Masa Depan Parpol
A
A
A
Janedjri M Gaffar
Alumnus Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro.
KEBERADAAN partai politik (Parpol) tidak dapat dilepaskan dari sistem demokrasi. Parpol tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan demokrasi. Sebaliknya, kualitas demokrasi ditentukan oleh perkembangan fungsi dan peran parpol. Banyak fungsi yang dijalankan oleh parpol dalam berdemokrasi. Di antara sekian banyak fungsi parpol, tiga fungsi utama parpol adalah sebagai sarana seleksi kepemimpinan politik, agregasi, dan komunikasi politik dalam proses pendidikan politik.
Parpol di Indonesia telah berkembang dan berperan sejak sebelum kemerdekaan. Parpol tidak hanya telah membangun sistem politik, melainkan juga ikut memperjuangkan kemerdekaan melalui jalur politik. Dalam perkembangan politik nasional, ada pasang surut peran parpol di setiap periode yang ditentukan oleh karakter pemerintahan dan tentu kondisi dari parpol itu sendiri.
Awal Era Reformasi peran parpol meningkat tajam seiring dengan proses demokratisasi. Namun, seiring dengan berjalan waktu mulai muncul keraguan terhadap relevansi parpol dalam kehidupan bernegara yang demokratis. Tantangan ini menentukan masa depan parpol di Indonesia dan tentu harus dijawab oleh parpol jika ingin keberadaannya tetap penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tantangan
Terdapat dua kondisi yang menjadi sumber pertanyaan relevansi parpol saat ini. Pertama, peningkatan kesadaran politik warga negara sebagai dampak langsung dari peningkatan tingkat pendidikan dan kesejahteraan warga negara. Masyarakat saat ini telah mampu bersikap kritis dalam menerima berbagai informasi dan kebijakan politik, terlebih dari parpol yang sering dicurigai memiliki agenda kekuasaan. Kesadaran tersebut juga telah diwujudkan dalam bentuk kreativitas menciptakan berbagai strategi dan instrumen politik untuk menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi serta memengaruhi pengambilan keputusan politik, tanpa melalui jalur organisasi parpol.
Faktor pertama itu sangat dipengaruhi oleh faktor kedua, yaitu perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang menyediakan berbagai kemudahan dan fasilitas sehingga memunculkan banyak kreativitas dalam berpolitik. Kreativitas politik ini lebih partisipatif dan bebas kepentingan kekuasaan, namun sama efektifnya dengan pengaruh parpol. Akibat itu, fungsi yang selama ini hanya dijalankan oleh parpol telah dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat yang didukung oleh perubahan instrumen hukum.
Fungsi seleksi kepemimpinan politik tidak lagi menjadi monopoli parpol dengan ada mekanisme yang memungkinkan calon perseorangan. Walaupun masih terbatas pada pemilihan kepala daerah, mekanisme ini tentu telah mengurangi peran parpol dalam seleksi kepemimpinan politik kalaupun tidak dapat disebut sebagai deparpolisasi. Apalagi, terbukti di beberapa daerah ternyata mesin politik warga mampu mengalahkan mesin parpol. Secara tidak langsung parpol juga mengakui kekuatan masyarakat dalam seleksi kepemimpinan dengan merujuk kepada survei elektabilitas dalam penentuan calon, baik untuk pemilu anggota lembaga perwakilan, pemilu presiden dan wakil presiden, maupun pilkada.
Fungsi agregasi aspirasi politik telah banyak digantikan dengan media informasi dan komunikasi yang memungkinkan pengambil keputusan mengetahui aspirasi masyarakat. Sebaliknya, memungkinkan masyarakat menyatukan dan memperjuangkan aspirasi untuk persoalan tertentu. Media informasi dan komunikasi tidak lagi dimonopoli oleh media mainstream yang pendiriannya butuh modal besar dan dapat berpihak kepada kepentingan tertentu, tetapi juga dibanjiri oleh media alternatif dan media sosial.
Wujud pergeseran fungsi parpol dalam agregasi telah nyata dan efektif. Misalnya, saat penolakan masyarakat atas UU Nomor 23/2014 yang menentukan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Karena tuntutan masyarakat, baik melalui media sosial maupun melalui berbagai petisi daring, akhirnya dikeluarkan Perppu Nomor 1/2014 yang mengembalikan pemilihan kepala daerah oleh rakyat.
Fungsi komunikasi dan pendidikan politik hampir secara total telah diambil alih oleh masyarakat sendiri. Hal ini tidak terelakkan karena perkembangan teknologi telah menyajikan sumber informasi yang melimpah. Meskipun tidak semua informasi adalah suatu kebenaran, justru dengan demikian masyarakat telah belajar sumber mana dan informasi mana yang patut dipercayai.
Kepercayaan terhadap sumber informasi tidak lagi bergantung kepada institusinya apakah negara atau lembaga formal atau tidak, tetapi pada logika masyarakat itu sendiri. Dengan sendirinya komunikasi dan pendidikan yang dilakukan oleh parpol tidak selalu dilihat sebagai kebenaran. Sebaliknya, akan dikritisi dan dinilai serta dilihat rekam jejaknya oleh masyarakat.
Kondisi di atas menumbuhkan suatu demokrasi yang cair, yang tidak tersekat-sekat, dan dapat bergerak ke arah yang berbeda-beda bergantung pada pokok soal. Apalagi, kondisi politik dan parpol di Indonesia tidak lagi dapat dibedakan secara tegas berdasarkan ideologi tertentu, namun lebih pada program dan ketokohan. Demokrasi yang cair ini juga sangat kuat dalam memengaruhi pengambilan keputusan tanpa banyak melibatkan peran parpol, bahkan memaksa parpol untuk menyikapi positif arah aliran aspirasi masyarakat.
Masa Depan
Jika tidak dapat menjawab tantangan di atas, peran parpol akan semakin berkurang. Konsekuensinya, organisasi parpol akan ditinggalkan. Kalaupun parpol keberadaannya masih dibutuhkan, adalah sekadar organisasi formal yang mungkin hanya dibutuhkan saat pemilu saja. Masa depan parpol ditentukan oleh bagaimana parpol itu sendiri merespons dan mengubah diri dalam kondisi demokrasi yang semakin cair.
Parpol harus responsif terhadap perkembangan dan arah aspirasi masyarakat yang dengan cepat dapat diagregasi dan diketahui melalui saluran media komunikasi dan informasi. Untuk lebih berpihak kepada aspirasi masyarakat, tentu parpol tidak lagi saatnya lebih mengutamakan kepentingan kekuasaan jangka pendek.
Hal ini dengan sendirinya mengharuskan parpol lebih demokratis, baik terkait dengan kebijakan yang hendak diperjuangkan maupun terkait dengan orang yang menduduki jabatan tertentu. Parpol juga sudah saatnya memelihara rekam jejak kebijakan dan ketokohan karena platform dan kebijakan apapun tidak akan dipercaya jika rekam jejak menunjukkan hal sebaliknya.
Alumnus Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro.
KEBERADAAN partai politik (Parpol) tidak dapat dilepaskan dari sistem demokrasi. Parpol tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan demokrasi. Sebaliknya, kualitas demokrasi ditentukan oleh perkembangan fungsi dan peran parpol. Banyak fungsi yang dijalankan oleh parpol dalam berdemokrasi. Di antara sekian banyak fungsi parpol, tiga fungsi utama parpol adalah sebagai sarana seleksi kepemimpinan politik, agregasi, dan komunikasi politik dalam proses pendidikan politik.
Parpol di Indonesia telah berkembang dan berperan sejak sebelum kemerdekaan. Parpol tidak hanya telah membangun sistem politik, melainkan juga ikut memperjuangkan kemerdekaan melalui jalur politik. Dalam perkembangan politik nasional, ada pasang surut peran parpol di setiap periode yang ditentukan oleh karakter pemerintahan dan tentu kondisi dari parpol itu sendiri.
Awal Era Reformasi peran parpol meningkat tajam seiring dengan proses demokratisasi. Namun, seiring dengan berjalan waktu mulai muncul keraguan terhadap relevansi parpol dalam kehidupan bernegara yang demokratis. Tantangan ini menentukan masa depan parpol di Indonesia dan tentu harus dijawab oleh parpol jika ingin keberadaannya tetap penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tantangan
Terdapat dua kondisi yang menjadi sumber pertanyaan relevansi parpol saat ini. Pertama, peningkatan kesadaran politik warga negara sebagai dampak langsung dari peningkatan tingkat pendidikan dan kesejahteraan warga negara. Masyarakat saat ini telah mampu bersikap kritis dalam menerima berbagai informasi dan kebijakan politik, terlebih dari parpol yang sering dicurigai memiliki agenda kekuasaan. Kesadaran tersebut juga telah diwujudkan dalam bentuk kreativitas menciptakan berbagai strategi dan instrumen politik untuk menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi serta memengaruhi pengambilan keputusan politik, tanpa melalui jalur organisasi parpol.
Faktor pertama itu sangat dipengaruhi oleh faktor kedua, yaitu perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang menyediakan berbagai kemudahan dan fasilitas sehingga memunculkan banyak kreativitas dalam berpolitik. Kreativitas politik ini lebih partisipatif dan bebas kepentingan kekuasaan, namun sama efektifnya dengan pengaruh parpol. Akibat itu, fungsi yang selama ini hanya dijalankan oleh parpol telah dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat yang didukung oleh perubahan instrumen hukum.
Fungsi seleksi kepemimpinan politik tidak lagi menjadi monopoli parpol dengan ada mekanisme yang memungkinkan calon perseorangan. Walaupun masih terbatas pada pemilihan kepala daerah, mekanisme ini tentu telah mengurangi peran parpol dalam seleksi kepemimpinan politik kalaupun tidak dapat disebut sebagai deparpolisasi. Apalagi, terbukti di beberapa daerah ternyata mesin politik warga mampu mengalahkan mesin parpol. Secara tidak langsung parpol juga mengakui kekuatan masyarakat dalam seleksi kepemimpinan dengan merujuk kepada survei elektabilitas dalam penentuan calon, baik untuk pemilu anggota lembaga perwakilan, pemilu presiden dan wakil presiden, maupun pilkada.
Fungsi agregasi aspirasi politik telah banyak digantikan dengan media informasi dan komunikasi yang memungkinkan pengambil keputusan mengetahui aspirasi masyarakat. Sebaliknya, memungkinkan masyarakat menyatukan dan memperjuangkan aspirasi untuk persoalan tertentu. Media informasi dan komunikasi tidak lagi dimonopoli oleh media mainstream yang pendiriannya butuh modal besar dan dapat berpihak kepada kepentingan tertentu, tetapi juga dibanjiri oleh media alternatif dan media sosial.
Wujud pergeseran fungsi parpol dalam agregasi telah nyata dan efektif. Misalnya, saat penolakan masyarakat atas UU Nomor 23/2014 yang menentukan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Karena tuntutan masyarakat, baik melalui media sosial maupun melalui berbagai petisi daring, akhirnya dikeluarkan Perppu Nomor 1/2014 yang mengembalikan pemilihan kepala daerah oleh rakyat.
Fungsi komunikasi dan pendidikan politik hampir secara total telah diambil alih oleh masyarakat sendiri. Hal ini tidak terelakkan karena perkembangan teknologi telah menyajikan sumber informasi yang melimpah. Meskipun tidak semua informasi adalah suatu kebenaran, justru dengan demikian masyarakat telah belajar sumber mana dan informasi mana yang patut dipercayai.
Kepercayaan terhadap sumber informasi tidak lagi bergantung kepada institusinya apakah negara atau lembaga formal atau tidak, tetapi pada logika masyarakat itu sendiri. Dengan sendirinya komunikasi dan pendidikan yang dilakukan oleh parpol tidak selalu dilihat sebagai kebenaran. Sebaliknya, akan dikritisi dan dinilai serta dilihat rekam jejaknya oleh masyarakat.
Kondisi di atas menumbuhkan suatu demokrasi yang cair, yang tidak tersekat-sekat, dan dapat bergerak ke arah yang berbeda-beda bergantung pada pokok soal. Apalagi, kondisi politik dan parpol di Indonesia tidak lagi dapat dibedakan secara tegas berdasarkan ideologi tertentu, namun lebih pada program dan ketokohan. Demokrasi yang cair ini juga sangat kuat dalam memengaruhi pengambilan keputusan tanpa banyak melibatkan peran parpol, bahkan memaksa parpol untuk menyikapi positif arah aliran aspirasi masyarakat.
Masa Depan
Jika tidak dapat menjawab tantangan di atas, peran parpol akan semakin berkurang. Konsekuensinya, organisasi parpol akan ditinggalkan. Kalaupun parpol keberadaannya masih dibutuhkan, adalah sekadar organisasi formal yang mungkin hanya dibutuhkan saat pemilu saja. Masa depan parpol ditentukan oleh bagaimana parpol itu sendiri merespons dan mengubah diri dalam kondisi demokrasi yang semakin cair.
Parpol harus responsif terhadap perkembangan dan arah aspirasi masyarakat yang dengan cepat dapat diagregasi dan diketahui melalui saluran media komunikasi dan informasi. Untuk lebih berpihak kepada aspirasi masyarakat, tentu parpol tidak lagi saatnya lebih mengutamakan kepentingan kekuasaan jangka pendek.
Hal ini dengan sendirinya mengharuskan parpol lebih demokratis, baik terkait dengan kebijakan yang hendak diperjuangkan maupun terkait dengan orang yang menduduki jabatan tertentu. Parpol juga sudah saatnya memelihara rekam jejak kebijakan dan ketokohan karena platform dan kebijakan apapun tidak akan dipercaya jika rekam jejak menunjukkan hal sebaliknya.
(kri)