus, misalnya pembayar pajak harus terdaftar dengan mendapatkan Nomor Identitas Pembayar Pajak (NIPP). Berdasarkan naskah RUU KUP yang bocor ke publik bahwa KLP ditargetkan beroperasi penuh paling lambat 1 Januari 2018.

Selain itu, sebagaimana tertuang dalam naskah RUU KUP, lembaga pajak juga diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap pembayar pajak, bahkan hingga melakukan tindakan penangkapan terhadap pengemplang pajak. Kewenangan penyidikan tersebut memberi keleluasaan terhadap petugas pajak melaksanakan penangkapan walaupun tidak disertai surat.

Soal konsep KLP, sebagaima diungkapkan Kepala Pusat Harmonisasi dan Analisis Kebijakan Luky Alfirman, akan mempelajari di berbagai negara seperti praktik perpajakan di negara –negara maju dengan tetap menyesuaikan kebutuhan dalam negeri.

Sejauhamana pentingnya pembentukan kelembagaan pajak? Mengutip pernyataan Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo, adalah untuk menjawab kondisi ke depan di mana tugas dan tanggung jawab bidang perpajakan akan semakin luas dan berat seiring meningkatnya jumlah wajib pajak. Tugas dan fungsi lembaga pajak lebih fokus pada pengumpulan pajak sedang kebijakan pajak mengenai fiskal masih di bawah wewenang Kemenkeu.

Terlepas dari RUU KUP yang kini sedang dibahas DPR dan pemerintah, persoalan penerimaan pajak semakin memprihatinkan. Tengok saja, setoran pajak baru mencapai Rp364,1 triliun per Mei 2016. Perolehan pajak tersebut baru mencapai sekitar 26,8% dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar Rp1.360,2 triliun.

Dibanding periode yang sama pada tahun lalu pertumbuhan pajak masih minus. Sejumlah komponen pajak memang belum menyumbangkan pemasukan yang maksimal karena disebabkan berbagai hal. Mulai dari Pajak Penghasilan (PPh) migas yang melemah akibat dampak harga minyak dunia yang anjlok. Begitupula PPh non migas yang juga loyo karena perekonomian Indonesia yang melambat.

Konsekuensi dari pelambatan realisasi penerimaan pajak adalah pemangkasan anggaran belanja negara. Dalam rancangan APBN Perubahan (APBN-P) 2016 pemerintah bersiap memangkas anggaran belanja mencapai sebesar 70 triliun.

Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 04 Tahun 2016 setiap kementerian/lembaga diminta menghemat belanja dalam APBN-P 2016. Menindaklanjuti Inpres tersebut, Kemenkeu mengusulkan penghematan sebesar Rp1,47 triliun atau dari anggaran semula sebesar Rp39,38 triliun menjadi sebesar Rp38,07 triliun, dengan fokus penghematan pada perjalanan dinas dan seminar.

Melihat penerimaan pajak yang memble membuat pemerintah lebih realistis, lazimnya setiap pembahasan APBN-P angka-angka anggaran dinaikkan, kali ini terbalik justru dikurangi. Bukan hanya itu, target pertumbuhan ekonomi yang dipatok sekitar 5,3% dalam APBN 2016 dikoreksi menjadi 5,1% pada APBN-P 2016. Jadi, langkah pemerintah memperkuat posisi pengumpul pajak yang memisahkan dari Kemenkeu dengan berbagai penguatan menjadi lembaga tersendiri jangan sampai berhenti di tengah jalan.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0994 seconds (0.1#10.140)