Impor Bawang Dibuka
A
A
A
POLEMIK internal sempat memanas di kalangan anggota Kabinet Kerja. Sejumlah pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) silang pendapat seputar rencana impor bawang merah. Wacana impor bawang merah mengemuka terutama setelah Presiden Jokowi memerintahkan agar harga bumbu dapur tersebut bisa berada di level Rp20.000 per kilo gram (kg) saat memasuki bulan puasa, dari harga Rp40.000 per kg saat ini. Jalan pintas memenuhi permintaan Presiden Jokowi adalah membuka keran impor bawang merah.
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution sudah membocorkan bahwa pemerintah hanya akan mengimpor 2.500 ton untuk stabilisasi harga pada Ramadan yang tinggal sepekan lagi. Sedangkan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman sempat menentang rencana impor tersebut dengan alasan bahwa produksi saat ini sedang surplus. Selama ini Amran membeberkan bahwa tidak sedikit pihak yang mendesak agar pemerintah membuka keran impor bawang merah.
Meski mentan mengklaim telah terjadi surplus bawang merah, fakta lapangan harga bawang merah tetap bertengger pada level Rp40.000 per kg dalam dua pekan terakhir ini. Belakangan Amran Sulaiman yang juga dikenal sebagai salah seorang pengusaha akhirnya melunak. Untuk merealisasikan importasi bawang merah tersebut pemerintah telah menunjuk tiga badan usaha milik negara (BUMN) yakni Perum Badan Urusan Logistik (Bulog), PT Berdikari, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Hanya, pemerintah belum menyebutkan dari negara mana saja bawang merah itu didatangkan.
Di sisi lain, melambungnya harga bawang merah ditengarai karena Bulog belum berperan secara maksimal. Contohnya, salah satu peran yang harus dimainkan badan penyanggah komoditas pokok itu adalah membeli bawang merah di tingkat petani, tetapi peran tersebut ternyata tidak bisa dimainkan dengan bagus. Kabar yang berkembang, harga pembelian yang ditawarkan Bulog di tingkat petani tidak kompetitif.
Akibat itu, para petani tidak rela menjual bawang merahnya karena Bulog menawar dengan harga murah misalnya bawang merah petani di Bima dan Nganjuk. Seperti diungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Ikhwan Arif, hanya dihargai sebesar Rp18.000 per kg ke bawah, sedangkan harga wajar paling minim sebesar Rp20.000 per kg. Karena harga tidak cocok, petani menolak melepas barangnya.
Menanggapi kebijakan pemerintah yang akan mengimpor bawang merah dalam waktu dekat, Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPI) Ngadiran sangat menyayangkan dan menilai itu sebagai langkah terburu-buru. Persoalan harga bawang merah yang melonjak bukan karena pasokan dalam negeri tidak mencukupi, melainkan masalah terkait tata niaga. Meski tak menunjuk terang-terangan siapa yang bermain di balik kenaikan harga bawang merah, APPI menilai bahwa masalahnya tidak terlepas dari tata niaga yang tidak benar. Dia meyakini penyebab naik-turun harga bawang merah ada yang mengendalikan, bukan dari pedagang pasar tradisional.
Jadi, bila pemerintah ingin menstabilkan harga bawang merah pada harga yang wajar, pemerintah harus membenahi dari segala aspek terutama rantai pasokan terkontrol dengan baik. Data produksi dan konsumsi yang masih kacau juga harus dibenahi. Sudah menjadi pengetahuan umum, persoalan data menyangkut produksi dan konsumsi di tingkat kementerian dan lembaga masih susah dijadikan patokan untuk sebuah pengambilan kebijakan. Karena itu, Presiden Jokowi sudah memutuskan bahwa data resmi yang menjadi dasar pembuatan kebijakan wajib berpatokan pada data Badan Pusat Statistik (BPS).
Palu sudah diketok, pemerintah sudah memutuskan untuk membuka keran impor bawang merah yang dimaksudkan menurunkan harga bumbu dapur tersebut sepanjang Ramadan. Karena itu, Mentan Amran Sulaiman meminta kepada pihak yang masih berpolemik dihentikan. Apalagi, besaran impor bawang merah sebesar 2.500 ton sangat kecil atau sekitar 0,025% dari total produksi yang mencapai sebesar 1 juta ton per tahun. Kita berharap besaran impor tersebut tidak akan membengkak dan hanya diperuntukkan untuk menstabilkan harga bawang merah sepanjang Ramadan.
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution sudah membocorkan bahwa pemerintah hanya akan mengimpor 2.500 ton untuk stabilisasi harga pada Ramadan yang tinggal sepekan lagi. Sedangkan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman sempat menentang rencana impor tersebut dengan alasan bahwa produksi saat ini sedang surplus. Selama ini Amran membeberkan bahwa tidak sedikit pihak yang mendesak agar pemerintah membuka keran impor bawang merah.
Meski mentan mengklaim telah terjadi surplus bawang merah, fakta lapangan harga bawang merah tetap bertengger pada level Rp40.000 per kg dalam dua pekan terakhir ini. Belakangan Amran Sulaiman yang juga dikenal sebagai salah seorang pengusaha akhirnya melunak. Untuk merealisasikan importasi bawang merah tersebut pemerintah telah menunjuk tiga badan usaha milik negara (BUMN) yakni Perum Badan Urusan Logistik (Bulog), PT Berdikari, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Hanya, pemerintah belum menyebutkan dari negara mana saja bawang merah itu didatangkan.
Di sisi lain, melambungnya harga bawang merah ditengarai karena Bulog belum berperan secara maksimal. Contohnya, salah satu peran yang harus dimainkan badan penyanggah komoditas pokok itu adalah membeli bawang merah di tingkat petani, tetapi peran tersebut ternyata tidak bisa dimainkan dengan bagus. Kabar yang berkembang, harga pembelian yang ditawarkan Bulog di tingkat petani tidak kompetitif.
Akibat itu, para petani tidak rela menjual bawang merahnya karena Bulog menawar dengan harga murah misalnya bawang merah petani di Bima dan Nganjuk. Seperti diungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Ikhwan Arif, hanya dihargai sebesar Rp18.000 per kg ke bawah, sedangkan harga wajar paling minim sebesar Rp20.000 per kg. Karena harga tidak cocok, petani menolak melepas barangnya.
Menanggapi kebijakan pemerintah yang akan mengimpor bawang merah dalam waktu dekat, Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPI) Ngadiran sangat menyayangkan dan menilai itu sebagai langkah terburu-buru. Persoalan harga bawang merah yang melonjak bukan karena pasokan dalam negeri tidak mencukupi, melainkan masalah terkait tata niaga. Meski tak menunjuk terang-terangan siapa yang bermain di balik kenaikan harga bawang merah, APPI menilai bahwa masalahnya tidak terlepas dari tata niaga yang tidak benar. Dia meyakini penyebab naik-turun harga bawang merah ada yang mengendalikan, bukan dari pedagang pasar tradisional.
Jadi, bila pemerintah ingin menstabilkan harga bawang merah pada harga yang wajar, pemerintah harus membenahi dari segala aspek terutama rantai pasokan terkontrol dengan baik. Data produksi dan konsumsi yang masih kacau juga harus dibenahi. Sudah menjadi pengetahuan umum, persoalan data menyangkut produksi dan konsumsi di tingkat kementerian dan lembaga masih susah dijadikan patokan untuk sebuah pengambilan kebijakan. Karena itu, Presiden Jokowi sudah memutuskan bahwa data resmi yang menjadi dasar pembuatan kebijakan wajib berpatokan pada data Badan Pusat Statistik (BPS).
Palu sudah diketok, pemerintah sudah memutuskan untuk membuka keran impor bawang merah yang dimaksudkan menurunkan harga bumbu dapur tersebut sepanjang Ramadan. Karena itu, Mentan Amran Sulaiman meminta kepada pihak yang masih berpolemik dihentikan. Apalagi, besaran impor bawang merah sebesar 2.500 ton sangat kecil atau sekitar 0,025% dari total produksi yang mencapai sebesar 1 juta ton per tahun. Kita berharap besaran impor tersebut tidak akan membengkak dan hanya diperuntukkan untuk menstabilkan harga bawang merah sepanjang Ramadan.
(kri)